Adanya siswi SMP negeri di Tambora yang menjajakan diri di lokasi prostitusi ini dipergoki oleh guru sekolah bersangkutan. Beberapa waktu lalu, sang guru mengikuti razia wanita pekerja seks komersial (PSK) di Sunter, Jakarta Utara. Razia ini dilakukan aparat Tramtib Pemprov DKI.
Sang guru terkejut ketika salah satu wanita malam yang terjaring razia adalah anak didiknya yang duduk di kelas dua. Si murid mengaku dirinya telah enam bulan menjajakan diri. Dia juga mengatakan ada 19 rekannya yang juga terjun ke dunia malam dan mangkal di lokasi prostitusi liar Kalijodo di perbatasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara atau tak jauh dari sekolah mereka.
Sekjen Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menduga para siswi tersebut korban sindikat perdagangan manusia. Mereka dibujuk sedemikian rupa agar mau terjun ke dunia malam. Arist mendesak polisi mengusut tuntas kasus ini.
Punya uang
Gayung bersambut. Si siswi merangkap PSK tersebut bersedia menyalurkan kawan-kawannya. Dia menghubungi pengelola sebuah warung sekaligus tempat penginapan sederhana di Kalijodo. Tak lama kemudian, hampir tiap malam, ke-19 siswi SMP tersebut mangkal di Kalijodo.
Informasi yang dihimpun Warta Kota menyebutkan, sejauh ini pihak sekolah belum memberikan sanksi terhadap ke-20 siswi itu. Namun, saat pembagian rapor, akhir pekan lalu, orangtua ke-20 siswi tersebut diminta menjaga putrinya lebih ketat. Imbauan serupa juga disampaikan kepada para orangtua murid lainnya.
In, orangtua murid SMP tersebut, mengatakan awalnya dia tidak percaya ada siswi sekolah tersebut yang menjajakan diri di lokasi prostitusi. Setelah bertanya ke sana kemari, In percaya bahwa ada siswi sekolah tersebut yang menjual diri. ”Kami diminta untuk menjaga putri kami agar tidak terjerumus dalam dunia hitam. Sebab sudah ada 20 pelajar yang terjerumus,” katanya, Jumat (26/12).
Geger
Kabar tentang 20 siswi yang nyambi jadi wanita penghibur ini menggegerkan masyarakat yang tinggal di dekat SMP negeri tersebut. AG, warga Jembatanbesi, Tambora, mengatakan bahwa kabar tentang 20 siswi SMP yang menjajakan diri di lokasi pelacuran bukanlah kabar bohong. ”Saya tahu dari guru yang ikut dalam razia itu,” katanya, kemarin. AG menambahkan, ”Menurut guru tersebut, razia dilakukan di Sunter, Jakarta Utara. Salah satu PSK yang tertangkap adalah siswi sekolah ini.”
Hingga kemarin Warta Kota belum mendapat penjelasan dari pihak sekolah bersangkutan. Kemarin siang, ketika mendatangi sekolah tersebut, Warta Kota tak menjumpai kepala sekolah maupun guru. ”Sekolah libur sampai 4 Januari. Sekolah mulai lagi tanggal 5 Januari,” kata Rika, orangtua murid sekolah itu.
Sementara itu, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestro Jakarta Barat AKP Sri Lestari mengaku belum mengetahui adanya kasus siswi sebuah SMP di Tambora yang menjajakan diri di Kalijodo maupun Sunter. ”Saya prihatin dengan kejadian ini. Saya akan mengecek kebenarannya,” katanya, kemarin.
Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Sukesti Martono juga mengaku belum mengetahui kasus tersebut. ”Saya akan pastikan dulu kebenarannya. Kalau bisa jangan disebarluaskan dulu,” katanya, kemarin.
Peran orangtua
Sekjen Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menduga para siswi sebuah SMP negeri di Tambora tersebut merupakan korban sindikat perdagangan manusia. ”Saya menduga ini ada sindikatnya, mereka terus merekrut remaja hingga jumlahnya banyak seperti itu,” ujarnya ketika dihubungi semalam.
Arist juga mengatakan, dari sisi kejiwaan, remaja sangat labil dan mudah dipengaruhi, termasuk dipengaruhi untuk berbuat di luar norma kesusilaan. Kaum remaja semakin mudah terpengaruh jika diiming-imingi hadiah berupa handphone dan uang. ”Mereka itu belum mengerti benar apa yang mereka lakukan, sehingga keperawanan tidak lebih mahal dari sebuah handphone. Terjadinya situasi ini juga pengaruh konsumerisme di kalangan remaja,” kata Arist.
Menurut Arist, usia remaja bukanlah usia yang harus terbebani dengan problem mendapatkan uang untuk hidup. Namun akibat konsumerisme maupun hedonisme, banyak remaja yang kini termotivasi mendapatkan uang dan barang yang lebih baik dari teman-temannya. Di sisi lain, sang orangtua tidak mau ataupun tidak mampu memenuhi tuntutan gaya hidup anaknya.
Menghadapi anak usia remaja, kata Arist, orangtua harus memberikan perhatian lebih dan mendampingi anaknya dalam menghadapi konsumerisme. Para orangtua juga harus curiga ketika sang anak berubah gaya hidupnya, misalnya pulang malam atau punya banyak uang tanpa asal yang jelas.”Mungkin juga si anak ganti-ganti HP dan tidak lagi meminta uang jajan. Ini harus mendapat perhatian orangtua. Sesibuk apa pun orangtua, harus ada komunikasi dengan anak,” kata Arist. (tos/sab)