Aparat hukum Malaysia tengah resah dengan "profesi baru" yang melanda kaum lelaki di Negeri Jiran itu. Sebagian dari mereka kini ada yang menjajakan diri sebagai "suami sewaan."
Meski secara hukum tidak lagi berstatus bujang, beberapa diantara mereka tidak tahu identitas istri masing-masing, yang ternyata warga negara asing. Para perempuan asing itu ternyata memanfaatkan status kewarganegaraan pria Malaysia yang mereka nikahi untuk melanggar peraturan imigrasi.
Demikian ungkap pejabat tinggi Imigrasi Malaysia, seperti yang diberitakan di laman harian The New Straits Times, Selasa 23 Maret 2010. Berdasarkan penyelidikan, para pria yang ketahuan menjadi suami sewaan itu rata-rata menerima upah lima ribu ringgit (sekitar lebih dari Rp 13 juta).
Direktur Jenderal Departemen Imigrasi Malaysia, Abdul Rahman Othman, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendeteksi perempuan-perempuan asing yang memanfaatkan pria Malaysia sebagai suami sewaan agar mereka bisa leluasa tinggal di negeri itu tanpa harus repot-repot mengurus perpanjangan izin (visa) tinggal dan kerja.
Rahman menambahkan, tidak berlebihan bila dikatakan setiap 25 pernikahan antara perempuan asing dengan pria lokal Malaysia, hanya satu pernikahan yang benar-benar murni. "Dalam sebuah pemeriksaan mendadak, perempuan-perempuan asing itu menunjukkan kepada petugas dokumen yang membuktikan bahwa mereka menikah dengan pria lokal," kata Rahman.
"Pemeriksaan mengungkap bahwa mereka tidak tahu apa-apa mengenai suami mereka, dan bahkan suami mereka tidak bisa mengingat nama istri-istri mereka," lanjut Rahman kepada The New Straits Times.
"Hanya ada satu kasus di mana suami dari seorang perempuan warga asing datang ke tempat karaoke untuk menjemput istri mereka dan mengklaim bahwa dia memang istrinya," kata Rahman. Dia menambahkan bahwa hukum imigrasi tidak bisa digunakan untuk menggugat suami-suami sewaan itu maupun istri mereka karena pernikahan tersebut dianggap legal.
Kasus semacam ini marak terjadi di negara-negara bagian Malaysia, terutama di Perak, Johor, dan Penang. Kebanyakan dari perempuan asing tersebut, kata Rahman, bekerja di dunia prostitusi.
"Mereka bisa meraup penghasilan hingga 20.000 ringgit per bulan, melayani 10 pelanggan per hari dan sedikitnya mendapat 100 ringgit dari masing-masing pelanggan," terang Rahman.
Rahman mengatakan, di bawah prosedur imigrasi, seorang warga asing yang menikah dengan warga lokal akan mendapat tiga bulan izin tinggal di Malaysia sebelum diperbolehkan mendapat visa enam bulan.
Bila memenuhi syarat, departemen imigrasi akan mengeluarkan izin tinggal tahunan selama lima tahun sebelum mengizinkan warga asing tersebut tinggal di Malaysia tanpa harus keluar masuk negeri itu.
Meski secara hukum tidak lagi berstatus bujang, beberapa diantara mereka tidak tahu identitas istri masing-masing, yang ternyata warga negara asing. Para perempuan asing itu ternyata memanfaatkan status kewarganegaraan pria Malaysia yang mereka nikahi untuk melanggar peraturan imigrasi.
Demikian ungkap pejabat tinggi Imigrasi Malaysia, seperti yang diberitakan di laman harian The New Straits Times, Selasa 23 Maret 2010. Berdasarkan penyelidikan, para pria yang ketahuan menjadi suami sewaan itu rata-rata menerima upah lima ribu ringgit (sekitar lebih dari Rp 13 juta).
Direktur Jenderal Departemen Imigrasi Malaysia, Abdul Rahman Othman, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendeteksi perempuan-perempuan asing yang memanfaatkan pria Malaysia sebagai suami sewaan agar mereka bisa leluasa tinggal di negeri itu tanpa harus repot-repot mengurus perpanjangan izin (visa) tinggal dan kerja.
Rahman menambahkan, tidak berlebihan bila dikatakan setiap 25 pernikahan antara perempuan asing dengan pria lokal Malaysia, hanya satu pernikahan yang benar-benar murni. "Dalam sebuah pemeriksaan mendadak, perempuan-perempuan asing itu menunjukkan kepada petugas dokumen yang membuktikan bahwa mereka menikah dengan pria lokal," kata Rahman.
"Pemeriksaan mengungkap bahwa mereka tidak tahu apa-apa mengenai suami mereka, dan bahkan suami mereka tidak bisa mengingat nama istri-istri mereka," lanjut Rahman kepada The New Straits Times.
"Hanya ada satu kasus di mana suami dari seorang perempuan warga asing datang ke tempat karaoke untuk menjemput istri mereka dan mengklaim bahwa dia memang istrinya," kata Rahman. Dia menambahkan bahwa hukum imigrasi tidak bisa digunakan untuk menggugat suami-suami sewaan itu maupun istri mereka karena pernikahan tersebut dianggap legal.
Kasus semacam ini marak terjadi di negara-negara bagian Malaysia, terutama di Perak, Johor, dan Penang. Kebanyakan dari perempuan asing tersebut, kata Rahman, bekerja di dunia prostitusi.
"Mereka bisa meraup penghasilan hingga 20.000 ringgit per bulan, melayani 10 pelanggan per hari dan sedikitnya mendapat 100 ringgit dari masing-masing pelanggan," terang Rahman.
Rahman mengatakan, di bawah prosedur imigrasi, seorang warga asing yang menikah dengan warga lokal akan mendapat tiga bulan izin tinggal di Malaysia sebelum diperbolehkan mendapat visa enam bulan.
Bila memenuhi syarat, departemen imigrasi akan mengeluarkan izin tinggal tahunan selama lima tahun sebelum mengizinkan warga asing tersebut tinggal di Malaysia tanpa harus keluar masuk negeri itu.