Kekasihku Ternyata Waria

Konyol, mungkin itu kata yang tepat buat kisahku ini. Ya, aku memang ketiban sial saat berkenalan dengan Fitri (itu nama asli lho..) perempuan yang lumayan cantik dan manis untuk ukuranku. Kulitnya yang berwarna sawo matang, hidung mancung dan tubuh dengan gerakan lemah gemulai membuatku merasa cocok dengan Fitri, karena perempuan seperti itu memang gadis idamanku.

Oh ya.. namaku Tedi (kalo ini nama samaran), aku bekerja disebuah perusahan yang bergerak dibidang IT. Walau tidak terlalu besar, perusahan tempatku bekerja membuat aku menjadi biasa dengan dunia tekhnologi khususnya computer dengan segala aplikasinya. Sebenarnya aku cuma lulusan SMU yang tidak terlalu faham dengan teknologi terutama yang berhubungan dengan dunia internet, orang menyebutnya gagap tekhnologi alias gaptek.

Nah, dari teman-teman di kantor akhirnya aku faham juga dengan apa yang namanya internet. Sejak mengenal internet aku semakin kerajingan, hingga aku akhirnya bisa mengoperasikan beberapa aplikasi yang ada di internet seperti, e-mail, chating dan akhirnya bergabung dengan beberapa tempat ‘nongkrong’ seperti friendster. Dan dari friendster inilah aku mengenal Fitri.

Sejaka perkenalan itu hampir setiap kami berchanting ria, kadang bahkan sampai berjam-jam, saling bertukar foto, sampai akhirnya kami memutuskan untuk bertemu di ‘dunia nyata’. Terus terang, pertemuanku dengan fitri seolah mimpi yang menjadi kenyataan. Bukan apa-apa, sosok Fitri yang kulihat saat itu benar-benar merupakan sosok gadis idamanku.

Dan pertemuan pertama itu membuat aku langsung jatuh hati kepadanya, di mataku, Fitri adalah sosok perempuan yang begitu lembut, manis dan memiliki wawasan yang cukup luas, tapi aku sendiri tak tahu apa yang ada di benak Fitri tentangku saat itu. Yang jelas aku dan Fitri hanya sempat ngobrol sebentar pada pertemuan itu karena Fitri mengaku hanya memiliki waktu yang sedikit karena saat itu ia meninggalkan pekerjaanya disebuah salon kecantikan di Mall yang lumayan terkenal di Kota J.

Sejak pertemuan pertama itu, intensitas pertemuan kami berikutnya semakin meningkat hingga akhirnya hampir setiap hari aku dan Fitri bertemu, bahkan beberapa hari terakhir aku rajin menjemput dan mengantarkan pulang ke sebuah tempat kost. Dan sampai saat itu aku tak pernah menemui keanehan-keanehan pada diri Fitri selain suaranya yang agak kasar dan pandangan orang sekitar tempat tinggal Fitri yang sepertinya merasa aneh.

Setelah beberapa minggu melakukan pendekatan, akhirnya aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku yang sebenarnya terhadap Fitri. Saat itu fitri sepertinya hendak menolak apa yang aku inginkan dengan alasan ia tak ingin aku tersakiti dikemudian hari, namun ia akhirnya ‘menyerah’ setelah aku meyakinkannya bahwa aku akan menghadapi resiko apapun yang akan terjadi dikemudian hari.

Dengan ‘takluknya’ Fitri, aku jadi semakin yakin bahwa perempuan inilah yang kelak akan menjadi jodohku. Dan selanjutnya hubungan yang pada awalnya hanya sebatas persahabatan kini menjadi semakin dekat. Dan kedekatan itu jelas memancing kelelakianku saat berdekatan dengan Fitri. Dan tanpa kuduga Fitripun melayani hasrat kelelakianku walau hanya sebatas peluk dan cium.

Hingga pada suatu saat, ketika kami berada di kamar kost dimana Fitri tinggal, aku kembali mengulangi kemesraan yang pernah kami lakukan sebelumnya. Namun kali ini hasratku sepertinya telah mencapai puncaknya, saat hendak melakukan hal yang lebih jauh dari sekedar peluk dan cium, tiba-tiba Fitri menolak ketika tanganku berusaha untuk meraba pangkal pahanya, padahal saat tanganku mengelus dan meraba buah dadanya ia tak menolak.

Namun hasratku yang semakin memuncak tak membuatku menyerah, tanganku terus merangsek berusaha untuk melepaskan pegangan tangan Fitri di pergelanganku. Selanjutnya suasana romantis berubah brutal seakan aku hendak memperkosa Fitri dan saat tanganku berhasil menjamah bagian pangkal paha Fitri, aku merasakan ada sesuatu yang aku pegang dan sesuatu itu berbentuk seperti sebuah tongkat pendek namun lembek, sesaat kemudian Fitri berteriak aduh dengan suara yang sangat lelaki.

Saat itu aku tersentak kaget dan buru-buru melepaskan pegangan tanganku pada ‘sesuatu’ yang sepertinya amat kukenal. Sementara Fitri menatapku dengan pandangan mata aneh sambil tangannya membekap mulutnya yang tadi sempat mengeluarkan kata 'aduh'. Sedetik kemudian aku beranjak kabur meninggalkan Fitri yang saat itu sepertinya masih belum sadar dengan keadaan. Dan sampai sekarang aku tak pernah menemui Fitri lagi. (rn)

Seperti diceritakan Tedi kepada www.perempuan.com


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris