Keberuntungan tidak datang dua kali. Namun, hal ini tidak berlaku untuk Fatimin, korban selamat dari sambaran petir di tempat pemancingan Martin, Pamulang, Tangerang.
Sambaran petir yang dialaminya Senin 6 Oktober kemarin merupakan kali ketiga dalam hidupnya. Pertama kali, Fatimin hampir tersambar petir pada tahun 1970. Saat itu dirinya sedang menggembalakan kambing.
“Waktu itu saya melihat benda hitam sebesar kerbau yang tiba-tiba menyambar di depan saya. Ternyata benda itu petir dan langsung menyambar orang di samping saya yang saat itu sedang mengembala kambing juga,” tutur pria berusia 60 tahun ini saat berbincang dengan okezone di RS Bhineka Husada.
Peristiwa kedua dialaminya pada tahun 1980. waktu itu, Fatimin sedang duduk-duduk santai di rumah kakaknya. “Secara tiba-tiba muncul kilatan cahaya dari arah bawah dan langsung menyambar sebuah pohon besar yang ada di depan rumah saya,” ujarnya.
Adapun sambaran petir ketiga dicicipinya kemarin saat sedang memancing bersama temannya di pemancingan Martin, Pamulang, Tangerang.
Dia menceritakan, peristiwa itu berawal dari ajakan temannya bernama Muhidin untuk pergi memancing ke Pamulang. Awalnya, Fatimin sempat menolak ajakan itu karena harus menyelesaikan tugasnya mengangkut sampah dari mobil bak sampah. Namun, karena terus didesak akhirnya dia mengikuti ajakan teman-temannya.
“Saya gak enak sama teman-teman, almarhum (Muhidin) bilang mancingnya ikan gurame sama lele makanya saya ikut,” tuturnya mengenang peristiwa yang akhirnya merenggut nyawa sahabatnya itu.
Selanjutnya Fatimin dan Muhidin berangkat bersama tujuh orang lain sekira pukul 11.00 WIB. Acara memancing berjalan lancar, namun saat akan pulang sekira pukul 16.30 WIB cuaca berubah drastis. Gerimis turun sehingga Fatimin dan Muhidin berteduh disebuah warung yang tutup.
“15 menit kemudian tiba-tiba saya merasa seperti ditabrak mobil dari arah kiri, dan saya memejamkan mata dan telinga berdengung keras. Saya bisa dengar orang bicara, tetapi tidak bisa bergerak sama sekali,” papar Fatimin
Fatimin mengaku baru bisa menggerakan badannya saat di RS. Namun akhirnya jatuh pingsan lagi lantaran mendengar kabar Muhidin meninggal dunia setelah lima jam tidak sadarkan diri. “Saya baru tahu di RS Bhineka Husada kalau Muhidin meninggal akibat tersambar petir,” ujarnya.
Meski menderita luka-luka, namun Fatimin bersyukur selamat dari sambaran petir ketiga yang pernah dialaminya. “Tapi saya tidak kapok untuk memancing, kalau urusan mati mah, urusannya Tuhan,” paparnya.
Antara.co.id
Sambaran petir yang dialaminya Senin 6 Oktober kemarin merupakan kali ketiga dalam hidupnya. Pertama kali, Fatimin hampir tersambar petir pada tahun 1970. Saat itu dirinya sedang menggembalakan kambing.
“Waktu itu saya melihat benda hitam sebesar kerbau yang tiba-tiba menyambar di depan saya. Ternyata benda itu petir dan langsung menyambar orang di samping saya yang saat itu sedang mengembala kambing juga,” tutur pria berusia 60 tahun ini saat berbincang dengan okezone di RS Bhineka Husada.
Peristiwa kedua dialaminya pada tahun 1980. waktu itu, Fatimin sedang duduk-duduk santai di rumah kakaknya. “Secara tiba-tiba muncul kilatan cahaya dari arah bawah dan langsung menyambar sebuah pohon besar yang ada di depan rumah saya,” ujarnya.
Adapun sambaran petir ketiga dicicipinya kemarin saat sedang memancing bersama temannya di pemancingan Martin, Pamulang, Tangerang.
Dia menceritakan, peristiwa itu berawal dari ajakan temannya bernama Muhidin untuk pergi memancing ke Pamulang. Awalnya, Fatimin sempat menolak ajakan itu karena harus menyelesaikan tugasnya mengangkut sampah dari mobil bak sampah. Namun, karena terus didesak akhirnya dia mengikuti ajakan teman-temannya.
“Saya gak enak sama teman-teman, almarhum (Muhidin) bilang mancingnya ikan gurame sama lele makanya saya ikut,” tuturnya mengenang peristiwa yang akhirnya merenggut nyawa sahabatnya itu.
Selanjutnya Fatimin dan Muhidin berangkat bersama tujuh orang lain sekira pukul 11.00 WIB. Acara memancing berjalan lancar, namun saat akan pulang sekira pukul 16.30 WIB cuaca berubah drastis. Gerimis turun sehingga Fatimin dan Muhidin berteduh disebuah warung yang tutup.
“15 menit kemudian tiba-tiba saya merasa seperti ditabrak mobil dari arah kiri, dan saya memejamkan mata dan telinga berdengung keras. Saya bisa dengar orang bicara, tetapi tidak bisa bergerak sama sekali,” papar Fatimin
Fatimin mengaku baru bisa menggerakan badannya saat di RS. Namun akhirnya jatuh pingsan lagi lantaran mendengar kabar Muhidin meninggal dunia setelah lima jam tidak sadarkan diri. “Saya baru tahu di RS Bhineka Husada kalau Muhidin meninggal akibat tersambar petir,” ujarnya.
Meski menderita luka-luka, namun Fatimin bersyukur selamat dari sambaran petir ketiga yang pernah dialaminya. “Tapi saya tidak kapok untuk memancing, kalau urusan mati mah, urusannya Tuhan,” paparnya.
Antara.co.id