157 Kantong Darah PMI Tercemar Penyakit Menular !

Darah para pendonor yang masuk ke Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Surabaya tidak selalu bersih. Setiap tahun, ada saja darah yang diketahui tercemar penyakit menular, seperti hepatitis B, hepatitis C, sifilis, dan HIV/AIDS. Selama Januari 2009, jumlahnya mencapai 157 kantong.

Data di UTD PMI Surabaya menyebutkan, darah yang masuk selama Januari 2009 sebanyak 9.882 kantong. Dari jumlah itu, 157 kantong diketahui tercemar penyakit menular. Rinciannya, 113 kantong darah terinfeksi hepatitis B, 30 kantong mengandung hepatitis C, 13 kantong tercemar sifilis, dan satu kantong terinfeksi HIV/AIDS.

Kepala UTD PMI Surabaya dr Nur Ahmad Tjiptoprajitno mengakui bahwa darah yang masuk ke instansinya memang harus diteliti untuk mengetahui apakah tercemar atau tidak. Pengalaman selama ini, PMI selalu kemasukan darah yang terinfeksi penyakit menular. Dia mencontohkan darah yang masuk selama 2008. Jumlahnya mencapai 120.729 kantong. “Ternyata, 2.019 kantong darah teridentifikasi mengandung penyakit tertentu,” katanya.

Dia menjelaskan, hepatitis B masih menempati ranking pertama penyakit yang mencemari darah di UTD PMI. Selama 2009, jumlah darah yang tercemar penyakit itu 1.357 kantong atau 1,12 persen dari total jumlah darah. Urutan berikutnya, hepatitis C mencemari 419 kantong (0,34 persen), HIV/AIDS mencemari 146 kantong (0,12 persen), dan sifilis ada dalam 97 kantong darah (0,08 persen).

Nur berjanji sangat berhati-hati dalam melakukan screening darah yang masuk dari pendonor. Jika terdapat darah yang positif terinfeksi, tim UTD PMI akan menyaring sampai dua kali. Bisa jadi, hasil positif pertama itu adalah positif palsu.

Ditemui di tempat terpisah, Kasi Humas dan Rekrutmen UTD PMI Agung Trijutanto menyatakan, ada tiga tahap perlakuan terhadap semua darah sumbangan pendonor. Pertama, petugas UTD PMI mengumpulkan semua darah, kemudian mengambil sampel dari tiap kantong. Selanjutnya, sampel tersebut dites dengan dua alat pendeteksi empat penyakit. “Salah satu medianya adalah obat reagensia. Di Indonesia, hanya ada tiga kota yang memiliki alat itu. Selain Surabaya dan Jakarta, Semarang punya,” imbuhnya.

Jika tahu ada darah yang tercemar, PMI mengirimkan darah itu ke laboratorium diagnosis Departemen Kesehatan (Depkes) di Jakarta. Prosedur tersebut harus dilalui. PMI tidak diperkenankan mendiagnosis penyakit. “Kami hanya boleh mengidentifikasi, tidak boleh memutuskan,” ujarnya.

Agung menambahkan, dalam sepekan UTD PMI rutin mengirimkan darah terinfeksi ke Depkes. Rata-rata jumlahnya antara tujuh hingga 14 kantong. Dari jumlah itu, yang terbanyak adalah tercemar hepatitis B.

Screening oleh UTD PMI juga dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Jika terdapat darah yang mirip dengan keempat penyakit itu, pihaknya akan memisahkan kantong darah tersebut agar tidak mencemari yang lain. “Dalam hal permintaan darah dari masyarakat, kami juga sangat ketat. Misalnya, beda satu huruf pada nama yang tertera di surat permohonan dengan KTP, kami pasti menolak,” ucapnya.

Khusus darah yang positif tercemar, Agung memastikan tidak akan terdistribusi ke masyakarat. Pihaknya telah mengalokasikan dana Rp 4 juta per bulan untuk pemusnahan. Dana itu dibayarkan ke Instalasi Sanitasi Lingkungan RSU dr Soetomo sebagai biaya incinerator atau tempat pembakaran.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris