Tanggal 04 Maret 2009 saya mengikuti bursa kerja yang diadakan oleh SAC-ITS (Student Advisory Center - Institut Teknologi 10 November Surabaya) di gedung Graha 10 November (Graha 10 November berlantai 3). Awalnya saya hanya tertarik dengan iklan BRI (Bank Rakyat Indonesia) yang sedang membuka lowongan untuk posisi PPS (Program Pengembangan Staf) dan MT (Management Trainee). Namun karena ada beberapa perusahaan yang "bagus", saya sempatkan mampir disetiap stan perusahaan sambil mencari stan BRI.
Saya berangkat dari Malang pukul 04.53 WIB dan tiba di Surabaya pukul 08.30 WIB dan sesampai di tempat tujuan acara belum dimulai, padahal menurut iklan bursa kerja mulai buka pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Tapi saya maklum dengan ketepatan waktu/jadual acara di Indonesia. Yang membuat saya kesal adalah saat saya mendatangi stan BRI untuk mengambil formulir pendaftaran, petugas stan mengatakan formulir pendaftaran telah habis dan bisa mengambil kembali pada pukul 11.00 WIB.
Saya dan beberapa teman kenalan naik ke lantai II untuk melihat situasi stan BRI yang ternyata penuh sesak. Setelah menunggu sampai pukul 11.00 WIB, kami pun turun ke lantai I untuk kembali mengambil formulir namun sesampai disana ternyata formulir pun telah habis. Petugas stan mengatakan akan menyediakan lagi pukul 13.00 WIB dan akan dibagikan diatas panggung. Sambil menunggu pukul 13.00 WIB, saya dan beberapa teman mencari mushalla untuk istirahat dan shalat (mushalla terletak di lantai II).
Setelah pukul 13.00 WIB tiba, saya dan beberapa teman turun ke lantai I. Namun kembali kami kecewa karena petugas stan BRI yang tadinya berjanji akan membagikan diatas panggung membatalkannya dan memindahkan ke lantai III. Kami pun mengikuti “permainan” mereka. Setiba di lantai III semua pelamar diharuskan duduk dahulu baru kemudian petugas stan BRI mau membagikan formulir. Kembali kami harus kecewa karena setelah sampai barisan duduk didepan saya (saya duduk di barisan ke 5 dari +/- 8 baris tempat duduk dengan model barisan seperti tribun) mendapat formulir, tiba-tiba petugas stan BRI ( tidak ada identitas nama namun memakai baju yang bertuliskan “Untung Beliung Britama” di dada sebelah kanan) tersebut turun tanpa sebab lalu berbincang lama dengan temannya sambil membagikan formulir kepada siapa saja yang masih berlalu lalang. Kemudian dengan seenak hatinya turun ke lantai I padahal di lantai III masih ada puluhan bahkan ratusan orang belum mendapat formulir.
Kami menunggu sesaat karena kami pikir orang tersebut ingin “melaksanakan hajat”, namun kami keliru karena orang tersebut tidak terlihat batang hidungnya. Kami pun turun kembali ke lantai I dengan maksud untuk pulang ke rumah karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.20 WIB sedangkan jadual kereta api ke Malang pukul 14.44 WIB. Saya bertekad untuk mampir dulu ke stan BRI sambil menanyakan “keniatan” petugas stan BRI untuk mengedarkan formulir pendaftaran. Namun niat saya tidak terlaksana karena banyaknya pelamar yang “merasa butuh” untuk mendaftar menjadi pegawai BRI.
Dengan amarah yang menggelegak, saya dan teman keluar dari gedung dan pergi. Saya sempat berpikir bahwa karena merasa dibutuhkan banyak orang, para petugas stan BRI tersebut terkena sindrom “merasa dibutuhkan” bagi banyak orang. Sehingga bertingkah laku merugikan banyak orang. Essay ini saya tulis karena banyak pelamar yang menjadi korban perilaku petugas stan BRI, padahal mereka tidak saja hanya berasal dari Surabaya saja tetapi juga ada yang berasal dari Malang (contohnya saya), Jember dan kota-kota lain yang jaraknya jauh dari Surabaya. Kami sudah lelah secara fisik masih ditambah lagi lelah secara mental/psikis.
