Serangan 11 September 2001 dikabarkan bukan satu-satunya langkah Osama bin Laden melumpuhkan Amerika Serikat.
Seperti dimuat laman Telegraph, bos jaringan teroris Al Qaeda itu nyaris membunuh mantan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton pada 1996.
Clinton jadi target teror saat mengunjungi Manila, Filipina untuk menghadiri forum Asia Pasific Economic Cooperation (APEC).
Untungnya, Clinton berhasil lolos, sebelum mobil yang ditumpanginya melintasi sebuah jembatan di Manila, yang sudah dipasangi bom.
Saat itu Clinton berencana mengunjungi seorang tokoh politik lokal Filipina, rute perjalananya melintasi jembatan tersebut.
Clinton urung terbunuh saat pengawal presiden menerima informasi dari agen intelijen bahwa ada informasi dari jaringan teror yang terlacak.
Transmisi jaringan teror yang tertangkap kata 'jembatan' dan 'pengantin' - kode jaringan teroris untuk pembunuhan. Dalam pesan itu, juga mengungkap bahwa teror akan dilakukan sebentar lagi.
Berdasarkan informasi itu, secara cepat dan mendadak, rute iring-iringan Clinton langsung dialihkan.
Informasi intelijen itu terbukti, agen Amerika menemukan bom yang terpasang di bawah jembatan.
Penyelidikan kasus tersebut menemukan bahwa otak rencana pembunuhan Clinton adalah teroris asal Arab Saudi, Osama bin Laden yang saat itu tinggal di Afganistan.
Meski anggota Al Qaeda mengaku menjadikan Clinton target di era 1990-an, tak ada bukti bahwa pimpinan Al Qaeda terlibat, atau bahwa benar bahwa Clinton berhasil diselamatkan pada menit-menit terakhir.
Cerita soal rencana pembunuhan Clinton diungkap dalam buku 'In The Death of Amerikan Virtue' karangan Ken Gormley, seorang profesor hukum AS.
Dia mengaku mendapatkan informasi yang tak pernah dipublikasikan itu dari Louis Merletti, mantan Direktur Secret Service, pasukan pengawal presiden AS.
"Ini masih jadi rahasia besar yang hanya diketahui orang-orang tertentu di Secret Service," kata Gormley.
Saat itu, memang ada media yang memberitakan ada penemuan dua bom, di bandara Manila dan jalan menuju lokasi pertemuan APEC.
Namun, informasi yang beredar saat itu bom tersebut terkait pemberontak komunis di Filipina, ketimbang spekulasi bom itu ditujukan pada Bill Clinton.
Sementara, juru bicara Secret Service menolak berkomentar soal spekulasi dalam buku Gomley.
Berdasarkan informasi Gormley, pengamat mempertanyakan mengapa pemerintahan Clinton menyembunyikan kasus percobaan pembunuhan itu, bukankah itu alasan kuat mengarahkan misil ke markas Al Qaeda di Afganistan.
Di sisi lain, kasus percobaan serangan teror pada presiden AS -yang nyaris sukses- memperkuat anggapan bahwa pemerintahan Bush tak mampu mengantisipasi serangan 11 September 2001.
Seperti dimuat laman Telegraph, bos jaringan teroris Al Qaeda itu nyaris membunuh mantan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton pada 1996.
Clinton jadi target teror saat mengunjungi Manila, Filipina untuk menghadiri forum Asia Pasific Economic Cooperation (APEC).
Untungnya, Clinton berhasil lolos, sebelum mobil yang ditumpanginya melintasi sebuah jembatan di Manila, yang sudah dipasangi bom.
Saat itu Clinton berencana mengunjungi seorang tokoh politik lokal Filipina, rute perjalananya melintasi jembatan tersebut.
Clinton urung terbunuh saat pengawal presiden menerima informasi dari agen intelijen bahwa ada informasi dari jaringan teror yang terlacak.
Transmisi jaringan teror yang tertangkap kata 'jembatan' dan 'pengantin' - kode jaringan teroris untuk pembunuhan. Dalam pesan itu, juga mengungkap bahwa teror akan dilakukan sebentar lagi.
Berdasarkan informasi itu, secara cepat dan mendadak, rute iring-iringan Clinton langsung dialihkan.
Informasi intelijen itu terbukti, agen Amerika menemukan bom yang terpasang di bawah jembatan.
Penyelidikan kasus tersebut menemukan bahwa otak rencana pembunuhan Clinton adalah teroris asal Arab Saudi, Osama bin Laden yang saat itu tinggal di Afganistan.
Meski anggota Al Qaeda mengaku menjadikan Clinton target di era 1990-an, tak ada bukti bahwa pimpinan Al Qaeda terlibat, atau bahwa benar bahwa Clinton berhasil diselamatkan pada menit-menit terakhir.
Cerita soal rencana pembunuhan Clinton diungkap dalam buku 'In The Death of Amerikan Virtue' karangan Ken Gormley, seorang profesor hukum AS.
Dia mengaku mendapatkan informasi yang tak pernah dipublikasikan itu dari Louis Merletti, mantan Direktur Secret Service, pasukan pengawal presiden AS.
"Ini masih jadi rahasia besar yang hanya diketahui orang-orang tertentu di Secret Service," kata Gormley.
Saat itu, memang ada media yang memberitakan ada penemuan dua bom, di bandara Manila dan jalan menuju lokasi pertemuan APEC.
Namun, informasi yang beredar saat itu bom tersebut terkait pemberontak komunis di Filipina, ketimbang spekulasi bom itu ditujukan pada Bill Clinton.
Sementara, juru bicara Secret Service menolak berkomentar soal spekulasi dalam buku Gomley.
Berdasarkan informasi Gormley, pengamat mempertanyakan mengapa pemerintahan Clinton menyembunyikan kasus percobaan pembunuhan itu, bukankah itu alasan kuat mengarahkan misil ke markas Al Qaeda di Afganistan.
Di sisi lain, kasus percobaan serangan teror pada presiden AS -yang nyaris sukses- memperkuat anggapan bahwa pemerintahan Bush tak mampu mengantisipasi serangan 11 September 2001.