Jaksa menuntut Prita Mulyasari (32) dengan hukuman enam bulan penjara dikurangi masa tahanan yang telah dijalani. Ia pun dibebani biaya perkara Rp 1.000. Prita pun tersenyum saat mendengar tuntutan dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu (18/11), itu.
Prita adalah terdakwa perkara pidana dugaan pencemaran nama baik dokter Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra, Serpong, Tangerang Selatan. Ia sempat ditahan selama 21 hari.
Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Arthur Hangewa, jaksa Riyadi dan Rakhmawati, secara bergantian membacakan tuntutan. Prita dinyatakan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Dalam materi tuntutan setebal 53 halaman, terdapat dua hal yang memberatkan Prita. Pertama, perbuatan terdakwa menyebabkan pencemaran nama baik saksi korban sehingga tersebar secara meluas dan tidak terhapuskan sampai kapan pun. Kedua, tidak ada perdamaian antara terdakwa dan saksi korban, dokter Hengky Gozal dan dokter Grace Hilda Yarlen Nela.
”Kalaupun pernah ada inisiatif dari penjabat Wali Kota Tangerang Selatan untuk mendamaikan RS Omni dengan Prita, itu dilakukan di luar. Tidak masuk dalam persidangan,” kata Riyadi.
Hal yang meringankan, kata Riyadi, terdakwa berlaku sopan di persidangan, belum pernah dihukum, dan memiliki dua anak yang masih balita.
Prita, yang sejak awal menyimak isi materi tuntutan, seketika tersenyum saat mendengar kesimpulan yang dibacakan jaksa. ”Menjatuhkan pidana enam bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah supaya terdakwa segera ditahan,” papar Riyadi.
Hingga tuntutan selesai dibacakan, tidak tampak kesedihan di wajah Prita. Ia pun dengan tenang menjawab pertanyaan ketua majelis hakim. ”Apakah saudara mengerti materi tuntutan yang dibacakan jaksa?”
”Mengerti, pak hakim yang mulia,” jawab Prita sambil mengangguk-angguk.
Tidak ditahan
Arthur lalu melanjutkan, ”Kalau begitu, saudara tetap tidak ditahan. Akan tetapi, saudara harus datang setiap kali dipanggil untuk menghadiri persidangan,” kata Arthur.
Senyum Prita masih terus tampak hingga persidangan usai. Saat ditanya Kompas, mengapa Prita tersenyum saat jaksa membacakan tuntutan hukuman enam bulan penjara? Ia mengatakan, ”Saya yakin Tuhan tidak tidur. Pasti selalu ada jalan keluar untuk keadilan,” kata Prita.
Saat ditanya apakah Prita siap untuk menjalani hukuman selama kurang dari enam bulan seperti yang dituntut jaksa? Prita menyatakan tak siap mendekam di penjara lagi. ”Saya berharap tidak dipenjara lagi. Sebab, selama 21 hari saja saya di kurungan, serasa berada 21 tahun di penjara.”
Menanggapi tuntutan jaksa, Andri Nugroho, suami Prita, menyerahkan penyelesaian perkara itu seadil-adilnya. ”Sekarang masyarakat kita sudah mengerti hukum. Jika ada ketidakadilan, pasti masyarakat akan menuntut keadilan itu.”
Slamet Yuwono, penasihat hukum Prita, menyatakan, jaksa memaksakan perkara kliennya menjadi tindakan pidana.
Prita adalah terdakwa perkara pidana dugaan pencemaran nama baik dokter Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra, Serpong, Tangerang Selatan. Ia sempat ditahan selama 21 hari.
Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Arthur Hangewa, jaksa Riyadi dan Rakhmawati, secara bergantian membacakan tuntutan. Prita dinyatakan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Dalam materi tuntutan setebal 53 halaman, terdapat dua hal yang memberatkan Prita. Pertama, perbuatan terdakwa menyebabkan pencemaran nama baik saksi korban sehingga tersebar secara meluas dan tidak terhapuskan sampai kapan pun. Kedua, tidak ada perdamaian antara terdakwa dan saksi korban, dokter Hengky Gozal dan dokter Grace Hilda Yarlen Nela.
”Kalaupun pernah ada inisiatif dari penjabat Wali Kota Tangerang Selatan untuk mendamaikan RS Omni dengan Prita, itu dilakukan di luar. Tidak masuk dalam persidangan,” kata Riyadi.
Hal yang meringankan, kata Riyadi, terdakwa berlaku sopan di persidangan, belum pernah dihukum, dan memiliki dua anak yang masih balita.
Prita, yang sejak awal menyimak isi materi tuntutan, seketika tersenyum saat mendengar kesimpulan yang dibacakan jaksa. ”Menjatuhkan pidana enam bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah supaya terdakwa segera ditahan,” papar Riyadi.
Hingga tuntutan selesai dibacakan, tidak tampak kesedihan di wajah Prita. Ia pun dengan tenang menjawab pertanyaan ketua majelis hakim. ”Apakah saudara mengerti materi tuntutan yang dibacakan jaksa?”
”Mengerti, pak hakim yang mulia,” jawab Prita sambil mengangguk-angguk.
Tidak ditahan
Arthur lalu melanjutkan, ”Kalau begitu, saudara tetap tidak ditahan. Akan tetapi, saudara harus datang setiap kali dipanggil untuk menghadiri persidangan,” kata Arthur.
Senyum Prita masih terus tampak hingga persidangan usai. Saat ditanya Kompas, mengapa Prita tersenyum saat jaksa membacakan tuntutan hukuman enam bulan penjara? Ia mengatakan, ”Saya yakin Tuhan tidak tidur. Pasti selalu ada jalan keluar untuk keadilan,” kata Prita.
Saat ditanya apakah Prita siap untuk menjalani hukuman selama kurang dari enam bulan seperti yang dituntut jaksa? Prita menyatakan tak siap mendekam di penjara lagi. ”Saya berharap tidak dipenjara lagi. Sebab, selama 21 hari saja saya di kurungan, serasa berada 21 tahun di penjara.”
Menanggapi tuntutan jaksa, Andri Nugroho, suami Prita, menyerahkan penyelesaian perkara itu seadil-adilnya. ”Sekarang masyarakat kita sudah mengerti hukum. Jika ada ketidakadilan, pasti masyarakat akan menuntut keadilan itu.”
Slamet Yuwono, penasihat hukum Prita, menyatakan, jaksa memaksakan perkara kliennya menjadi tindakan pidana.