Pesawat terbang adalah moda transportasi yang mengagumkan dibanding mode transportasi darat dan laut. Itu karena sifatnya yang dapat dikatakan melawan hukum alam dengan melawan gaya gravitasi. Karena sifat uniknya ini jugalah maka mode transportasi udara merupakan moda transportasi yang paling berbahaya diantara yang lainnya.
Diantara fase-fase lainnya dalam operasi penerbangan, fase take off dan landing adalah fase paling kritis dan berbahaya dalam operasi penerbangan. Ini diperkuat berdasarkan penelitian Boeing yang dilakukan pada periode 1950-2004 dimana mayoritas kecelakaan terjadi pada tahap take off (sebesar 17 %) dan landing (sebesar 51 %).
diagram_accidentDiagram Statistik Aircraft Acidents Berdasarkan Penelitian Boeing Corp. Periode 1950-2004
Pada kedua tahap itu sangat tergantung pada kesiapan dan kemampuan para pemain utama yaitu pilot dan pengatur lalu lintas udara (Air Traffic Controller/ATC). Berikut ini adalah bahaya-bahaya yang sering terjadi saat take off dan landing. Jauh lebih sering merupakan kombinasi dari beberapa kejadian sekaligus.
Tabrakan Dengan Kendaraan
Kendaraan yang lalu lalang di bandara harus minta ijin terlebih dahulu kepada pengatur lalu lintas didarat. Namun kadangkala sering mengabaikan dan dapat berakibat fatal.
Atau terjadi sebaliknya seperti yang terjadi pada Flight 006 Singapore Airlines tahun 2000 di Bandara Internasional Chiang Kai-Shek, Taiwan. Pilot salah mengintrepretasikan arahan dari ATC dan nyasar ke landasan pacu yang masih dibangun dan menabrak kendaraan konstruksi.
Tabrakan Dengan Pesawat
Ada kemungkinan besar resiko ini terjadi di bandara yang padat lalu lintasnya, pesawat yang mendarat berada diatas pesawat yang tinggal landas. Atau sebaliknya ada pesawat yang tiba-tiba memotong jalur landing pesawat tanpa ijin dari ATC.
Akhirnya terjadi tabrakan, siapapun tidak ingin mengalaminya tapi berbicara kemungkinan selalu mungkin terjadi. Salah satu insiden yang nyaris fatal adalah pada tanggal 11 September 1990 di Bandara Sydney dimana sebuah pesawat B747 Qantas yang sedang ditarik melintas landasan dilompati oleh sebuah B747 Cathay Pasific yang sedang takeoff. Pesawat Cathay yang memuat 263 penumpang berhasil menghindari dengan jarak 70 meter saja !
Nyaris kecelakaan di Kepulauan Canary terulang. Peristiwa tragis yang menelan korban terbesar sebanyak 583 jiwa ini terjadi tahun 1978 dimana dua buah B747 (KLM posisi take off dan PANAM posisi approach landing) bertabrakan di atas landasan Bandara Tenerife.
Genangan Air Di Landasan
Ada berbagai akibat yang mempengaruhi performance pesawat saat take off. Genangan air akan menghambat jalannya roda sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai kecepatan yang dibutuhkan untuk terbang. Yang lebih buruk jika cipratan air masuk ke dalam mesin pesawat dalam jumlah banyak yang dapat menyebabkan mesin mati.
Sedangkan saat landing akan menciptakan bahaya hidroplanning. Dimana roda pesawat mengambang dipermukaan air dan sulit direm. Akibatnya pesawat dapat overshoot atau tergelincir.
Daya Penglihatan Yang Buruk (Low Visibility)
Bisa diakibatkan oleh cuaca, kabut, dan sebagainya. Sangat berbahaya karena penerbang tidak dapat melihat jika ada sesuatu dilandasan (runway incursion). Penerbang akan terlambat melihatnya sehingga akan terlambat pula dalam mengambil suatu tindakan.
