Profesor Riset dan Astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin, gerah dengan rumor cuaca ekstrim yang beredar melalui SMS, mengatasnamakan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Setelah kemarin BMKG membantahnya, Thomas pun meluruskan gosip tersebut. Dalam tulisan blognya yang diposting hari ini, Thomas menegaskan bahwa tidak benar di bulan April matahari tengah mendekat atau tengah berada pada titik terdekatnya dengan Bumi.
"Informasi tersebut jelas menyesatkan," tegasnya. Thomas menjelaskan, orbit bumi mengitari matahari yang sedikit lonjong menyebabkan bumi mendekat dan menjauh dari matahari secara teratur. Jarak terdekat antara bumi ke matahari yaitu perhelion adalah 147 juta km, terjadi setiap awal Januari. Jarak terjauhnya, aphelion, pada jarak 152 juta km terjadi setiap awal Juli.
"Jadi, bulan April tidak ada fenomena jarak bumi ke matahari makin dekat. Dengan demikian informasi lainnya juga tidak benar. Kalau pun bumi berada pada jarak terdekat dengan matahari, radiasinya tidak signifikan variasinya. Jadi tidak ada dampak apa pun," terangnya.
Thomas menduga, mungkin ada pihak tak bertanggung jawab mengaitkannya dengan hawa lebih panas yang terjadi sekitar Maret hingga April. "Fenomena lebih panasnya suhu udara di sebagian besar kota di Indonesia pada Maret hingga April, tidak terkait dengan jarak bumi ke matahari," katanya.
Dijelaskan pula oleh Thomas, SMS menyesatkan semacam ini bukan pertama kalinya. Pada April tahun lalu, pernah beredar SMS yang tidak jelas sumbernya. Isinya mengabarkan bahwa akan terjadi kondisi di mana jarak matahari ke bumi semakin dekat dan radiasinya akan merusak kulit. Itu sebabnya, masyarakat diminta agar tidak mengenakan pakaian hitam. SMS yang isinya hampir sama itu rupanya tersebar lagi di bulan April tahun ini, bahkan sampai menyebutkan akan terjadi kenaikan suhu hingga empat derajat celcius.
"Data suhu rata-rata di beberapa kota memang menunjukkan dua puncak sekitar Maret hingga April dan juga September hingga Oktober. Hal itu terjadi karena faktor peralihan angin pada musim pancaroba," kata Thomas.
Saat musim peralihan, yaitu Maret-April-Mei dan September-Oktober-November, angin cenderung lemah dan bersifat lokal, sehingga tidak ada efek pendinginan. "Radiasi panas (inframerah) dari permukaan yang terpanasi relatif tidak tersebar. Efek panas perkotaan makin terasa pada musim peralihan ini," tutupnya
sumber:techno.okezone.com
Setelah kemarin BMKG membantahnya, Thomas pun meluruskan gosip tersebut. Dalam tulisan blognya yang diposting hari ini, Thomas menegaskan bahwa tidak benar di bulan April matahari tengah mendekat atau tengah berada pada titik terdekatnya dengan Bumi.
"Informasi tersebut jelas menyesatkan," tegasnya. Thomas menjelaskan, orbit bumi mengitari matahari yang sedikit lonjong menyebabkan bumi mendekat dan menjauh dari matahari secara teratur. Jarak terdekat antara bumi ke matahari yaitu perhelion adalah 147 juta km, terjadi setiap awal Januari. Jarak terjauhnya, aphelion, pada jarak 152 juta km terjadi setiap awal Juli.
"Jadi, bulan April tidak ada fenomena jarak bumi ke matahari makin dekat. Dengan demikian informasi lainnya juga tidak benar. Kalau pun bumi berada pada jarak terdekat dengan matahari, radiasinya tidak signifikan variasinya. Jadi tidak ada dampak apa pun," terangnya.
Thomas menduga, mungkin ada pihak tak bertanggung jawab mengaitkannya dengan hawa lebih panas yang terjadi sekitar Maret hingga April. "Fenomena lebih panasnya suhu udara di sebagian besar kota di Indonesia pada Maret hingga April, tidak terkait dengan jarak bumi ke matahari," katanya.
Dijelaskan pula oleh Thomas, SMS menyesatkan semacam ini bukan pertama kalinya. Pada April tahun lalu, pernah beredar SMS yang tidak jelas sumbernya. Isinya mengabarkan bahwa akan terjadi kondisi di mana jarak matahari ke bumi semakin dekat dan radiasinya akan merusak kulit. Itu sebabnya, masyarakat diminta agar tidak mengenakan pakaian hitam. SMS yang isinya hampir sama itu rupanya tersebar lagi di bulan April tahun ini, bahkan sampai menyebutkan akan terjadi kenaikan suhu hingga empat derajat celcius.
"Data suhu rata-rata di beberapa kota memang menunjukkan dua puncak sekitar Maret hingga April dan juga September hingga Oktober. Hal itu terjadi karena faktor peralihan angin pada musim pancaroba," kata Thomas.
Saat musim peralihan, yaitu Maret-April-Mei dan September-Oktober-November, angin cenderung lemah dan bersifat lokal, sehingga tidak ada efek pendinginan. "Radiasi panas (inframerah) dari permukaan yang terpanasi relatif tidak tersebar. Efek panas perkotaan makin terasa pada musim peralihan ini," tutupnya
sumber:techno.okezone.com