Karakter suatu negara dapat dilihat dari perilaku masyarakatnya. Rakyat Indonesia jika dilihat dari Kota Jakarta dinilai tidak disiplin lantaran kebiasaan membuang sampah seenaknya tanpa mengenal tempat.
"Saya tidak suka lingkungan Jakarta! Banyak sampah di mana-mana. Saya prihatin melihatnya," ucap Alvaro Neil, warga Spanyol yang bersepeda keliling dunia untuk melakukan proyek pribadi Miles of Smile Around the World (MOSAW). Kali ini, ia singgah di Jakarta setelah sebelumnya menyambangi Malaysia.
Menurut Alvaro, kebersihan bukan hanya milik negara-negara kaya, tetapi milik semua negara. Namun, menurutnya, Indonesia mempunyai kelebihan yaitu keramahan rakyatnya terhadap orang asing. "Orang Indonesia bersahabat, saling menghormati," ucapnya.
Proyek MOSAW dimulai dari kota kelahirannya, Asturias, Spanyol, pada 2004, kemudian ke Amerika Selatan, Afrika Selatan, Timur Tengah, lalu ke Asia. Hingga di Kota Jakarta ia sudah menempuh jarak 65.089 km dan 1.717 hari perjalanan serta berganti 3 kali sepeda yang ia dapat dari sponsor.
Dalam setiap perjalanan tersebut, ia selalu membuat tersenyum warga di daerah yang disinggahinya. Prinsip yang dipegang teguh selama perjalanan yaitu jika mendapatkan sesuatu dari seseorang, ia harus memberikan kembali kepada orang lain. "Orang-orang banyak membantu saya," ujar dia.
Untuk membiayai ambisinya tersebut, Alvaro harus menjual mobil dan membawa tabungannya dari penghasilan sebagai pengacara di Spanyol serta dari penjualan buku yang ditulisnya mengenai sepeda. "60 persen uang saya, 20 persen sponsor, dan 20 persen dari orang-orang yang ditemui," kata Alvaro.
Namun, ia menolak menjawab ketika ditanya berapa jumlah uang yang dibawanya saat awal perjalanan. Uang, menurutnya, tidak penting karena yang terpenting adalah kekuatan hati yang dapat membuatnya mendapatkan banyak bantuan. "Jika kamu tidak punya energi yang kuat, kamu tidak akan bisa pergi ke mana-mana," kata dia.
Dengan modal yang dibawa, ia harus berhemat dengan segala cara agar dapat bertahan dengan uang 5 per hari dollar AS. Bahkan, ia tidak segan-segan untuk menawar makanan atau untuk biaya menginap selama perjalanan. "Boleh satu nasi goreng. Berapa harganya? 10.000? Oo, terlalu mahal boleh dikurangi? Mungkin 8.000 tidak pedas," paparnya dalam bahasa Indonesia yang belum fasih menirukan percakapan antara dia dan penjual nasi goreng beberapa waktu lalu.
Dalam perjalanan, ia membawa bekal seberat 80 kg yang dimasukkan ke dalam bagasi sepedanya, seperti tenda, pakaian, makanan, obat-obatan, kantung tidur, dan peta.
Tidak takut teroris
Ia mangaku tidak takut atas ledakan di Mega Kuningan yang terjadi dua pekan lalu. Tetapi, ia malah takut terhadap perilaku pengendara sepeda motor ataupun mobil yang ugal-ugalan di jalanan Ibu Kota. "Mereka semua teroris," ucapnya.
Usai perjalanan yang ditargetkan tahun 2014, ia mengaku tidak mengetahui apa yang akan dilakukannya. Kemungkinan, ia akan meneruskan pekerjaannya terdahulu sebagai penulis.