Sementara untuk landing, penerbang harus melakukan divert ke bandara lain. Jangan memaksakan diri dengan terbang instrumen jika bandara tidak memiliki peralatan yang cukup memadai. Untuk bandara perintis dengan cuaca yang sering berubah-ubah dan berkabut dengan topografi yang membahayakan seperti di Papua misalnya, ada peraturan ketat “No See No Fly” agar keselamatan penerbangan tetap terjaga.
Angin Dari Samping Yang Cukup Keras
Bagi pesawat besar mungkin tidak terlalu berpengaruh dalam mempertahankan arah baik take off atau landing tapi jangan diabaikan, karena angin yang cukup kuat akan mendorong salah satu sayap menyentuh landasan.
Ban Pecah
Seperti pada mobil, ban yang pecah akan sangat berbahaya karena ada kecendrungan untuk lari menyamping kearah ban yang pecah. Pecahan ban pun bisa membahayakan pesawat seperti yang terjadi pada tragedi Air Franch, Concorde tahun 2000 yang sekaligus menamatkan karir pesawat penumpang supersonik ini.
Sedangkan saat landing sebisa mungkin penerbang mendarat dengan kecepatan yang sesuai prosedur dan memperlambat pesawat dengan peralatan air brake ataupun thrust reverser. Jangan memaksakan selalu memakai brake roda pesawat untuk menghindari ban pecah dan memperpanjang umur ban pesawat.
Bird Strike
Nampaknya aneh, burung sekecil itu dapat mengakibatkan bahaya bagi pesawat terbang yang berukuran besar. Tapi patut diingat bahwa take off dan landing adalah situasi kritis bahkan bahaya sekecil apapun berakibat fatal.
Sebagai contoh saja tahun 1995, pesawat E-3 Sentry AU Amerika jatuh sesaat setelah take off dari Elmendorf, Anchorage, Alaska. Penyelidikan menunjukan ada ceceran bangkai angsa disekitar landasan tempat kecelakaan. Terbukti bahwa ancaman ini fatal akibatnya dan sanggup menjatuhkan pesawat sebesar sang radar terbang Boeing B707 tersebut.
Engine Failure
Menjadi salah satu point paling penting dalam crew briefing sehingga seluruh awak pesawat selalu waspada dalam menghadapi keadaan terburuk. Jika saat take off terjadi pada kecepatan V1, membatalkan maupun meneruskan take off mempunyai tingkat bahaya yang kurang lebih sama.
Temperature Inversion
Adalah perubahan temperatur/suhu secara kebalikan. Suhu akan bertambah dingin atau setidaknya sama pada ketinggian 500-1000 kaki. Di Timur Tengah saat musim panas sering terjadi kebalikannya. Sekitar 35 derajat di landasan dan 40 derajat pada ketinggian 1000 kaki.
Sangat berbahaya karena berpengaruh pada performa mesin yang turun drastis. Kejadian ini sulit dideteksi baik oleh peralatan maupun peralatan meterologi. Penerbang yang mengalaminya harus segera memberitahukan ATC agar dapat mengingatkan pesawat berikutnya yang akan take off ataupun landing.
Wind Shear & Microbust
Wind Shear adalah angin yang berubah secara tiba-tiba. Paling berbahaya jika terjadi perubahan 180 derajat. Angin dari arah depan mendadak berubah arah menjadi dari arah belakang mengakibatkan pesawat kehilangan gaya angkat secara tiba-tiba.
Sedangkan microbust diakibatkan dari Awan Comulunimbus (Cb) yang musuh utama penerbang dan siapapun akan berusaha menghindari. Karena jika terjadi downdraft yang disebabkan microbust, tak ada ampun pesawat sebesar apapun mampu dibanting sampai jatuh.
