Cinta bisa membuat orang sakti. Dan itulah yang terjadi pada Sarkonah, nenek berusia 81 tahun itu, jatuh cinta dan masih mampu menandingi gejolak asmara perjaka bernama Ahmad Fadholi alias Mat Jali, tetangganya yang baru berusia 35 tahun.
Bahkan nenek ini sudah lima tahun berhubungan asmara tanpa pernikahan alias "kumpul kebo" di kampung mereka di Desa Dempet, RT 02 RW 09, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Hubungan mereka akhirnya membuat para tetangga gerah. Bagi mereka, hubungan dua manusia lawan jenis yang usianya berbeda jauh itu mulai meninggalkan adat istiadat dan kesopanan.
Namun, bukan jalan kekerasan yang diambil para tetangga Sarkonah dan Mat Jali. Mereka berembuk dan sepakat menikahkan pasangan tersebut.
Akhirnya, Sarkonah, warga asal Dukuh Dempet, Desa Gringsing, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, diperistri secara sah oleh Mat Jali.
Sarkonah yang akrab dipanggil mbah Konah tampak bersemangat dan tidak memperlihatkan perasaan malu atau risih ketika diminta menceritakan perjalanan cintanya dengan Mat Jali.
"Sebelumnya, saya memang biasa-biasa saja ketika bertemu dengan Mat Jali. Namun akibat sering bertemu dan adanya perhatian besar dari Mat Jali, saya pun mulai mencintai dirinya," katanya.
Ditemani menantunya, Sukimah, nenek kelahiran 1928 itu bercerita, perasaan cinta Mat Jali dengan dirinya tidak diukur dari status umurnya tetapi kondisi kehidupan Sarkonah.
Mat Jali, yang saat ini menempati rumah dengan ukuran luas 3,5 meter kali 6,5 meter ini dipandang dirinya sebagai pasangan hidup untuk kedua kalinya.
Sekitar 20 tahun sebelumnya, mbak Konah pernah menikah dengan Yamin (almarhum) dan dikaruniai tiga putra, yaitu Mujiyo (57), Mujiman (54), dan Matoya alias Reban (50).
Ia mengaku sering memendam perasaan rindu jika sehari tidak bertemu dengan Mat Jali. Sehingga, sering kali tanpa ada perasaan sungkan, Konah pun menemui pacarnya yang bekerja mencari ikan di sungai.
"Kami berdua memang sering mencurahkan perasaan cinta itu di tepi sungai Gringsing layaknya pasangan muda yang sedang dimabuk asmara," kata nenek yang bekerja sebagai buruh tani itu.
Saat ini, kedua pasangan tersebut sudah resmi menjalani pernikahan secara sah karena telah menjalani ijab qobul di depan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gringsing pada 25 Oktober.
Namun, seusai melangsungkan pernikahan, Mat Jali kini sulit ditemui dan tidak pulang ke rumah istrinya. "Saya tidak tahu kemana suami pergi karena saat itu tidak pamit," katanya.
Sukimah (42), menantu nenek Sarkonah, mengatakan, untuk melangsungkan pernikahan ibu mertuanya itu, keluarganya terpaksa harus membiayai dengan gotong royong karena Mat Jali hanya mampu memberikan mas kawin sebesar Rp 30 ribu.
"Jujur saja, biaya untuk pernikahan ibu mertua, kami harus bergotong royong dan menjual sebuah cincin seharga Rp 250 ribu yang saat itu masih dipakai nenek," katanya.
Menurut Sukimah, pernikahan ibu mertuanya dengan Mat Jali hampir gagal karena saat petugas KUA datang ke rumahnya, Mat Jali bersembunyi di rumah tatangga.
"Saat akan dilangsungkan akad nikah Mat Jali sempat tidak ada di rumah sehingga warga pun ikut mencari dirinya. Mat Jali pun akhirnya bersedia dinikahkan setelah ditemukan warga di rumah seorang tetangga," katanya.
Menurut dia, kisah hubungan asmara ibu mertuanya dengan Mat Jali ini memang sempat membuat jengkel dan resah warga di Dukuh Dempet karena keduanya sudah tidak memandang kepatutan adat istiadat dan kesopanan.
"Semula hubungan asmara keduanya sempat akan dinikahkan siri oleh warga tetapi keluarga kami tidak setuju sehingga akhirnya dinikahkan secara hukum negara," katanya.
Turyati (50), tetangga Sarkonah, mengatakan, sebelum menjalani pernikahan resmi, kelakuan mbah Konah ini memang telah meresahkan warga yang ada di sekitar desanya. Karena perbuatan mbah Konah dan Mat Jali sudah seperti layaknya pasangan suami istri yang sah.
"Kedua pasangan nenek dan perjaka ini akhirnya dinikahkan setelah kepergok menjalani hubungan intim di bawah jembatan sungai. Keduanya memang sudah tidak ada perasaan malu atau kata orang Jawa ’ndablek’," katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Gringsing Sutiarso mengatakan, perasaan cinta yang dipendam nenek Sarkonah masih dalam batas kewajaran dan bisa saja menghinggapi semua manusia.
"Maka, dengan sudah dinikahkannya nenek Sarkonah dengan Mat Jali, warga pun sudah lega karena desa tidak dicemari oleh kelakuan pasangan itu," katanya.
Bahkan nenek ini sudah lima tahun berhubungan asmara tanpa pernikahan alias "kumpul kebo" di kampung mereka di Desa Dempet, RT 02 RW 09, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Hubungan mereka akhirnya membuat para tetangga gerah. Bagi mereka, hubungan dua manusia lawan jenis yang usianya berbeda jauh itu mulai meninggalkan adat istiadat dan kesopanan.
Namun, bukan jalan kekerasan yang diambil para tetangga Sarkonah dan Mat Jali. Mereka berembuk dan sepakat menikahkan pasangan tersebut.
Akhirnya, Sarkonah, warga asal Dukuh Dempet, Desa Gringsing, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, diperistri secara sah oleh Mat Jali.
Sarkonah yang akrab dipanggil mbah Konah tampak bersemangat dan tidak memperlihatkan perasaan malu atau risih ketika diminta menceritakan perjalanan cintanya dengan Mat Jali.
"Sebelumnya, saya memang biasa-biasa saja ketika bertemu dengan Mat Jali. Namun akibat sering bertemu dan adanya perhatian besar dari Mat Jali, saya pun mulai mencintai dirinya," katanya.
Ditemani menantunya, Sukimah, nenek kelahiran 1928 itu bercerita, perasaan cinta Mat Jali dengan dirinya tidak diukur dari status umurnya tetapi kondisi kehidupan Sarkonah.
Mat Jali, yang saat ini menempati rumah dengan ukuran luas 3,5 meter kali 6,5 meter ini dipandang dirinya sebagai pasangan hidup untuk kedua kalinya.
Sekitar 20 tahun sebelumnya, mbak Konah pernah menikah dengan Yamin (almarhum) dan dikaruniai tiga putra, yaitu Mujiyo (57), Mujiman (54), dan Matoya alias Reban (50).
Ia mengaku sering memendam perasaan rindu jika sehari tidak bertemu dengan Mat Jali. Sehingga, sering kali tanpa ada perasaan sungkan, Konah pun menemui pacarnya yang bekerja mencari ikan di sungai.
"Kami berdua memang sering mencurahkan perasaan cinta itu di tepi sungai Gringsing layaknya pasangan muda yang sedang dimabuk asmara," kata nenek yang bekerja sebagai buruh tani itu.
Saat ini, kedua pasangan tersebut sudah resmi menjalani pernikahan secara sah karena telah menjalani ijab qobul di depan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gringsing pada 25 Oktober.
Namun, seusai melangsungkan pernikahan, Mat Jali kini sulit ditemui dan tidak pulang ke rumah istrinya. "Saya tidak tahu kemana suami pergi karena saat itu tidak pamit," katanya.
Sukimah (42), menantu nenek Sarkonah, mengatakan, untuk melangsungkan pernikahan ibu mertuanya itu, keluarganya terpaksa harus membiayai dengan gotong royong karena Mat Jali hanya mampu memberikan mas kawin sebesar Rp 30 ribu.
"Jujur saja, biaya untuk pernikahan ibu mertua, kami harus bergotong royong dan menjual sebuah cincin seharga Rp 250 ribu yang saat itu masih dipakai nenek," katanya.
Menurut Sukimah, pernikahan ibu mertuanya dengan Mat Jali hampir gagal karena saat petugas KUA datang ke rumahnya, Mat Jali bersembunyi di rumah tatangga.
"Saat akan dilangsungkan akad nikah Mat Jali sempat tidak ada di rumah sehingga warga pun ikut mencari dirinya. Mat Jali pun akhirnya bersedia dinikahkan setelah ditemukan warga di rumah seorang tetangga," katanya.
Menurut dia, kisah hubungan asmara ibu mertuanya dengan Mat Jali ini memang sempat membuat jengkel dan resah warga di Dukuh Dempet karena keduanya sudah tidak memandang kepatutan adat istiadat dan kesopanan.
"Semula hubungan asmara keduanya sempat akan dinikahkan siri oleh warga tetapi keluarga kami tidak setuju sehingga akhirnya dinikahkan secara hukum negara," katanya.
Turyati (50), tetangga Sarkonah, mengatakan, sebelum menjalani pernikahan resmi, kelakuan mbah Konah ini memang telah meresahkan warga yang ada di sekitar desanya. Karena perbuatan mbah Konah dan Mat Jali sudah seperti layaknya pasangan suami istri yang sah.
"Kedua pasangan nenek dan perjaka ini akhirnya dinikahkan setelah kepergok menjalani hubungan intim di bawah jembatan sungai. Keduanya memang sudah tidak ada perasaan malu atau kata orang Jawa ’ndablek’," katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Gringsing Sutiarso mengatakan, perasaan cinta yang dipendam nenek Sarkonah masih dalam batas kewajaran dan bisa saja menghinggapi semua manusia.
"Maka, dengan sudah dinikahkannya nenek Sarkonah dengan Mat Jali, warga pun sudah lega karena desa tidak dicemari oleh kelakuan pasangan itu," katanya.