Dari Jakarta, ia akan melanjutkan perjalanan menuju Timor Leste, kemudian menuju Sulawesi, lalu Filipina, Kalimantan, dan Australia. "Setelah itu, ke tempat-tempat Asia seperti Laos, Kamboja, dsb," demikian Alvaro Neil.
kompas.com
"Saya tidak suka lingkungan Jakarta! Banyak sampah di mana-mana. Saya prihatin melihatnya," ucap Alvaro Neil, warga Spanyol yang bersepeda keliling dunia untuk melakukan proyek pribadi Miles of Smile Around the World (MOSAW). Kali ini, ia singgah di Jakarta setelah sebelumnya menyambangi Malaysia.
Menurut Alvaro, kebersihan bukan hanya milik negara-negara kaya, tetapi milik semua negara. Namun, menurutnya, Indonesia mempunyai kelebihan yaitu keramahan rakyatnya terhadap orang asing. "Orang Indonesia bersahabat, saling menghormati," ucapnya.
Proyek MOSAW dimulai dari kota kelahirannya, Asturias, Spanyol, pada 2004, kemudian ke Amerika Selatan, Afrika Selatan, Timur Tengah, lalu ke Asia. Hingga di Kota Jakarta ia sudah menempuh jarak 65.089 km dan 1.717 hari perjalanan serta berganti 3 kali sepeda yang ia dapat dari sponsor.
Dalam setiap perjalanan tersebut, ia selalu membuat tersenyum warga di daerah yang disinggahinya. Prinsip yang dipegang teguh selama perjalanan yaitu jika mendapatkan sesuatu dari seseorang, ia harus memberikan kembali kepada orang lain. "Orang-orang banyak membantu saya," ujar dia.
Untuk membiayai ambisinya tersebut, Alvaro harus menjual mobil dan membawa tabungannya dari penghasilan sebagai pengacara di Spanyol serta dari penjualan buku yang ditulisnya mengenai sepeda. "60 persen uang saya, 20 persen sponsor, dan 20 persen dari orang-orang yang ditemui," kata Alvaro.
Namun, ia menolak menjawab ketika ditanya berapa jumlah uang yang dibawanya saat awal perjalanan. Uang, menurutnya, tidak penting karena yang terpenting adalah kekuatan hati yang dapat membuatnya mendapatkan banyak bantuan. "Jika kamu tidak punya energi yang kuat, kamu tidak akan bisa pergi ke mana-mana," kata dia.
Dengan modal yang dibawa, ia harus berhemat dengan segala cara agar dapat bertahan dengan uang 5 per hari dollar AS. Bahkan, ia tidak segan-segan untuk menawar makanan atau untuk biaya menginap selama perjalanan. "Boleh satu nasi goreng. Berapa harganya? 10.000? Oo, terlalu mahal boleh dikurangi? Mungkin 8.000 tidak pedas," paparnya dalam bahasa Indonesia yang belum fasih menirukan percakapan antara dia dan penjual nasi goreng beberapa waktu lalu.
Dalam perjalanan, ia membawa bekal seberat 80 kg yang dimasukkan ke dalam bagasi sepedanya, seperti tenda, pakaian, makanan, obat-obatan, kantung tidur, dan peta.
Tidak takut teroris
Ia mangaku tidak takut atas ledakan di Mega Kuningan yang terjadi dua pekan lalu. Tetapi, ia malah takut terhadap perilaku pengendara sepeda motor ataupun mobil yang ugal-ugalan di jalanan Ibu Kota. "Mereka semua teroris," ucapnya.
Usai perjalanan yang ditargetkan tahun 2014, ia mengaku tidak mengetahui apa yang akan dilakukannya. Kemungkinan, ia akan meneruskan pekerjaannya terdahulu sebagai penulis.
Dari Jakarta, ia akan melanjutkan perjalanan menuju Timor Leste, kemudian menuju Sulawesi, lalu Filipina, Kalimantan, dan Australia. "Setelah itu, ke tempat-tempat Asia seperti Laos, Kamboja, dsb," demikian Alvaro Neil.
kompas.com