Toni Sumaryadi, warga Kota Bogor, Jawa Barat, yang berprofesi sebagai pemungut sampah, bersaksi dalam sidang kasus korupsi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah di Pengadilan Negeri Serang, Banten, Selasa.
Di depan majelis hakim sidang kasus korupsi senilai Rp212 miliar itu, Toni mengaku pernah datang ke BRI Syariah Serang bersama warga desanya dengan menggunakan dua unit bus. "Saya datang ke Bank Syariah itu disuruh tanda tangan dan mendapatkan uang sebesar Rp150 ribu," kata Toni.
Setelah tanda tangan, Toni dan warga desa lainnya diajak jalan-jalan dan diberi uang saku Rp150 ribu per orang.
Ketika dikonfirmasi mengenai tanda tangan yang ada dalam lima formulir permohonan kredit bernilai ratusan juta rupiah, Toni tidak mengelak bahwa itu adalah tandatangannya. "Benar pak, itu tanda tangan saya, tapi saya tidak tahu apa-apa, karena saya tanda tangan itu supaya dapat uang Rp150 ribu, sesuai perjanjian," katanya.
Saksi lain, Rukman, mengatakan bahwa ia berangkat ke Serang setelah diiming-imingi akan diajak jalan-jalan dan diberi uang saku Rp150 ribu. "Kalau saya mau saja jika diajak jalan-jalan dan diberi uang saku Rp150 ribu. Saya juga sebelum diberi uang tanda tangan dulu di Bank Serang," kata Rukman yang berprofesi sebagai pengrajin lemari.
Usai mendengarkan penuturan dua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), majelis hakim memutuskan untuk menutup sidang dan akan melanjutkannya pekan depan dengan agenda masih dalam pemeriksaan saksi dari JPU. Usai sidang, jaksa penuntut umum Alfred mengatakan, berdasarkan penuturan kedua saksi, semakin terkuak mengenai adanya permohonan kredit fiktif dengan memanfaatkan Toni dan rekan sedesanya.
Terdakwa Asri Uliya pimpinan BRI Syariah Serang dan Dedih Wijaya Acount Officer (AO) bank itu dituduh bersalah mencairkan kredit senilai Rp212 miliar melalui permohonan fiktif kepada Direktur Utama PT Javana Artha Buana (JAB) Muhammad Sugirus dan Direktur Utama PT Nagari Jaya Sentosa (NJS) Amir Abdullah.
Pencairan kredit bermula dari kerja sama BRI Syariah Cabang Serang dengan PT Nagari Jaya Sentosa dan PT Javana Artha Buana untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepemilikan kios di Plaza Nagari Minang, Pasar Baru Bantar Gebang dan perumahan Alea Cilandak Town House.
Berdasarkan perjanjian, kedua perusahaan berkewajiban mencari calon nasabah yang akan mendapatkan fasilitas kredit BRI. Keduanya juga bertindak sebagai penjamin atas pembiayaan itu. Kedua perusahaan kemudian membuat permohonan kredit fiktif dengan memperalat 438 calon nasabah.
Kedua perusahaan ternyata menggunakan uang itu untuk membeli tanah seluas 13 hektar di Cilegon dan membangun kios di Pasar Kapasan. Akibat perbuatannya itu, kredit BRI akhirnya macet. Uang senilai Rp226 miliar tersebut digelontorkan BRI syariah Serang dalam kurun waktu Maret 2006 hingga Juni 2007. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp212.575.400.000, atau setidak-tidaknya Rp168.923.346.854.
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/103035/tukang_sampah_jadi_saksi_korupsi_rp_212_miliar
Di depan majelis hakim sidang kasus korupsi senilai Rp212 miliar itu, Toni mengaku pernah datang ke BRI Syariah Serang bersama warga desanya dengan menggunakan dua unit bus. "Saya datang ke Bank Syariah itu disuruh tanda tangan dan mendapatkan uang sebesar Rp150 ribu," kata Toni.
Setelah tanda tangan, Toni dan warga desa lainnya diajak jalan-jalan dan diberi uang saku Rp150 ribu per orang.
Ketika dikonfirmasi mengenai tanda tangan yang ada dalam lima formulir permohonan kredit bernilai ratusan juta rupiah, Toni tidak mengelak bahwa itu adalah tandatangannya. "Benar pak, itu tanda tangan saya, tapi saya tidak tahu apa-apa, karena saya tanda tangan itu supaya dapat uang Rp150 ribu, sesuai perjanjian," katanya.
Saksi lain, Rukman, mengatakan bahwa ia berangkat ke Serang setelah diiming-imingi akan diajak jalan-jalan dan diberi uang saku Rp150 ribu. "Kalau saya mau saja jika diajak jalan-jalan dan diberi uang saku Rp150 ribu. Saya juga sebelum diberi uang tanda tangan dulu di Bank Serang," kata Rukman yang berprofesi sebagai pengrajin lemari.
Usai mendengarkan penuturan dua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), majelis hakim memutuskan untuk menutup sidang dan akan melanjutkannya pekan depan dengan agenda masih dalam pemeriksaan saksi dari JPU. Usai sidang, jaksa penuntut umum Alfred mengatakan, berdasarkan penuturan kedua saksi, semakin terkuak mengenai adanya permohonan kredit fiktif dengan memanfaatkan Toni dan rekan sedesanya.
Terdakwa Asri Uliya pimpinan BRI Syariah Serang dan Dedih Wijaya Acount Officer (AO) bank itu dituduh bersalah mencairkan kredit senilai Rp212 miliar melalui permohonan fiktif kepada Direktur Utama PT Javana Artha Buana (JAB) Muhammad Sugirus dan Direktur Utama PT Nagari Jaya Sentosa (NJS) Amir Abdullah.
Pencairan kredit bermula dari kerja sama BRI Syariah Cabang Serang dengan PT Nagari Jaya Sentosa dan PT Javana Artha Buana untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepemilikan kios di Plaza Nagari Minang, Pasar Baru Bantar Gebang dan perumahan Alea Cilandak Town House.
Berdasarkan perjanjian, kedua perusahaan berkewajiban mencari calon nasabah yang akan mendapatkan fasilitas kredit BRI. Keduanya juga bertindak sebagai penjamin atas pembiayaan itu. Kedua perusahaan kemudian membuat permohonan kredit fiktif dengan memperalat 438 calon nasabah.
Kedua perusahaan ternyata menggunakan uang itu untuk membeli tanah seluas 13 hektar di Cilegon dan membangun kios di Pasar Kapasan. Akibat perbuatannya itu, kredit BRI akhirnya macet. Uang senilai Rp226 miliar tersebut digelontorkan BRI syariah Serang dalam kurun waktu Maret 2006 hingga Juni 2007. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp212.575.400.000, atau setidak-tidaknya Rp168.923.346.854.
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/103035/tukang_sampah_jadi_saksi_korupsi_rp_212_miliar