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=13566&post=1
Saya berangkat dari Malang pukul 04.53 WIB dan tiba di Surabaya pukul 08.30 WIB dan sesampai di tempat tujuan acara belum dimulai, padahal menurut iklan bursa kerja mulai buka pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Tapi saya maklum dengan ketepatan waktu/jadual acara di Indonesia. Yang membuat saya kesal adalah saat saya mendatangi stan BRI untuk mengambil formulir pendaftaran, petugas stan mengatakan formulir pendaftaran telah habis dan bisa mengambil kembali pada pukul 11.00 WIB.
Saya dan beberapa teman kenalan naik ke lantai II untuk melihat situasi stan BRI yang ternyata penuh sesak. Setelah menunggu sampai pukul 11.00 WIB, kami pun turun ke lantai I untuk kembali mengambil formulir namun sesampai disana ternyata formulir pun telah habis. Petugas stan mengatakan akan menyediakan lagi pukul 13.00 WIB dan akan dibagikan diatas panggung. Sambil menunggu pukul 13.00 WIB, saya dan beberapa teman mencari mushalla untuk istirahat dan shalat (mushalla terletak di lantai II).
Setelah pukul 13.00 WIB tiba, saya dan beberapa teman turun ke lantai I. Namun kembali kami kecewa karena petugas stan BRI yang tadinya berjanji akan membagikan diatas panggung membatalkannya dan memindahkan ke lantai III. Kami pun mengikuti “permainan” mereka. Setiba di lantai III semua pelamar diharuskan duduk dahulu baru kemudian petugas stan BRI mau membagikan formulir. Kembali kami harus kecewa karena setelah sampai barisan duduk didepan saya (saya duduk di barisan ke 5 dari +/- 8 baris tempat duduk dengan model barisan seperti tribun) mendapat formulir, tiba-tiba petugas stan BRI ( tidak ada identitas nama namun memakai baju yang bertuliskan “Untung Beliung Britama” di dada sebelah kanan) tersebut turun tanpa sebab lalu berbincang lama dengan temannya sambil membagikan formulir kepada siapa saja yang masih berlalu lalang. Kemudian dengan seenak hatinya turun ke lantai I padahal di lantai III masih ada puluhan bahkan ratusan orang belum mendapat formulir.
Kami menunggu sesaat karena kami pikir orang tersebut ingin “melaksanakan hajat”, namun kami keliru karena orang tersebut tidak terlihat batang hidungnya. Kami pun turun kembali ke lantai I dengan maksud untuk pulang ke rumah karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.20 WIB sedangkan jadual kereta api ke Malang pukul 14.44 WIB. Saya bertekad untuk mampir dulu ke stan BRI sambil menanyakan “keniatan” petugas stan BRI untuk mengedarkan formulir pendaftaran. Namun niat saya tidak terlaksana karena banyaknya pelamar yang “merasa butuh” untuk mendaftar menjadi pegawai BRI.
Dengan amarah yang menggelegak, saya dan teman keluar dari gedung dan pergi. Saya sempat berpikir bahwa karena merasa dibutuhkan banyak orang, para petugas stan BRI tersebut terkena sindrom “merasa dibutuhkan” bagi banyak orang. Sehingga bertingkah laku merugikan banyak orang. Essay ini saya tulis karena banyak pelamar yang menjadi korban perilaku petugas stan BRI, padahal mereka tidak saja hanya berasal dari Surabaya saja tetapi juga ada yang berasal dari Malang (contohnya saya), Jember dan kota-kota lain yang jaraknya jauh dari Surabaya. Kami sudah lelah secara fisik masih ditambah lagi lelah secara mental/psikis.
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=13566&post=1