Pendapatan total industri pornografi sedunia bukan main-main. Pada tahun 2006 saja industri pornografi sedunia mencapai 97,6 miliar dolar AS.
Sederet pertanyaan pasti akan segera muncul. Kenapa bangsa manusia menghasilkan orang-orang yang justru menghasilkan pornogragfi? Kenapa pedofiilia meningkat? Kenapa 80 persen isi chatting anak-anak muda berkonotasi seksual?
Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono di Jakarta, jumlah pendapatan industri pronografi sedunia yang sedemikian besar itu tentu merupakan hasil dari bisnis produk industri pornografi yang dilakukan secara massif.
Melihat makin masifnya pornografi dalam kehidupan masyarakat, Meutia sangat mengharapkan kalangan orangtua lebih memperhatikan perkembangan anak-anaknya dan melindungi mereka dari pornografi.
Total pendapatan industri pornografi tersebut, menurut pantauan toptenreviews.com lebih besar dibandingkan total pendapatan delapan perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia seperti Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo, Apple, Netflik dan EarthLink.
Asia adalah pasar baru potensial yang raksasa. Dari 10 peringkat dunia negara pengakses pornografi, Indonesia berada pada urutan atau nomor ketujuh. Pada tahun 2006, tercatat berkembangnya 100.000 situs yang bermaterikan pornografi anak (usia 18 tahun ke bawah). Diperhatikan dari isi pembicaraannya, 89 persen chatting anak-anak muda berkonotasi seksual.
Rata-rata usia termuda anak-anak pengakses pornografi adalah 11 tahun (setara dengan anak kelas 4-5 SD). Di antara usia 15-17 tahun, 80 persennya telah terbiasa mengakses materi pornografi hardcore (materi yang menggambarkan adegan hubungan intim dengan memperlihatkan alat vital).
Menurut Meutia Hatta, hal penting yang harus menjadi perhatian keluarga serta lingkungan ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa 90 persen akses pornografi dilakukan pada saat belajar atau mengerjakan tugas bersama.
Secara khusus berkenaan pornografi di kalangan remaja, lebih dari 500 video porno telah beredar, 90 persen dibuat dan dilakukan oleh para remaja Indonesia. Remaja tersebut masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Bahkan yang lebih memprihatinkan semakin hari cenderung pelaku atau korban bugil pornografi adalah pelajar SMP.
Yang perlu diwaspadai ialah fenomena kekerasan pada masa berpacaran di kalangan remaja. Suatu survei yang sedang dilakukan pada remaja puteri yang akan melibatkan 3.000 responden remaja, sebanyak 957 yang sudah terjaring mengaku mengalami kekerasan dalam masa pacaran yang menjurus ke arah kekerasan seksual. Secara estimasi hal ini menunjukkan bahwa satu dari lima remaja puteri di Indonesia tengah mengalami kekerasan dalam masa berpacaran (dating violence).
Meutia Hatta memaparkan, dating violence banyak terjadi pada remaja yang terjebak pada kecanduan pornografi, yang akhirnya menstimulasi mereka untuk melakukan pemaksaan atau jebakan seksual pada remaja puteri agar mau berhubungan intim, papar Meutia Hatta.
Sebagian besar orang tua di Indonesia tidak mengetahui bahwa anak-anak mereka telah mengalami dating violence semasa SMP-SMA. Mereka baru bereaksi ketika keadaan sudah sangat buruk (hamil, aborsi, perkosaan). Ini dikarenakan dalam kultur budaya di Indonesia ada pemikiran salah bahwa laki-laki mempunyai hak untuk mendominasi perempuan.
Untuk itu, ujar Meutia Hatta, para orangtua sangat diharapkan dapat mendidik anak laki-lakinya untuk menghormati gadis pasangannya. Selain itu juga perlu dilakukan komunikasi dan memberikan informasi agar mereka tahu dampak dari dating violence. Kompas.com
Sederet pertanyaan pasti akan segera muncul. Kenapa bangsa manusia menghasilkan orang-orang yang justru menghasilkan pornogragfi? Kenapa pedofiilia meningkat? Kenapa 80 persen isi chatting anak-anak muda berkonotasi seksual?
Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono di Jakarta, jumlah pendapatan industri pronografi sedunia yang sedemikian besar itu tentu merupakan hasil dari bisnis produk industri pornografi yang dilakukan secara massif.
Melihat makin masifnya pornografi dalam kehidupan masyarakat, Meutia sangat mengharapkan kalangan orangtua lebih memperhatikan perkembangan anak-anaknya dan melindungi mereka dari pornografi.
Total pendapatan industri pornografi tersebut, menurut pantauan toptenreviews.com lebih besar dibandingkan total pendapatan delapan perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia seperti Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo, Apple, Netflik dan EarthLink.
Asia adalah pasar baru potensial yang raksasa. Dari 10 peringkat dunia negara pengakses pornografi, Indonesia berada pada urutan atau nomor ketujuh. Pada tahun 2006, tercatat berkembangnya 100.000 situs yang bermaterikan pornografi anak (usia 18 tahun ke bawah). Diperhatikan dari isi pembicaraannya, 89 persen chatting anak-anak muda berkonotasi seksual.
Rata-rata usia termuda anak-anak pengakses pornografi adalah 11 tahun (setara dengan anak kelas 4-5 SD). Di antara usia 15-17 tahun, 80 persennya telah terbiasa mengakses materi pornografi hardcore (materi yang menggambarkan adegan hubungan intim dengan memperlihatkan alat vital).
Menurut Meutia Hatta, hal penting yang harus menjadi perhatian keluarga serta lingkungan ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa 90 persen akses pornografi dilakukan pada saat belajar atau mengerjakan tugas bersama.
Secara khusus berkenaan pornografi di kalangan remaja, lebih dari 500 video porno telah beredar, 90 persen dibuat dan dilakukan oleh para remaja Indonesia. Remaja tersebut masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Bahkan yang lebih memprihatinkan semakin hari cenderung pelaku atau korban bugil pornografi adalah pelajar SMP.
Yang perlu diwaspadai ialah fenomena kekerasan pada masa berpacaran di kalangan remaja. Suatu survei yang sedang dilakukan pada remaja puteri yang akan melibatkan 3.000 responden remaja, sebanyak 957 yang sudah terjaring mengaku mengalami kekerasan dalam masa pacaran yang menjurus ke arah kekerasan seksual. Secara estimasi hal ini menunjukkan bahwa satu dari lima remaja puteri di Indonesia tengah mengalami kekerasan dalam masa berpacaran (dating violence).
Meutia Hatta memaparkan, dating violence banyak terjadi pada remaja yang terjebak pada kecanduan pornografi, yang akhirnya menstimulasi mereka untuk melakukan pemaksaan atau jebakan seksual pada remaja puteri agar mau berhubungan intim, papar Meutia Hatta.
Sebagian besar orang tua di Indonesia tidak mengetahui bahwa anak-anak mereka telah mengalami dating violence semasa SMP-SMA. Mereka baru bereaksi ketika keadaan sudah sangat buruk (hamil, aborsi, perkosaan). Ini dikarenakan dalam kultur budaya di Indonesia ada pemikiran salah bahwa laki-laki mempunyai hak untuk mendominasi perempuan.
Untuk itu, ujar Meutia Hatta, para orangtua sangat diharapkan dapat mendidik anak laki-lakinya untuk menghormati gadis pasangannya. Selain itu juga perlu dilakukan komunikasi dan memberikan informasi agar mereka tahu dampak dari dating violence. Kompas.com