Kecelakaan tanggal 9 Juli 1982 yang menimpa PANAM bisa menjadi contoh dahsyatnya kombinasi windshear dan microbust. Pesawat B727 berpenumpang 141 orang kehilangan gaya angkat, dibanting dan jatuh setelah take off dari Bandara Moisant, New Orleans. Otoritas penerbangan Amerika, FAA (Federal Aviation Administration) menaruh perhatian besar pada masalah ini apalagi sejak tahun 1960, sekitar 500 pesawat celaka atau nyaris celaka dengan pola yang hampir sama, dihempaskan baik saat take off maupun landing.
Fenomena yang kasat mata ini dan berlangsung singkat (rata-rata 10 menit) sulit dilacak sampai pada dekade 90-an dipasang peralatan Low Level Windshear Alert System yang mampu memberikan peringatan dua menit sebelum microbust itu muncul.
Wind Turbulence
Merupakan fenomena yang diakibatkan oleh wing tips vortec. Aliran angin dari ujung sayap melingkar dan makin membesar kebawah. Lintasan yang dilalui pesawat akan menghasilkan wind turbulence yang membahayakan pesawat dibelakangnya.
Beberapa prosedur take off dan landing untuk menghadapi wind turbulence ini memang dipelajari oleh setiap penerbang tapi pihak ATC juga dapat membantu dengan memberikan jeda setidaknya 5 menit baik take off maupun landing agar wind turbulence menghilang. (Sudiro Sumbodo, Jakarta, 2008)
Referensi :
1. Angkasa, Majalah Kedirgantaraan, “Microbust : Angin Yang Amat Ditakuti Penerbang”, No. 5 Februari 2000
2. Angkasa, Majalah Kedirgantaraan, “Take Off”, No. 4 Januari 1991
3. Fahmi, Riza, Crash ! Menyingkap Misteri Penyebab Kecelakaan Pesawat, Jasakom 2008
4. Hakim, Chappy, Pelangi Dirgantara, Dispen TNI-AU, 1999
5. Intermoda, Majalah Transportasi, “Human Factors”, No. 1 Januari 2008
6. Intermoda, Majalah Transportasi, “Human Factors : Dapatkah Dikurangi ?”, No.2 Maret 2008
7. Terbang, Aero Sport Magazine, “Wake Turbulance”, Edisi Agustus-September 2004
Diantara fase-fase lainnya dalam operasi penerbangan, fase take off dan landing adalah fase paling kritis dan berbahaya dalam operasi penerbangan. Ini diperkuat berdasarkan penelitian Boeing yang dilakukan pada periode 1950-2004 dimana mayoritas kecelakaan terjadi pada tahap take off (sebesar 17 %) dan landing (sebesar 51 %).
diagram_accidentDiagram Statistik Aircraft Acidents Berdasarkan Penelitian Boeing Corp. Periode 1950-2004
Pada kedua tahap itu sangat tergantung pada kesiapan dan kemampuan para pemain utama yaitu pilot dan pengatur lalu lintas udara (Air Traffic Controller/ATC). Berikut ini adalah bahaya-bahaya yang sering terjadi saat take off dan landing. Jauh lebih sering merupakan kombinasi dari beberapa kejadian sekaligus.
Tabrakan Dengan Kendaraan
Kendaraan yang lalu lalang di bandara harus minta ijin terlebih dahulu kepada pengatur lalu lintas didarat. Namun kadangkala sering mengabaikan dan dapat berakibat fatal.
Atau terjadi sebaliknya seperti yang terjadi pada Flight 006 Singapore Airlines tahun 2000 di Bandara Internasional Chiang Kai-Shek, Taiwan. Pilot salah mengintrepretasikan arahan dari ATC dan nyasar ke landasan pacu yang masih dibangun dan menabrak kendaraan konstruksi.
Tabrakan Dengan Pesawat
Ada kemungkinan besar resiko ini terjadi di bandara yang padat lalu lintasnya, pesawat yang mendarat berada diatas pesawat yang tinggal landas. Atau sebaliknya ada pesawat yang tiba-tiba memotong jalur landing pesawat tanpa ijin dari ATC.
