Aming, Jadi Lelaki Macho (foto:KPL) |
Aktor sekaligus komedian, Aming Sugandi mendapatkan peran menantang. Dalam film Doa yang Mengancam, lelaki 27 tahun itu memperoleh figur yang berseberangan dengan peran sebelumnya, yang sebagian besar feminin.
Peran tersebut, menurut Aming, merupakan bukti bahwa dirinya bisa berakting.
"Lepas dari image aku yang kebanci-bancian," katanya setelah syukuran praproduksi filmnya di Cleos Club, Kemang, Jakarta, Rabu, 23/4-2008.
Dalam layar lebar terbaru besutan Hanung Bramantyo itu, Aming memerankan buruh bongkar muat yang bernama Madrim. Sesuai dengan profesi tersebut, Madrim digambarkan sebagai lelaki macho.
Aming menyatakan memang menunggu-nunggu peran seperti Madrim. Terlebih, yang mengajaknya adalah Hanung, sutradara yang sukses lewat film Ayat-Ayat Cinta (AAC).
"Saya adalah orang yang sangat beruntung. Mendapatkan peran bagus, cerita bagus, dan dibuat oleh sineas-sineas hebat. Soal peran, selalu ada lompatan dari setiap film. Lompatnya memang pelan, tapi pasti," ujarnya.
Meski sangat bersyukur dengan peran macho itu, Aming mengatakan tidak akan meninggalkan peran kebanci-bancian yang selama ini dilakoninya. Sebab, dari sisi ekonomi, peran tersebut menguntungkan.
"Tapi, saya selalu tingkatkan kemampuan akting. Mind set-nya ada di diri saya. Saya tahu hidup ini mau dibawa ke mana," paparnya.
Disindir soal kepribadian aslinya, Aming menegaskan bahwa dirinya benar-benar lelaki. Suatu saat, dia memastikan akan menikah dengan perempuan. Namun, waktu pastinya belum ditentukan. Pasalnya, baru-baru ini, dia ditinggal menikah oleh kekasihnya yang berasal dari Jogjakarta.
"Sedih rasanya. Tapi, nggak sampai stres dan mengalami kegelapan dalam hidup," ucapnya.
Hanya, saat ini Aming masih menikmati kesendirian. Dia merasa sedang menjalani fase kehidupan yang harus dinikmati.
"Baru tiga tahun belakangan, saya bisa hidup normal. Punya uang sendiri dan bisa bantu orang tua. Seperti orang lain lah," ungkapnya.
Film Doa yang Mengancam tersebut secara resmi mulai syuting hari ini. Film bergenre komedi religi itu diadaptasi dari cerpen karya Jujur Prananto, yang kemudian menjadi penulis skenarionya.
"Cerpen tersebut ditulis pada 2001 dan hampir dijadikan FTV. Tapi, tidak cocok. Naskah itu memang seperti menunggu Hanung," tutur Jujur. (idp/ly)
Peran tersebut, menurut Aming, merupakan bukti bahwa dirinya bisa berakting.
"Lepas dari image aku yang kebanci-bancian," katanya setelah syukuran praproduksi filmnya di Cleos Club, Kemang, Jakarta, Rabu, 23/4-2008.
Dalam layar lebar terbaru besutan Hanung Bramantyo itu, Aming memerankan buruh bongkar muat yang bernama Madrim. Sesuai dengan profesi tersebut, Madrim digambarkan sebagai lelaki macho.
Aming menyatakan memang menunggu-nunggu peran seperti Madrim. Terlebih, yang mengajaknya adalah Hanung, sutradara yang sukses lewat film Ayat-Ayat Cinta (AAC).
"Saya adalah orang yang sangat beruntung. Mendapatkan peran bagus, cerita bagus, dan dibuat oleh sineas-sineas hebat. Soal peran, selalu ada lompatan dari setiap film. Lompatnya memang pelan, tapi pasti," ujarnya.
Meski sangat bersyukur dengan peran macho itu, Aming mengatakan tidak akan meninggalkan peran kebanci-bancian yang selama ini dilakoninya. Sebab, dari sisi ekonomi, peran tersebut menguntungkan.
"Tapi, saya selalu tingkatkan kemampuan akting. Mind set-nya ada di diri saya. Saya tahu hidup ini mau dibawa ke mana," paparnya.
Disindir soal kepribadian aslinya, Aming menegaskan bahwa dirinya benar-benar lelaki. Suatu saat, dia memastikan akan menikah dengan perempuan. Namun, waktu pastinya belum ditentukan. Pasalnya, baru-baru ini, dia ditinggal menikah oleh kekasihnya yang berasal dari Jogjakarta.
"Sedih rasanya. Tapi, nggak sampai stres dan mengalami kegelapan dalam hidup," ucapnya.
Hanya, saat ini Aming masih menikmati kesendirian. Dia merasa sedang menjalani fase kehidupan yang harus dinikmati.
"Baru tiga tahun belakangan, saya bisa hidup normal. Punya uang sendiri dan bisa bantu orang tua. Seperti orang lain lah," ungkapnya.
Film Doa yang Mengancam tersebut secara resmi mulai syuting hari ini. Film bergenre komedi religi itu diadaptasi dari cerpen karya Jujur Prananto, yang kemudian menjadi penulis skenarionya.
"Cerpen tersebut ditulis pada 2001 dan hampir dijadikan FTV. Tapi, tidak cocok. Naskah itu memang seperti menunggu Hanung," tutur Jujur. (idp/ly)