Kemukus - Ritual Seks Bebas atau Prostitusi?

RITUAL seks bebas, ternyata tak cuma ada di negeri barat sana. Di Indonesia juga ada, dan tidak ada yang protes ata melarang. Hubungan seks itu bisa dilakukan di alam terbuka, dibawah pohon purnama. Hah? Benar, dan uniknya, itu terjadi di sebuah tempat jauh dari kota. Tepatnya, Gunung Kemukus. Gunung Kemukus dipercaya orang sebagai tempat yang bisa memberi apa yang diinginkan oleh orang yang percaya. Syaratnya? Seks bebas tadi.

Banyak pendapat yang pro maupun kontra tentang Makam Pangeran Samudra tersebut dan pandangan-pandangan umum yang beredar di masyarakat cenderung berasumsi negatif yaitu sebagai kawasan prostitusi liar dengan dalih sebagai sarana untuk sesaji.

Sebagian Masyarakat beranggapan bahwa para peziarah yang berdatangan ke Makam tersebut biasanya mempunyai permintaan/tujuan tertentu yang konon apabila ingin cepat kesampaian harus melakukan laku tertentu. Ada juga sebagian masyarakat yang berpendapat lain, bahwa berziarah di Makam Pangeran Samudra adalah sebagai kegiatan ritual yang mengandung nilai keutamaan dengan menhayati dan mengenang jasa leluhur mereka yaitu Pangeran Samudra yang konon berhati luhur dan mulia.

Siapa Pangeran Samudera? Pangeran Samudra adalah seorang Putra Raja Majapahit terakhir dari ibu selir. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, Pangeran Samudra tidak ikut melarikan diri seperti saudara-saudaranya yang lain. Beliau bersama ibunya ikut diboyong ke Demak Bintoro oleh Sultan. Pada waktu itu beliau berusia 18 tahun. Selama di Demak Pangeran samudra mendapat bimbingan ilmu dari Sunan Kalijaga.

Setelah dewasa Pangeran Samudra diperintahkan oleh Sultan Demak berguru pada Kyai Ageng Gugur di Lereng Gunung Lawu, dan mengemban misi untuk menyatukan saudara-saudaranya. Selama berguru beliau diberi ilmu tentang intisari ajaran islam, sebenarnya Kyai Ageng Gugur adalah kakaknya sendiri. baru setelah Pangeran Samudra dirasa sudah mengusai ilmu yang diajarkan oleh gurunnya yakni Kyai Ageng Gugur. Beliau bercerita kalau sesungguhnya dirinya adalah kakak kandung sang pangeran.

Teringat pesan Sultan bahwa disamping berguru sang Pangeran juga diamanatkan untuk mempersatukan saudara-saudarnya guna membangun Kerajaan Demak, ternyata Kyai Ageng Gugur paham akan maksud dan tujuan sang pangeran. Selesai berguru Pangeran Samudra bersama kakaknya yaitu Kyai Ageng Gugur kembali ke Kerajaan Demak. sampai di desa Gendang Jenalus (wilayah kec. Gemolong) mereka bertemu dengan Kyai Kamaliman (Wulucumbu dari Demak). Di desa itulah Pangeran Samudra dan Kakaknya serta Wulucumbu dari Demak menyebarkan agama Islam. Setelah dirasa cukup kembali mereka melanjutkan perjalanan ke Demak, di Desa Bogorame Pangeran Samudra diserang penyakit panas, dan Pangeran memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya hingga sampailah di dukuh Doyong (wil Kec. Miri). Di dukuh ini sakit yang diderita semakin parah hingga Pangeran mengutus salah seorang abdi untuk mengabarkan kondisinya pada Sultan di Demak.

Sebelum abdi tadi pulang kembali di desa tersebut Sang Pangeran telah tiada. Dan sesuai pesan yang disampaikan Sultan lewat abdi tersebut maka Pangeran Samudra dimakamkan di perbukitan sebelah barat desa tersebut.

Masyarakat sekitar yang memiliki lahan disekitar itu sepakat memberi nama bekas tempat peristirahatan Pangeran Samudra dengan nama " Dhukuh Samudra" kini terkenal dengan nama dukuh Mudra

Nama tersebut tak lepas dari sejarah religius Makam Pangeran Samudra yang meninggal di tempat itu karena menderita sakit, semula daerah sekitar lokasi makam sangatlah sepi dan masih banyak dihuni binatang buas hingga jarang sekali ada orang yang berziarah atau berkunjung ke Makam tersebut.

Konon menjelang musim Hujan diatas makam tersebut muncul kabut hitam yang membumbung tinggi membentuk kerucut yang mirip (kukus) tempat menanak nasi (bhs jawa) hingga penduduk sekitar menyebut perbukitan itu sebagai "Gunung Kemukus" yang berarti bukit/gunung yang awannya membentuk kerucut.

Lalu apa hubungannya Pangeran Samudera dengan ritual seks? Entah dari mana mulainya, tapi beredar kabar, kalau seseorang punya keinginan minta sesuatu, orang tersebut harus melakukan ritual seks selama tujuh purnama dengan pasangan yang tetap. Tak heran, beberapa tahun lalu, tiap Jumat Kliwon, Gunung Kemukus selalu penuh dengan pasangan yang melakukan hubungan seks. Sayangnya, lambat laun, ritual tersebut malah menjadi ajang prostitusi berkedok lelaku tadi.

Pemerintah Daerah setempat bukannya tidak melakukan sesuatu, tapi konsepsi tentang ritual seks itu sudah sedemikian kuat. Nah, siapa yang salah? Apakah interpretasi tentang Pangeran Samudra atau memang seks terlanjur menjadi komoditi? [joko]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris