Pejabat yang suka menyalahgunakan kewenangan demi meraup duit pasti takut ketika berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peluang ini dimanfaatkan sejumlah orang untuk memeras pejabat tersebut.
Dua orang dibekuk di Hotel Borobudur karena mengaku teman dekat Ketua KPK, Antasari Azhar dan satu lagi memperkenalkan diri sebagai anggota KPK. Kemarin, giliran tiga orang ditangkap di Natuna, karena mengaku-aku sebagai anggota KPK.
Banyak cara dilakukan anggota KPK gadungan itu untuk menjerat korban. Mulai dari menipu, memeras hingga menjual buku. Sebanyak 100 anggota KPK gadungan telah dibekuk sejak 2002.
“Jumlah KPK gadungan sejak KPK berdiri sampai sekarang ada 100 orang lebih,” kata Humas KPK Johan Budi di kantornya. Dikatakan dia, para anggota KPK gadungan itu tersebar di seluruh Indonesia. “Ada yang di Medan, Kalimantan, dan Riau,” ujarnya.
Menurut Johan, modus yang dilakukan beragam antara lain menipu, memeras dengan dalih bisa menyelesaikan kasus korupsi.
Selain itu, lanjut dia, ada yang memanfaatkan nama besar KPK untuk kepentingan komersil.
“Seminggu sebelum ini ada orang menjual buku KPK ditangkap di Polres Jakarta Barat,” kata Johan seraya menambahkan, petugas KPK selalu dibekali surat tanda identitas dan surat penugasan.
Dari Natuna dilaporkan, tiga orang dibekuk polisi setempat. Dewi, Lukman, dan Lindu, diringkus bersama seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat, yang ternyata juga gadungan.
“Mereka tak punya identitas sebagai anggota KPK ataupun lembaga swadaya masyarakat,” Kepala Satreskrim Polres Natuna, AKP Rudi S Idris.
Kecurigaan Rudi bermula dari telepon Dewi, yang mengaku dari KPK Jakarta. Dia datang ke Natuna untuk membereskan kasus korupsi. Dianggap sebagai bentuk koordinasi, Rudi menyiapkan kebutuhan yang diminta Dewi. Di antaranya jadwal bertemu Bupati Natuna, Daeng Rusnadi, makan di restoran, dan minta disediakan uang transpor.
Bupati Daeng pun datang ke Polres Natuna. Sebelum menemui tim KPK, Rudi mencoba mengorek identitas empat tamunya. “Anehnya mereka tak punya selembar pun bukti sebagai orang KPK. “Langsung saya ringkus,” kata Rudi.
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dengan petugas KPK gadungan. Mereka biasanya mengaku-ngaku dan meminta sejumlah berkas atau uang dengan mengatasnamakan sebuah kasus korupsi.
“Seluruh petugas KPK dilengkapi dengan tanda pengenal dan untuk yang tertentu dibekali dengan lencana seperti ini,” ujar Antasari sambil menunjukkan kartu di depan ribuan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).
Antasari menjelaskan, biasanya petugas KPK gadungan itu mendatangi para pejabat daerah dan mengaku-ngaku orang KPK atau menjadi ‘calo’ untuk kasus tertentu.
“Kantor KPK hanya ada di Jakarta dan bila ada petugas KPK datang ke daerah selalu dilengkapi surat tugas dan hingga saat ini semua tersangka KPK selalu ditahan,” katanya.
Sumber : Banjarmasin Post
Dua orang dibekuk di Hotel Borobudur karena mengaku teman dekat Ketua KPK, Antasari Azhar dan satu lagi memperkenalkan diri sebagai anggota KPK. Kemarin, giliran tiga orang ditangkap di Natuna, karena mengaku-aku sebagai anggota KPK.
Banyak cara dilakukan anggota KPK gadungan itu untuk menjerat korban. Mulai dari menipu, memeras hingga menjual buku. Sebanyak 100 anggota KPK gadungan telah dibekuk sejak 2002.
“Jumlah KPK gadungan sejak KPK berdiri sampai sekarang ada 100 orang lebih,” kata Humas KPK Johan Budi di kantornya. Dikatakan dia, para anggota KPK gadungan itu tersebar di seluruh Indonesia. “Ada yang di Medan, Kalimantan, dan Riau,” ujarnya.
Menurut Johan, modus yang dilakukan beragam antara lain menipu, memeras dengan dalih bisa menyelesaikan kasus korupsi.
Selain itu, lanjut dia, ada yang memanfaatkan nama besar KPK untuk kepentingan komersil.
“Seminggu sebelum ini ada orang menjual buku KPK ditangkap di Polres Jakarta Barat,” kata Johan seraya menambahkan, petugas KPK selalu dibekali surat tanda identitas dan surat penugasan.
Dari Natuna dilaporkan, tiga orang dibekuk polisi setempat. Dewi, Lukman, dan Lindu, diringkus bersama seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat, yang ternyata juga gadungan.
“Mereka tak punya identitas sebagai anggota KPK ataupun lembaga swadaya masyarakat,” Kepala Satreskrim Polres Natuna, AKP Rudi S Idris.
Kecurigaan Rudi bermula dari telepon Dewi, yang mengaku dari KPK Jakarta. Dia datang ke Natuna untuk membereskan kasus korupsi. Dianggap sebagai bentuk koordinasi, Rudi menyiapkan kebutuhan yang diminta Dewi. Di antaranya jadwal bertemu Bupati Natuna, Daeng Rusnadi, makan di restoran, dan minta disediakan uang transpor.
Bupati Daeng pun datang ke Polres Natuna. Sebelum menemui tim KPK, Rudi mencoba mengorek identitas empat tamunya. “Anehnya mereka tak punya selembar pun bukti sebagai orang KPK. “Langsung saya ringkus,” kata Rudi.
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dengan petugas KPK gadungan. Mereka biasanya mengaku-ngaku dan meminta sejumlah berkas atau uang dengan mengatasnamakan sebuah kasus korupsi.
“Seluruh petugas KPK dilengkapi dengan tanda pengenal dan untuk yang tertentu dibekali dengan lencana seperti ini,” ujar Antasari sambil menunjukkan kartu di depan ribuan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).
Antasari menjelaskan, biasanya petugas KPK gadungan itu mendatangi para pejabat daerah dan mengaku-ngaku orang KPK atau menjadi ‘calo’ untuk kasus tertentu.
“Kantor KPK hanya ada di Jakarta dan bila ada petugas KPK datang ke daerah selalu dilengkapi surat tugas dan hingga saat ini semua tersangka KPK selalu ditahan,” katanya.
Sumber : Banjarmasin Post