Muhammadiyah berupaya merangkul pengikut aliran Ahmadiyah melalui pendekatan dakwah, agar kembali ke ajaran Islam yang benar. Demikian dikatakan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Haidar Nashir.
"Kita mencoba melakukan pendekatan dakwah. Muhammadiyah ini organisasi dakwah, kalau urusan hukum, urusan politik itu urusan pemerintah, urusan dakwah menjadi urusan Muhammadiyah dan ormas Islam, jadi kita melakukan pendekatan mana yang mau kembali, mana yang tidak," katanya di Magelang, Kamis (24/4), usai menghadiri pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang, Prof. Dr. Achmadi.
Anggota Ahmadiyah, katanya, sebagai saudara terutama sebagai sesama umat Islam.
Pihak Muhammadiyah sudah mengirim surat edaran agar umat tidak melakukan tindakan anarkis terhadap pengikut Ahmadiyah.
"Sebab kalau di antara mereka yang kembali itu juga saudara kita, atau mereka ingin menjadi kelompok lain itu urusan mereka sendiri," katanya.
Upaya pendekatan kepada pengikut Ahmadiyah antara lain dilakukan di Nusa Tengara Barat dan Jawa Barat.
"Ada di NTB sudah kita kontak Muhammadiyah di sana, di Jabar juga, pusatnya cuma di dua daerah itu," katanya.
Ia menyatakan, hingga saat ini belum diketahui apakah sudah ada pengikut Ahmadiyah yang pindah menjadi anggota Muhammadiyah.
"Belum ada informasi, karena mereka sendiri sekarang masih dalam garis organisasinya untuk menempuh jalur hukum, itu masalahnya, situasinya situasi yang serba sensitif," katanya.
Ia menjelaskan, dakwah bersifat merangkul, melalui edukasi, dialog, dan pendekatan secara bijak.
Sejak tahun 1933, katanya, Muhammadiyah mempunyai sikap bahwa siapa pun orang Islam atau kelompok Islam yang mengaku ada nabi setelah Nabi Muhammad maka mereka termasuk ingkar dari Islam.
"Dalam konteks sekarang Ahmadiyah itu sikap PP Muhammadiyah yang menyangkut keyakinan itu ikuti apa yang telah menjadi keyakinan umum seluruh ulama dan kelompok Islam termasuk di Indonesia, bahwa nabi terakhir adalah Nabi Muhammad, dan kitab suci adalah Alquran sehingga hal ini bukan persoalan penafsiran, ini keyakinan," katanya.
Ia mengatakan, pembubaran aliran Ahmadiyah menjadi tanggungjawab pemerintah dan bukan tugas ormas-ormas Islam.
Berbagai ormas Islam diminta tidak bertindak sendiri terhadap Ahmadiyah termasuk melakukan kegiatan yang bersifat kekerasan.
"Biarlah urusan hukum, urusan menindak itu urusan pemerintah, bukan urusan ormas-ormas, kita pokoknya ikut kepada pemerintah," kata Haidar Nashir. [TMA, Ant]
"Kita mencoba melakukan pendekatan dakwah. Muhammadiyah ini organisasi dakwah, kalau urusan hukum, urusan politik itu urusan pemerintah, urusan dakwah menjadi urusan Muhammadiyah dan ormas Islam, jadi kita melakukan pendekatan mana yang mau kembali, mana yang tidak," katanya di Magelang, Kamis (24/4), usai menghadiri pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang, Prof. Dr. Achmadi.
Anggota Ahmadiyah, katanya, sebagai saudara terutama sebagai sesama umat Islam.
Pihak Muhammadiyah sudah mengirim surat edaran agar umat tidak melakukan tindakan anarkis terhadap pengikut Ahmadiyah.
"Sebab kalau di antara mereka yang kembali itu juga saudara kita, atau mereka ingin menjadi kelompok lain itu urusan mereka sendiri," katanya.
Upaya pendekatan kepada pengikut Ahmadiyah antara lain dilakukan di Nusa Tengara Barat dan Jawa Barat.
"Ada di NTB sudah kita kontak Muhammadiyah di sana, di Jabar juga, pusatnya cuma di dua daerah itu," katanya.
Ia menyatakan, hingga saat ini belum diketahui apakah sudah ada pengikut Ahmadiyah yang pindah menjadi anggota Muhammadiyah.
"Belum ada informasi, karena mereka sendiri sekarang masih dalam garis organisasinya untuk menempuh jalur hukum, itu masalahnya, situasinya situasi yang serba sensitif," katanya.
Ia menjelaskan, dakwah bersifat merangkul, melalui edukasi, dialog, dan pendekatan secara bijak.
Sejak tahun 1933, katanya, Muhammadiyah mempunyai sikap bahwa siapa pun orang Islam atau kelompok Islam yang mengaku ada nabi setelah Nabi Muhammad maka mereka termasuk ingkar dari Islam.
"Dalam konteks sekarang Ahmadiyah itu sikap PP Muhammadiyah yang menyangkut keyakinan itu ikuti apa yang telah menjadi keyakinan umum seluruh ulama dan kelompok Islam termasuk di Indonesia, bahwa nabi terakhir adalah Nabi Muhammad, dan kitab suci adalah Alquran sehingga hal ini bukan persoalan penafsiran, ini keyakinan," katanya.
Ia mengatakan, pembubaran aliran Ahmadiyah menjadi tanggungjawab pemerintah dan bukan tugas ormas-ormas Islam.
Berbagai ormas Islam diminta tidak bertindak sendiri terhadap Ahmadiyah termasuk melakukan kegiatan yang bersifat kekerasan.
"Biarlah urusan hukum, urusan menindak itu urusan pemerintah, bukan urusan ormas-ormas, kita pokoknya ikut kepada pemerintah," kata Haidar Nashir. [TMA, Ant]