Akhirnya terjadi tabrakan, siapapun tidak ingin mengalaminya tapi berbicara kemungkinan selalu mungkin terjadi. Salah satu insiden yang nyaris fatal adalah pada tanggal 11 September 1990 di Bandara Sydney dimana sebuah pesawat B747 Qantas yang sedang ditarik melintas landasan dilompati oleh sebuah B747 Cathay Pasific yang sedang takeoff. Pesawat Cathay yang memuat 263 penumpang berhasil menghindari dengan jarak 70 meter saja !
Nyaris kecelakaan di Kepulauan Canary terulang. Peristiwa tragis yang menelan korban terbesar sebanyak 583 jiwa ini terjadi tahun 1978 dimana dua buah B747 (KLM posisi take off dan PANAM posisi approach landing) bertabrakan di atas landasan Bandara Tenerife.
Genangan Air Di Landasan
Ada berbagai akibat yang mempengaruhi performance pesawat saat take off. Genangan air akan menghambat jalannya roda sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai kecepatan yang dibutuhkan untuk terbang. Yang lebih buruk jika cipratan air masuk ke dalam mesin pesawat dalam jumlah banyak yang dapat menyebabkan mesin mati.
Sedangkan saat landing akan menciptakan bahaya hidroplanning. Dimana roda pesawat mengambang dipermukaan air dan sulit direm. Akibatnya pesawat dapat overshoot atau tergelincir.
Daya Penglihatan Yang Buruk (Low Visibility)
Bisa diakibatkan oleh cuaca, kabut, dan sebagainya. Sangat berbahaya karena penerbang tidak dapat melihat jika ada sesuatu dilandasan (runway incursion). Penerbang akan terlambat melihatnya sehingga akan terlambat pula dalam mengambil suatu tindakan.
Sementara untuk landing, penerbang harus melakukan divert ke bandara lain. Jangan memaksakan diri dengan terbang instrumen jika bandara tidak memiliki peralatan yang cukup memadai. Untuk bandara perintis dengan cuaca yang sering berubah-ubah dan berkabut dengan topografi yang membahayakan seperti di Papua misalnya, ada peraturan ketat “No See No Fly” agar keselamatan penerbangan tetap terjaga.
Angin Dari Samping Yang Cukup Keras
Bagi pesawat besar mungkin tidak terlalu berpengaruh dalam mempertahankan arah baik take off atau landing tapi jangan diabaikan, karena angin yang cukup kuat akan mendorong salah satu sayap menyentuh landasan.
Ban Pecah
Seperti pada mobil, ban yang pecah akan sangat berbahaya karena ada kecendrungan untuk lari menyamping kearah ban yang pecah. Pecahan ban pun bisa membahayakan pesawat seperti yang terjadi pada tragedi Air Franch, Concorde tahun 2000 yang sekaligus menamatkan karir pesawat penumpang supersonik ini.
Sedangkan saat landing sebisa mungkin penerbang mendarat dengan kecepatan yang sesuai prosedur dan memperlambat pesawat dengan peralatan air brake ataupun thrust reverser. Jangan memaksakan selalu memakai brake roda pesawat untuk menghindari ban pecah dan memperpanjang umur ban pesawat.
Bird Strike
Nampaknya aneh, burung sekecil itu dapat mengakibatkan bahaya bagi pesawat terbang yang berukuran besar. Tapi patut diingat bahwa take off dan landing adalah situasi kritis bahkan bahaya sekecil apapun berakibat fatal.
Sebagai contoh saja tahun 1995, pesawat E-3 Sentry AU Amerika jatuh sesaat setelah take off dari Elmendorf, Anchorage, Alaska. Penyelidikan menunjukan ada ceceran bangkai angsa disekitar landasan tempat kecelakaan. Terbukti bahwa ancaman ini fatal akibatnya dan sanggup menjatuhkan pesawat sebesar sang radar terbang Boeing B707 tersebut.
