Semalam atau tepatnya dini hari Senin 27 Oktober 2008, saya melihat berita yang ditayangkan oleh salah satu TV swasta terkait dengan pernikahan yang dilangsungkan oleh Syekh Puji. Sebagaimana yang disampaikan oleh pembawa berita, bahwa Puspo Wardoyo memberikan dukungan kepada Syekh Puji untuk pernikahannya. Karena pernikahan adalah ibadah, maka hal yang baik tidak boleh di tunda" , kurang lebih demikian yang bisa saya tangkap dari tayangan itu. Dalam wawancaranya, dengan kalimat yang bisa saya pahami, Puspo wWrdoyo mengatakan bahwa siapa yang mengecam poligami ini (yang dilakukan oleh Syekh Puji), maka ia menghina atau mengkhianati Rasulullah.
Pasca menyaksikan tayangan tersebut, perut saya benar-benar mulas dan ingin muntah. Saya hanya tidak habis pikir, seorang Puspo Wardoyo mengeluarkan statement "sembarangan" dan tidak melihat secara jernih pernikahan Syekh Puji dengan anak di bawah umur ini. Kalimat menghina dan mengkhianati Rasulullah? Saya rasa terlalu berlebihan. Please deh! Justru saya berpikir sebaliknya, dan saya yakin Rasulullah akan menangis melihat ulah umatnya saat ini yang selalu menghalalkan poligami dengan seenak udele dewe!
Sebagai seorang muslimah, saya sering bertanya. Benarkah Rasulullah mengajarkan hal ini? Apalagi dalam konteks pernikahan Syekh Puji, dia menikahi anak di bawah umur, sangat muda lugu dan masih perlu banyak belajar dari pahit getirnya kehidupan dunia. Sementara pertanyaan-pertanyaan itu selalu berkecamuk di diri saya. Dulu sampai sekarang, saya sangat meyakini, bahwa pernikahan yang dilakukan Rasulullah selalu berdasarkan kemaslahatan umat muslim saat itu, penyelamatan umat dari fitnah dan perendahan derajat umat manusia. Yakni dengan memberikan penghidupan yang layak dan bermartabat bagi perempuan, anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Berdasarkan cerita dan penelaahan kitab yang pernah saya dapatkan, perempuan-perempuan yang dinikahi Rasulullah adalah para janda korban perang, budak yang dimerdekakan Rasulullah dari kekejaman jahiliyyah. Dan hanya Sayyida Aisyah yang berstatus perempuan muda. Pernikahan Rasulullah, yang diceritakan sebanyak 9 kali tersebut dilakukan setelah ummul mu'minin sayyida Khadijah meninggal dunia. Dari konteks ini, saya memahami bahwa rasulullah menunjukkan sekaligus mengajarkan pada umatnya tentang keberlangsungan hidup umat manusia, penyelamatan dan perlindungan perempuan, para kaum marginal seperti budak dan anak-anak yatim. Dan membatasi jumlah pernikahan masyarakat jahiliyyah yang saat itu tidak terbatas dan tidak berprikemanusiaan. Dan yang terpenting adalah ADIL.
Sederhananya, saya hanya ingin mengambil alasan-alasan mendasar dari pernikahan Rasulullah, bahwa ada faktor keberlangsungan hidup para kaum marginal (janda dan anak-anak yatim), pembatasan pernikahan yang tidak terbatas dan seruan untuk berbuat adil. Terkait dengan semua ini, bisakah kita bertanya, apakah praktek poligami baik yang dilakukan secara sah atau siri, di masyarkat kita ini telah mengikuti sunnah Rasulullah?
Jawaban saya adalah tidak! Kenapa? Karena poligami selama ini dilakukan hanya dengan alasan agama memperbolehkan, yang dinikahipun adalah gadis-gadis cantik, dan masih sangat muda, bahkan di bawah umur. Dalam konteks ini, kita tidak sedang melihat proses keberlangsungan hidup kaum marginal sedang dilakukan oleh para pelaku poligami. Selain itu, indonesia dengan masyarakat patriarkhinya, yang selalu dikuasai oleh laki-laki tidak mempunyai jaminan keselamatan bagi perempuan-perempuan secara umum, dan khususnya perempuan dan anak-anak yang dimarginalkan.
Alasan lain adalah, bangsa ini tidak sedang membutuhkan penambahan penduduk yang signifikan. Justru sebaliknya. Membutuhkan pembatasan penduduk, dilihat dari banyaknya penambahan penduduk yang lahir dari keluarga miskin. Dan dengan alasan ini, tidak kemudian orang kaya bisa mempunyai alasan untuk berpoligami. Selain itu, bangsa ini membutuhkan penyelesaian tentang kemiskinan dan ketidakadilan, dimana perempuan-perempuan miskin dan anak-anak terlantar, tidak mendapatkan haknya untuk mempunyai tempat tinggal yang layak, mempuyai jaminan kesehatan, pendidikan, diperlakukan secara adil dan yang lainnya. Bagi saya, sunnah nabi yang harusnya kita lakukan saat ini adalah memberikan bantuan, penyelamatan, keamanan dan keberlangsungan anak-anak miskin dan perempuan marginal.
Apakah caranya dengan menikahi mereka? Pertanyaan inilah yang harus kita renungkan bersama. Benarkah para pelaku poligami tersebut menghormati Rasulullah dengan mengikuti sunnahnya? Sementara masyarakat kita ini kental dengan praktek diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak? Dan Benarkah dengan mempertanyakan semua ini kita sedang mengkhianati Rasulullah? Sementara banyak orang perduli dengan keberlangsungan hidup perempuan miskin dan anak-anak terlantar di negeri ini?
