Anggaran negara yang disediakan untuk membiayai pembahasan satu rancangan undang-undang (RUU) di DPR semakin besar. Biayanya mencapai Rp 5,8 miliar. Anggaran itu membengkak sepuluh kali lipat jika dibandingkan dengan lima tahun lalu yang hanya Rp 560 juta.
”Itu biaya keseluruhan, mulai pembahasan awal sampai paripurna,” kata Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Ignatius Mulyono di gedung parlemen, Senayan, kemarin (10/11).
Menurut Ignatius, anggaran Rp 5,8 miliar itu digunakan untuk RUU baru. Untuk revisi UU, anggarannya disesuaikan dengan kebutuhan. Dia juga menambahkan bahwa anggaran Rp 5,8 miliar tersebut berlaku baik untuk RUU usul inisiatif DPR maupun pemerintah.
”Kalau RUU dari DPR, anggarannya dikelola DPR. Begitu juga bila RUU dari pemerintah, yang mengelola anggaran adalah pemerintah,” kata legislator dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) itu. Sistem tersebut menghindari anggaran ganda. Anggota DPR yang terlibat pembahasan suatu RUU mendapat fee Rp 5 juta.
Ignatius mengungkapkan, sejak 1 November sampai 13 November Baleg membuka ruang untuk menerima usul soal RUU dari seluruh fraksi dan komisi di DPR serta masyarakat luas. ”Tapi, dari fraksi dan komisi belum ada yang masuk. Kami masih menunggu,” ujarnya.
Pada 19 November, Baleg mengagendakan raker dengan Menkum HAM Patrialis Akbar. Baleg akan mendengar usul RUU dari pemerintah. Targetnya 29 November, semua RUU yang masuk prolegnas sudah dibahas Baleg. ”Mudah-mudahan sudah bisa diparipurnakan 4 Desember,” kata Ignatius.
Dia optimistis proses legislasi akan semakin baik. Selain ditunjang anggaran yang memadai, secara teknis ada kemajuan. Misalnya, jumlah anggota pansus maksimal 30 orang dan setiap anggota dewan hanya boleh merangkap paling banyak tiga RUU.
Mantan Wakil Ketua Baleg DPR periode 2004- 2009 Ferry Mursyidan Baldan menungkapkan, anggaran pembahasan RUU Rp 5,8 miliar itu memang besar. Dia membandingkan dengan pembahasan RUU Pemerintahan Aceh yang dipimpinnya pada 2006 sebesar Rp 835 juta. Peningkatan anggaran tersebut harus diikuti adanya batas waktu pembahasan. “Setiap RUU selesai paling lama setahun,” katanya.
Anggaran negara yang disediakan untuk membiayai pembahasan satu rancangan undang-undang (RUU) di DPR semakin besar. Biayanya mencapai Rp 5,8 miliar. Anggaran itu membengkak sepuluh kali lipat jika dibandingkan dengan lima tahun lalu yang hanya Rp 560 juta.
”Itu biaya keseluruhan, mulai pembahasan awal sampai paripurna,” kata Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Ignatius Mulyono di gedung parlemen, Senayan, kemarin (10/11).
Menurut Ignatius, anggaran Rp 5,8 miliar itu digunakan untuk RUU baru. Untuk revisi UU, anggarannya disesuaikan dengan kebutuhan. Dia juga menambahkan bahwa anggaran Rp 5,8 miliar tersebut berlaku baik untuk RUU usul inisiatif DPR maupun pemerintah.
”Kalau RUU dari DPR, anggarannya dikelola DPR. Begitu juga bila RUU dari pemerintah, yang mengelola anggaran adalah pemerintah,” kata legislator dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) itu. Sistem tersebut menghindari anggaran ganda. Anggota DPR yang terlibat pembahasan suatu RUU mendapat fee Rp 5 juta.
Ignatius mengungkapkan, sejak 1 November sampai 13 November Baleg membuka ruang untuk menerima usul soal RUU dari seluruh fraksi dan komisi di DPR serta masyarakat luas. ”Tapi, dari fraksi dan komisi belum ada yang masuk. Kami masih menunggu,” ujarnya.
Pada 19 November, Baleg mengagendakan raker dengan Menkum HAM Patrialis Akbar. Baleg akan mendengar usul RUU dari pemerintah. Targetnya 29 November, semua RUU yang masuk prolegnas sudah dibahas Baleg. ”Mudah-mudahan sudah bisa diparipurnakan 4 Desember,” kata Ignatius.
Dia optimistis proses legislasi akan semakin baik. Selain ditunjang anggaran yang memadai, secara teknis ada kemajuan. Misalnya, jumlah anggota pansus maksimal 30 orang dan setiap anggota dewan hanya boleh merangkap paling banyak tiga RUU.
Mantan Wakil Ketua Baleg DPR periode 2004- 2009 Ferry Mursyidan Baldan menungkapkan, anggaran pembahasan RUU Rp 5,8 miliar itu memang besar. Dia membandingkan dengan pembahasan RUU Pemerintahan Aceh yang dipimpinnya pada 2006 sebesar Rp 835 juta. Peningkatan anggaran tersebut harus diikuti adanya batas waktu pembahasan. “Setiap RUU selesai paling lama setahun,” katanya. (Jawapos)