"Mencetak dan menyebarkan artikel dari situs internet tampaknya tak berisiko apa-apa. Namun, seorang mahasiswa merangkap jurnalis dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Afghanistan dengan tuduhan menyebarluaskan artikel internet. Pasalnya, artikel itu dinilai menghina agama."
Jurnalis bernama Sayed Parwez Kaambakhsh (23 tahun) ini mencetak sebuah artikel dari situs mengenai masalah poligami dan mengapa seorang wanita tidak bisa mempunyai suami lebih dari satu, kemudian ia mendiskusikan hal tersebut dengan teman-temannya. Sayed yang bekerja untuk koran The New World diduga mengunduh artikel tersebut dari sebuah situs Iran.
Tak disangka, artikel tersebut ternyata dianggap pengadilan sebagai tindak kejahatan yang sangat berat karena dinilai telah menghina agama. "Melihat tindakan kriminal yang dilakukan Sayed, pengadilan memutuskan untuk menjatuhinya hukuman mati," kata Hafizullah Khaliqzar, Jaksa Umum di propinsi Mazar-i Sharif, seperti dikutip dari Telegraph, Jumat (25/1).
Sontak, hukuman mati ini memicu protes dari berbagai pihak. Rahimullah Samander dari Independent Journalist Association (IJA) menyatakan bahwa hukuman ini tidak adil karena yang dilakukan Sayed hanyalah mengunduh sebuah artikel dari internet untuk didiskusikan. Hal seperti ini menurut Rahimullah, wajar adanya dalam iklim demokrasi.
Banyak pihak juga percaya, hukuman atas nama pencemaran agama ini sebenarnya hanyalah kedok semata. Pasalnya saudara Sayed bernama Yaqub Ibrahimi yang juga bekerja sebagai jurnalis, sering mengkritik keras politikus setempat. Disinyalir, Yaqub diintimidasi untuk menghentikan aktivitasnya itu dengan dihukumnya Sayed. Detikinet
Jurnalis bernama Sayed Parwez Kaambakhsh (23 tahun) ini mencetak sebuah artikel dari situs mengenai masalah poligami dan mengapa seorang wanita tidak bisa mempunyai suami lebih dari satu, kemudian ia mendiskusikan hal tersebut dengan teman-temannya. Sayed yang bekerja untuk koran The New World diduga mengunduh artikel tersebut dari sebuah situs Iran.
Tak disangka, artikel tersebut ternyata dianggap pengadilan sebagai tindak kejahatan yang sangat berat karena dinilai telah menghina agama. "Melihat tindakan kriminal yang dilakukan Sayed, pengadilan memutuskan untuk menjatuhinya hukuman mati," kata Hafizullah Khaliqzar, Jaksa Umum di propinsi Mazar-i Sharif, seperti dikutip dari Telegraph, Jumat (25/1).
Sontak, hukuman mati ini memicu protes dari berbagai pihak. Rahimullah Samander dari Independent Journalist Association (IJA) menyatakan bahwa hukuman ini tidak adil karena yang dilakukan Sayed hanyalah mengunduh sebuah artikel dari internet untuk didiskusikan. Hal seperti ini menurut Rahimullah, wajar adanya dalam iklim demokrasi.
Banyak pihak juga percaya, hukuman atas nama pencemaran agama ini sebenarnya hanyalah kedok semata. Pasalnya saudara Sayed bernama Yaqub Ibrahimi yang juga bekerja sebagai jurnalis, sering mengkritik keras politikus setempat. Disinyalir, Yaqub diintimidasi untuk menghentikan aktivitasnya itu dengan dihukumnya Sayed. Detikinet