Engine Failure
Menjadi salah satu point paling penting dalam crew briefing sehingga seluruh awak pesawat selalu waspada dalam menghadapi keadaan terburuk. Jika saat take off terjadi pada kecepatan V1, membatalkan maupun meneruskan take off mempunyai tingkat bahaya yang kurang lebih sama.
Temperature Inversion
Adalah perubahan temperatur/suhu secara kebalikan. Suhu akan bertambah dingin atau setidaknya sama pada ketinggian 500-1000 kaki. Di Timur Tengah saat musim panas sering terjadi kebalikannya. Sekitar 35 derajat di landasan dan 40 derajat pada ketinggian 1000 kaki.
Sangat berbahaya karena berpengaruh pada performa mesin yang turun drastis. Kejadian ini sulit dideteksi baik oleh peralatan maupun peralatan meterologi. Penerbang yang mengalaminya harus segera memberitahukan ATC agar dapat mengingatkan pesawat berikutnya yang akan take off ataupun landing.
Wind Shear & Microbust
Wind Shear adalah angin yang berubah secara tiba-tiba. Paling berbahaya jika terjadi perubahan 180 derajat. Angin dari arah depan mendadak berubah arah menjadi dari arah belakang mengakibatkan pesawat kehilangan gaya angkat secara tiba-tiba.
Sedangkan microbust diakibatkan dari Awan Comulunimbus (Cb) yang musuh utama penerbang dan siapapun akan berusaha menghindari. Karena jika terjadi downdraft yang disebabkan microbust, tak ada ampun pesawat sebesar apapun mampu dibanting sampai jatuh.
Kecelakaan tanggal 9 Juli 1982 yang menimpa PANAM bisa menjadi contoh dahsyatnya kombinasi windshear dan microbust. Pesawat B727 berpenumpang 141 orang kehilangan gaya angkat, dibanting dan jatuh setelah take off dari Bandara Moisant, New Orleans. Otoritas penerbangan Amerika, FAA (Federal Aviation Administration) menaruh perhatian besar pada masalah ini apalagi sejak tahun 1960, sekitar 500 pesawat celaka atau nyaris celaka dengan pola yang hampir sama, dihempaskan baik saat take off maupun landing.
Fenomena yang kasat mata ini dan berlangsung singkat (rata-rata 10 menit) sulit dilacak sampai pada dekade 90-an dipasang peralatan Low Level Windshear Alert System yang mampu memberikan peringatan dua menit sebelum microbust itu muncul.
Wind Turbulence
Merupakan fenomena yang diakibatkan oleh wing tips vortec. Aliran angin dari ujung sayap melingkar dan makin membesar kebawah. Lintasan yang dilalui pesawat akan menghasilkan wind turbulence yang membahayakan pesawat dibelakangnya.
Beberapa prosedur take off dan landing untuk menghadapi wind turbulence ini memang dipelajari oleh setiap penerbang tapi pihak ATC juga dapat membantu dengan memberikan jeda setidaknya 5 menit baik take off maupun landing agar wind turbulence menghilang. (Sudiro Sumbodo, Jakarta, 2008)
Referensi :
1. Angkasa, Majalah Kedirgantaraan, “Microbust : Angin Yang Amat Ditakuti Penerbang”, No. 5 Februari 2000
2. Angkasa, Majalah Kedirgantaraan, “Take Off”, No. 4 Januari 1991
3. Fahmi, Riza, Crash ! Menyingkap Misteri Penyebab Kecelakaan Pesawat, Jasakom 2008
4. Hakim, Chappy, Pelangi Dirgantara, Dispen TNI-AU, 1999
5. Intermoda, Majalah Transportasi, “Human Factors”, No. 1 Januari 2008
6. Intermoda, Majalah Transportasi, “Human Factors : Dapatkah Dikurangi ?”, No.2 Maret 2008
7. Terbang, Aero Sport Magazine, “Wake Turbulance”, Edisi Agustus-September 2004