Nasib ribuan guru sukarelawan bisa membuat kita mengelus dada. Honornya hanya Rp 100.000 sampai Rp 200.000 per bulan. Jauh lebih rendah dari gaji seorang pembantu.
Ialah Elis Suryani, sudah empat tahun menjadi guru sukarelawan (sukwan) di SDN Sukamulya 2, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Ia rela dibayar Rp 100.000 per bulan yang disisihkan dari dana Biaya Operasional Sekolah (BOS).
Jika dana BOS kucuran pemerintah dipakai untuk membeli kapur dan alat-alat tulis lainnya, dia harus rela menerima honor Rp 75.000 untuk cucuran keringat selama sebulan. Sekali lagi, sebulan. Honor yang sama juga diterima ribuan guru sukwan lainnya.
Syamsul Daus (20), guru sukwan Olahraga dan Agama di SDN Filial Lebak Peundeuy 1 di Kampung Pasir Sireum, Kabupaten Lebak, Banten, bahkan sudah menyiapkan hati untuk tidak dibayar. ”Saya diminta untuk jadi guru sukwan karena di sekolah ini hanya ada satu guru. Soal honor, ya… kadang ada, kadang tidak ada. Kalaupun ada sekadar cukup untuk ngopi dan rokok saja,” kata Syamsul.
Kekurangan guru menjadi salah satu persoalan pelik di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Banten, misalnya, hingga saat ini masih kekurangan 27.000 guru tetap. Sebanyak 16.854 di antaranya sudah dipenuhi calon pegawai negeri sipil (PNS). Sisanya diisi ribuan guru sukarelawan. ”Kalau tidak ada yang bersedia menjadi guru sukarelawan, terpaksa dibiarkan kosong,” kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Eko Endang Koswara.
Kekurangan guru di Banten, menurut Eko, akan lebih parah lagi. Sampai tahun 2010 akan ada 30.000 guru tetap yang pensiun, sedangkan kebutuhan guru di Banten menjadi sekitar 89.000 guru. ”Karena itu, pengangkatan guru honorer dan calon PNS menjadi sangat mendesak,” ujarnya.
Adapun untuk guru sukarelawan, karena tidak ada anggarannya, mendapatkan honor dari dana BOS yang disisihkan. Sebagian sukwan ada juga yang mendapatkan honor dari sumbangan sukarela orangtua murid yang disetujui komite sekolah.
Di SDN Cikaret, Desa Sukatani, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, misalnya, hanya ada empat guru tetap berstatus PNS dan seorang guru calon PNS. Kekurangan empat guru terpaksa mengandalkan tenaga sukarelawan yang digaji Rp 125.000 per bulan dari dana BOS serta tambahan orangtua siswa Rp 50.000 per bulan. ”Meskipun kecil, saya rela karena prihatin dengan sekolah yang kekurangan guru,” kata Yanti, yang sudah empat tahun menjadi guru sukwan di SDN Cikaret.
Kebetulan ia juga lulusan D-2 pendidikan guru dan tinggal tidak jauh dari sekolah tersebut. Yanti yang warga asli Cikaret menerima honor Rp 175.000 per bulan.
Mencari pengalaman
Guru sukwan lain, Seli Rewnawati, yang menjadi guru Bahasa Inggris kelas IV-VI SDN Cikaret mengaku mau mengajar di sekolah terpencil karena mencari pengalaman untuk menjadi guru. Warga menampung Seli yang baru 5 bulan jadi sukwan untuk tinggal di rumah masyarakat sekitar sekolah secara gratis.”Kalau gaji mah, memang jauh dari cukup. Saya pulang ke rumah di Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi saja habis Rp 50.000 sekali jalan. Ya, terpaksa masih minta orang tua. Tapi saya ingin cari pengalaman jadi guru. Kebetulan peluangnya ada,” kata Seli.
Di SMPN 1 Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, guru sukwan untuk bidang studi mencapai 13 guru. Masih banyaknya guru non-PNS menyebabkan sekolah tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditingkatkan statusnya menjadi rintisan sekolah berstandar nasional.
Di sekolah ini, nasib guru sukwan sedikit lebih baik karena dibayar Rp 10.000 per jam. Supaya pembagian jam mengajar bisa merata, guru sukwan diberi kesempatan mengajar maksimal 30 jam per bulan yang berarti menerima gaji paling banyak Rp 300.000 per bulan.
Sementara di SMPN VI satu atap Ciayunan, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, hanya kepala sekolah dan wakilnya yang PNS. Sebanyak 10 guru bidang studi adalah guru sukwan. Sekolah hanya mampu memberikan gaji Rp 8.000 per jam.
Peluang tidak mudah
Meskipun pengabdian guru sukwan sama totalnya dengan guru PNS, peluang untuk diangkat menjadi guru bantu, lalu ”naik tingkat” menjadi calon PNS tidak mudah. Tetapi, banyak guru yang bertahan puluhan tahun hingga kesempatan pengangkatan itu datang.
Iis Rositah, guru CPNS di SDN Cikaret, misalnya, sempat menjadi guru sukwan selama 12 tahun di daerah terpencil dengan gaji sukarela dari orang tua siswa Rp 100.000 per bulan. Setelah ”naik tingkat” menjadi guru bantu, honornya naik menjadi Rp 710.000 per bulan. Iis pun diangkat menjadi CPNS dengan gaji Rp 1,2 juta per bulan.
M Haerudin (43), setelah 13 tahun menjadi guru sukwan, baru tahun ini diangkat menjadi CPNS di SDN Filial Lebak Peundeuy 1. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya selama ini, Haerudin terkadang menjadi kuli bangunan di kota dan menjadi petani. Namun, Haerudin selama ini berusaha keras untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan di sekolah. Sumber
Ialah Elis Suryani, sudah empat tahun menjadi guru sukarelawan (sukwan) di SDN Sukamulya 2, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Ia rela dibayar Rp 100.000 per bulan yang disisihkan dari dana Biaya Operasional Sekolah (BOS).
Jika dana BOS kucuran pemerintah dipakai untuk membeli kapur dan alat-alat tulis lainnya, dia harus rela menerima honor Rp 75.000 untuk cucuran keringat selama sebulan. Sekali lagi, sebulan. Honor yang sama juga diterima ribuan guru sukwan lainnya.
Syamsul Daus (20), guru sukwan Olahraga dan Agama di SDN Filial Lebak Peundeuy 1 di Kampung Pasir Sireum, Kabupaten Lebak, Banten, bahkan sudah menyiapkan hati untuk tidak dibayar. ”Saya diminta untuk jadi guru sukwan karena di sekolah ini hanya ada satu guru. Soal honor, ya… kadang ada, kadang tidak ada. Kalaupun ada sekadar cukup untuk ngopi dan rokok saja,” kata Syamsul.
Kekurangan guru menjadi salah satu persoalan pelik di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Banten, misalnya, hingga saat ini masih kekurangan 27.000 guru tetap. Sebanyak 16.854 di antaranya sudah dipenuhi calon pegawai negeri sipil (PNS). Sisanya diisi ribuan guru sukarelawan. ”Kalau tidak ada yang bersedia menjadi guru sukarelawan, terpaksa dibiarkan kosong,” kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Eko Endang Koswara.
Kekurangan guru di Banten, menurut Eko, akan lebih parah lagi. Sampai tahun 2010 akan ada 30.000 guru tetap yang pensiun, sedangkan kebutuhan guru di Banten menjadi sekitar 89.000 guru. ”Karena itu, pengangkatan guru honorer dan calon PNS menjadi sangat mendesak,” ujarnya.
Adapun untuk guru sukarelawan, karena tidak ada anggarannya, mendapatkan honor dari dana BOS yang disisihkan. Sebagian sukwan ada juga yang mendapatkan honor dari sumbangan sukarela orangtua murid yang disetujui komite sekolah.
Di SDN Cikaret, Desa Sukatani, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, misalnya, hanya ada empat guru tetap berstatus PNS dan seorang guru calon PNS. Kekurangan empat guru terpaksa mengandalkan tenaga sukarelawan yang digaji Rp 125.000 per bulan dari dana BOS serta tambahan orangtua siswa Rp 50.000 per bulan. ”Meskipun kecil, saya rela karena prihatin dengan sekolah yang kekurangan guru,” kata Yanti, yang sudah empat tahun menjadi guru sukwan di SDN Cikaret.
Kebetulan ia juga lulusan D-2 pendidikan guru dan tinggal tidak jauh dari sekolah tersebut. Yanti yang warga asli Cikaret menerima honor Rp 175.000 per bulan.
Mencari pengalaman
Guru sukwan lain, Seli Rewnawati, yang menjadi guru Bahasa Inggris kelas IV-VI SDN Cikaret mengaku mau mengajar di sekolah terpencil karena mencari pengalaman untuk menjadi guru. Warga menampung Seli yang baru 5 bulan jadi sukwan untuk tinggal di rumah masyarakat sekitar sekolah secara gratis.”Kalau gaji mah, memang jauh dari cukup. Saya pulang ke rumah di Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi saja habis Rp 50.000 sekali jalan. Ya, terpaksa masih minta orang tua. Tapi saya ingin cari pengalaman jadi guru. Kebetulan peluangnya ada,” kata Seli.
Di SMPN 1 Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, guru sukwan untuk bidang studi mencapai 13 guru. Masih banyaknya guru non-PNS menyebabkan sekolah tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditingkatkan statusnya menjadi rintisan sekolah berstandar nasional.
Di sekolah ini, nasib guru sukwan sedikit lebih baik karena dibayar Rp 10.000 per jam. Supaya pembagian jam mengajar bisa merata, guru sukwan diberi kesempatan mengajar maksimal 30 jam per bulan yang berarti menerima gaji paling banyak Rp 300.000 per bulan.
Sementara di SMPN VI satu atap Ciayunan, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, hanya kepala sekolah dan wakilnya yang PNS. Sebanyak 10 guru bidang studi adalah guru sukwan. Sekolah hanya mampu memberikan gaji Rp 8.000 per jam.
Peluang tidak mudah
Meskipun pengabdian guru sukwan sama totalnya dengan guru PNS, peluang untuk diangkat menjadi guru bantu, lalu ”naik tingkat” menjadi calon PNS tidak mudah. Tetapi, banyak guru yang bertahan puluhan tahun hingga kesempatan pengangkatan itu datang.
Iis Rositah, guru CPNS di SDN Cikaret, misalnya, sempat menjadi guru sukwan selama 12 tahun di daerah terpencil dengan gaji sukarela dari orang tua siswa Rp 100.000 per bulan. Setelah ”naik tingkat” menjadi guru bantu, honornya naik menjadi Rp 710.000 per bulan. Iis pun diangkat menjadi CPNS dengan gaji Rp 1,2 juta per bulan.
M Haerudin (43), setelah 13 tahun menjadi guru sukwan, baru tahun ini diangkat menjadi CPNS di SDN Filial Lebak Peundeuy 1. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya selama ini, Haerudin terkadang menjadi kuli bangunan di kota dan menjadi petani. Namun, Haerudin selama ini berusaha keras untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan di sekolah. Sumber