Dangdut selama ini dikenal sebagai kesenian yang rakyat. Sebab jenis musik yang kental akan kendang dan suling ini sangat mengakar. Tetapi, dangdut kerap menimbulkan kontroversi karena goyangan yang disajikan acapkali ditampilkan berlebihan.
Hal ini bisa dilihat saat hajatan di Tangerang, Banten dengan hiburan organ tunggal. Sang biduan meliuk-liukkan tubuhnya dengan baju terbuka. Penonton lelaki yang naik ke atas panggung pun mendempet tubuh penyanyi di bagian vital sambil memberi tips atau sawer.
Dari liukan tabuh inilah sang biduan maraup rupiah untuk kebutuhan hidup. Lina Lisnawati, misalnya. Pedangdut yang dikenal dengan Lina Geboy ini mampu mengantongi duit Rp 900 ribu sekali show. Dengan duit ini, Lina yang mahasiswi memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk biaya kuliah.
Meski gemar bergoyang, wanita 21 tahun ini mengaku penampilannya tidak seronok. Namun ia tak menampik sering ada penonton usil. Ada juga yang mengajak kencan. "Jahil banyak. Cuma bagaimana kita bisa menolak itu dengan ngomong halus," kata wanita yang sudah nyanyi sejak lima tahun ini.
Hal senada disampaikan Uus alias Lusy Goyang Kerangkeng 24 Jam. "Jinak-jinak merpati saja. Yang penting saya ambil uang sawerannya," kata Lusy dalam Liputan 6 Pagi, Ahad (3/8). "Daya tarik kepada penyawer [pemberi tips] itu kelebihan. Goyang itu refleks," tambah Lusy.
Namun sejumlah kalangan menentang keberadaan goyang dangdut. Front Pembela Islam Tangerang, misalnya. "Minta aparat terkait [menertibkan]. Andaikata sudah berulangkali tidak ada tanggapan atau gerakan, maka kita yang akan bergerak," ujar Ketua I FPI Wahyudin Toha.
Ironisme lain yang muncul dari pertunjukkan dangdut erotis adalah ditampilkan di tempat terbuka. Artinya bisa disaksikan siapa saja termasuk anak-anak. Ekspresi seni pun sering dijadikan alasan. Jika demikian, maka jangan heran bila pertunjukkan ini bisa berdampak buruk.
Tengok saja di Tangerang. Tiga pemuda memperkosa korban berinisial ST di semak-semak di kawasan Mauk usai nonton organ tunggal. Para tersangka dibekuk setelah buron dua pekan. Solihin dibekuk di Pakuhaji sedangkan Komarudin dan Halimi di Cijantung, Jakarta Timur.
Pemerkosaan berawal saat para pelaku bertemu ST ketika nonton organ tunggal di kawasan Rajeg, Tangerang. Usai menonton, Solihin menawarkan mengantar pulang korban. Namun Solihin bukannya mengantar ke rumah tapi dibawa korban ke tempat sepi. Dua rekannya membuntuti.
Di tempat sepi, ST "digilir". Namun korban bisa kabur hingga diselamatkan warga lalu melapor ke polisi. Aparat menyita sejumlah barang bukti di antaranya pakaian dalam korban yang berlumur sperma para tersangka. Keluarga korban menolak memberi keterangan. Ayah korban menganggap kejadian itu musibah.(YNI/Abdul Rosyid)
Hal ini bisa dilihat saat hajatan di Tangerang, Banten dengan hiburan organ tunggal. Sang biduan meliuk-liukkan tubuhnya dengan baju terbuka. Penonton lelaki yang naik ke atas panggung pun mendempet tubuh penyanyi di bagian vital sambil memberi tips atau sawer.
Dari liukan tabuh inilah sang biduan maraup rupiah untuk kebutuhan hidup. Lina Lisnawati, misalnya. Pedangdut yang dikenal dengan Lina Geboy ini mampu mengantongi duit Rp 900 ribu sekali show. Dengan duit ini, Lina yang mahasiswi memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk biaya kuliah.
Meski gemar bergoyang, wanita 21 tahun ini mengaku penampilannya tidak seronok. Namun ia tak menampik sering ada penonton usil. Ada juga yang mengajak kencan. "Jahil banyak. Cuma bagaimana kita bisa menolak itu dengan ngomong halus," kata wanita yang sudah nyanyi sejak lima tahun ini.
Hal senada disampaikan Uus alias Lusy Goyang Kerangkeng 24 Jam. "Jinak-jinak merpati saja. Yang penting saya ambil uang sawerannya," kata Lusy dalam Liputan 6 Pagi, Ahad (3/8). "Daya tarik kepada penyawer [pemberi tips] itu kelebihan. Goyang itu refleks," tambah Lusy.
Namun sejumlah kalangan menentang keberadaan goyang dangdut. Front Pembela Islam Tangerang, misalnya. "Minta aparat terkait [menertibkan]. Andaikata sudah berulangkali tidak ada tanggapan atau gerakan, maka kita yang akan bergerak," ujar Ketua I FPI Wahyudin Toha.
Ironisme lain yang muncul dari pertunjukkan dangdut erotis adalah ditampilkan di tempat terbuka. Artinya bisa disaksikan siapa saja termasuk anak-anak. Ekspresi seni pun sering dijadikan alasan. Jika demikian, maka jangan heran bila pertunjukkan ini bisa berdampak buruk.
Tengok saja di Tangerang. Tiga pemuda memperkosa korban berinisial ST di semak-semak di kawasan Mauk usai nonton organ tunggal. Para tersangka dibekuk setelah buron dua pekan. Solihin dibekuk di Pakuhaji sedangkan Komarudin dan Halimi di Cijantung, Jakarta Timur.
Pemerkosaan berawal saat para pelaku bertemu ST ketika nonton organ tunggal di kawasan Rajeg, Tangerang. Usai menonton, Solihin menawarkan mengantar pulang korban. Namun Solihin bukannya mengantar ke rumah tapi dibawa korban ke tempat sepi. Dua rekannya membuntuti.
Di tempat sepi, ST "digilir". Namun korban bisa kabur hingga diselamatkan warga lalu melapor ke polisi. Aparat menyita sejumlah barang bukti di antaranya pakaian dalam korban yang berlumur sperma para tersangka. Keluarga korban menolak memberi keterangan. Ayah korban menganggap kejadian itu musibah.(YNI/Abdul Rosyid)