Semoga kita bisa merenungkan kembali pilihan-pilihan kita. Amin
ipe-Hanifah el Adiba
staf dev. Islam dan perempuan yayasan LKIS YK
Pasca menyaksikan tayangan tersebut, perut saya benar-benar mulas dan ingin muntah. Saya hanya tidak habis pikir, seorang Puspo Wardoyo mengeluarkan statement "sembarangan" dan tidak melihat secara jernih pernikahan Syekh Puji dengan anak di bawah umur ini. Kalimat menghina dan mengkhianati Rasulullah? Saya rasa terlalu berlebihan. Please deh! Justru saya berpikir sebaliknya, dan saya yakin Rasulullah akan menangis melihat ulah umatnya saat ini yang selalu menghalalkan poligami dengan seenak udele dewe!
Sebagai seorang muslimah, saya sering bertanya. Benarkah Rasulullah mengajarkan hal ini? Apalagi dalam konteks pernikahan Syekh Puji, dia menikahi anak di bawah umur, sangat muda lugu dan masih perlu banyak belajar dari pahit getirnya kehidupan dunia. Sementara pertanyaan-pertanyaan itu selalu berkecamuk di diri saya. Dulu sampai sekarang, saya sangat meyakini, bahwa pernikahan yang dilakukan Rasulullah selalu berdasarkan kemaslahatan umat muslim saat itu, penyelamatan umat dari fitnah dan perendahan derajat umat manusia. Yakni dengan memberikan penghidupan yang layak dan bermartabat bagi perempuan, anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Berdasarkan cerita dan penelaahan kitab yang pernah saya dapatkan, perempuan-perempuan yang dinikahi Rasulullah adalah para janda korban perang, budak yang dimerdekakan Rasulullah dari kekejaman jahiliyyah. Dan hanya Sayyida Aisyah yang berstatus perempuan muda. Pernikahan Rasulullah, yang diceritakan sebanyak 9 kali tersebut dilakukan setelah ummul mu'minin sayyida Khadijah meninggal dunia. Dari konteks ini, saya memahami bahwa rasulullah menunjukkan sekaligus mengajarkan pada umatnya tentang keberlangsungan hidup umat manusia, penyelamatan dan perlindungan perempuan, para kaum marginal seperti budak dan anak-anak yatim. Dan membatasi jumlah pernikahan masyarakat jahiliyyah yang saat itu tidak terbatas dan tidak berprikemanusiaan. Dan yang terpenting adalah ADIL.
Sederhananya, saya hanya ingin mengambil alasan-alasan mendasar dari pernikahan Rasulullah, bahwa ada faktor keberlangsungan hidup para kaum marginal (janda dan anak-anak yatim), pembatasan pernikahan yang tidak terbatas dan seruan untuk berbuat adil. Terkait dengan semua ini, bisakah kita bertanya, apakah praktek poligami baik yang dilakukan secara sah atau siri, di masyarkat kita ini telah mengikuti sunnah Rasulullah?
Jawaban saya adalah tidak! Kenapa? Karena poligami selama ini dilakukan hanya dengan alasan agama memperbolehkan, yang dinikahipun adalah gadis-gadis cantik, dan masih sangat muda, bahkan di bawah umur. Dalam konteks ini, kita tidak sedang melihat proses keberlangsungan hidup kaum marginal sedang dilakukan oleh para pelaku poligami. Selain itu, indonesia dengan masyarakat patriarkhinya, yang selalu dikuasai oleh laki-laki tidak mempunyai jaminan keselamatan bagi perempuan-perempuan secara umum, dan khususnya perempuan dan anak-anak yang dimarginalkan.
Alasan lain adalah, bangsa ini tidak sedang membutuhkan penambahan penduduk yang signifikan. Justru sebaliknya. Membutuhkan pembatasan penduduk, dilihat dari banyaknya penambahan penduduk yang lahir dari keluarga miskin. Dan dengan alasan ini, tidak kemudian orang kaya bisa mempunyai alasan untuk berpoligami. Selain itu, bangsa ini membutuhkan penyelesaian tentang kemiskinan dan ketidakadilan, dimana perempuan-perempuan miskin dan anak-anak terlantar, tidak mendapatkan haknya untuk mempunyai tempat tinggal yang layak, mempuyai jaminan kesehatan, pendidikan, diperlakukan secara adil dan yang lainnya. Bagi saya, sunnah nabi yang harusnya kita lakukan saat ini adalah memberikan bantuan, penyelamatan, keamanan dan keberlangsungan anak-anak miskin dan perempuan marginal.
Apakah caranya dengan menikahi mereka? Pertanyaan inilah yang harus kita renungkan bersama. Benarkah para pelaku poligami tersebut menghormati Rasulullah dengan mengikuti sunnahnya? Sementara masyarakat kita ini kental dengan praktek diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak? Dan Benarkah dengan mempertanyakan semua ini kita sedang mengkhianati Rasulullah? Sementara banyak orang perduli dengan keberlangsungan hidup perempuan miskin dan anak-anak terlantar di negeri ini?
Semoga kita bisa merenungkan kembali pilihan-pilihan kita. Amin
ipe-Hanifah el Adiba
staf dev. Islam dan perempuan yayasan LKIS YK