Bukti Kantor Polisi Bukan Tempat Paling Aman !


Pekan lalu, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia sempat dihebohkan insiden percobaan pembakaran oleh seorang perempuan muda, Hiras Tambunan (34). Insiden tersebut tentu saja amat mengagetkan. Bagaimana tidak, suasana Mabes Polri sehari-hari sebenarnya relatif lebih sunyi dan tenteram dibandingkan dengan Polda Metropolitan Jaya yang senantiasa banyak keriuhan.

Tak heran, bagi wartawan yang saban hari meliput di Mabes Polri, kenekatan Hiras itu tergolong peristiwa yang ”nyleneh” setelah peristiwa peledakan bom rakitan oleh bekas anggota Gegana Polri di Wisma Bhayangkari, tujuh tahun silam.

Sekadar pengingat, Hiras nekat hendak membakar mobil dinas polisi karena kecewa dengan penghentian perkara aduannya. Kebetulan, mobil tersebut ternyata milik Wakil Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Inspektur Jenderal Rismawan.

Polisi dari Kepolisian Resor Jakarta Barat menilai, tak ada unsur pidana dalam perkara aduan Hiras. Oleh karena itu, perkara tersebut terpaksa dihentikan penyidikannya.

Hiras menyasar mobil polisi yang hendak dibakarnya secara random, tidak secara khusus menyasar atau mengincar mobil Wakil Irwasum tersebut. Mobil itu tengah terparkir dekat gedung utama tempat Kapolri berkantor.

Tentunya, yang menjadi banyak pertanyaan adalah, bagaimana Hiras dengan mudahnya membawa masuk sebotol besar (botol air kemasan ukuran 1,5 liter) berisi bensin di dalam tasnya? Padahal, setiap pengunjung di Mabes Polri diperiksa lebih dulu oleh polisi di pos jaga di pintu belakang yang berlokasi di Jalan Raden Patah.

Tempat teraman?

Insiden Hiras tadi bisa menjadi contoh bahwa keamanan di lingkungan Mabes Polri sendiri menjadi persoalan ”kecil” yang tampaknya justru luput dari pantauan polisi. Pemeriksaan yang dilakukan menjadi semacam ritual rutin yang bisa melenakan pihak keamanan sendiri. Ini tentu mengingatkan juga pada ritual pemeriksaan yang dilakukan petugas keamanan di hotel berbintang, gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, perkantoran, dan mal-mal di Jakarta. Kalau kita kebetulan mendatangi tempat-tempat itu, akan langsung bisa merasakan, betapa pemeriksaan yang dilakukan petugas keamanan sangat terasa basa-basinya.

Segala sesuatu yang bersifat rutin tampaknya bisa melenakan. Tidak heran jika di masyarakat banyak yang menilai kalau berbagai pemeriksaan tersebut percuma saja. Apalagi, tentunya tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk pengamanan ekstra itu.

Tentang percobaan pembakaran yang dilakukan Hiras, Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen (Pol) Sulistyo Ishak mengatakan, persoalan itu sedikit dilematis. Polisi sebetulnya tidak ingin menimbulkan kesan seperti mempersulit masyarakat yang hendak memasuki areal Mabes Polri dengan memberlakukan pemeriksaan yang ketat.

Namun, bagi wartawan yang saban hari meliput di lingkungan Mabes Polri, soal keamanan di Mabes Polri sudah dipahami sebagai sesuatu yang jangan diharapkan terlalu tinggi. Sudah bukan cerita mengagetkan jika beberapa kali ada wartawan yang tiba-tiba kehilangan barang-barang atau alat kerjanya ketika meliput di Mabes Polri.

Beberapa tahun lalu, misalnya, Farouk Arnaz, salah seorang wartawan suatu harian, pernah kehilangan kamera sakunya saat meliput pertemuan Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno. Mirisnya lagi, pertemuan itu berlangsung di ruang tamu Kapolri yang hanya berisi polisi, wartawan, dan staf menteri. Ruang tamu itu seharusnya tentulah menjadi tempat yang paling aman. ”Padahal, kameranya sudah saya tempeli kertas bertuliskan nama saya dan nomer telepon,” cerita Arnaz.

Woro, wartawan dari kantor berita Jepang, beberapa bulan lalu kehilangan ponselnya saat menunggu narasumber di teras gedung Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim. Di tempat itu saban hari menjadi lokasi wartawan nongkrong untuk mencegat narasumber.

Sementara di Masjid Al-Ikhlas, juga berlokasi di dalam areal Mabes Polri, kehilangan barang bukan hal aneh. Bahkan, korbannya juga polisi sendiri. Seorang perwira menengah, misalnya, pernah kehilangan sepatunya seusai shalat Ashar. Seorang polisi juga pernah kehilangan tasnya yang berisi laptop saat dirinya tengah shalat Ashar di masjid tersebut.

”Suatu saat pernah ada staf PNS (pegawai negeri sipil) di Bareskrim yang curhat, ada AC yang hilang di Bareskrim. Dia bingung, AC kok bisa hilang. Aneh memang, kantor polisi kok kemalingan,” tutur seorang wartawan suatu situs berita.

Ya, memang aneh dan ”lucu”. Kantor polisi yang boleh jadi dianggap sebagai tempat teraman pada kenyataannya tak seaman yang dipikir awam selama ini. Kekhawatiran kantor polisi berwajah sangar jika memeriksa pengunjung sebenarnya tak perlu. Asalkan pemeriksaan itu tetap dilakukan dengan ramah, sopan, dan teliti tentunya. Apalagi ini kantor pusat polisi se-Indonesia, loh. Kompas.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris