(Pos Kota) – Ungkapan kasih ibu sepanjang masa dan tak lekang ditelan waktu, ternyata tak berlaku buat semua wanita. Banyak bayi-bayi yang baru dilahirkan dibuang ibunya di tempat sampah, semak-semak atau di sungai. Padahal di tak sedikit orang tua yang sangat merindukan kehadiran anak.
Fenomena ‘membunuh’ anak baik yang masih berupa janin atau pun sudah dilahirkan belakangan makin menggejala. Padahal bayi-bayi itu punya hak hidup, tak peduli siapa orangtua apalagi latar belakang kedua orangtuanya. Seks bebas menjadi faktor utama fenomena membuang bayi.
Catatan Pos Kota, sejak Februari 2009 sedikitnya ditemukan 11 mayat bayi di berbagai tempat di Jakut, Jaktim, Jakbar, Bekasi, Depok dan Tangerang. Paling sering terjadi, mayat bayi dibungkus kardus lalu dibuang di tempat sampah, atau dilempar ke kali.
Bahkan pada Januari 2009 sesosok bayi yang baru dilahirkan ditemukan warga di semak-semak di Jalan Wahid Hasyim, Jakpus, dikerubuti semut dan ternyata masih hidup.
Berbagai kasus pembuangan bayi yang diusut polisi diduga berlatar belakang menutupi aib. Bayi-bayi tak berdosa itu lahir dari hubungan intim di luar pernikahan.
Alasan itu pula yang dilakukan oleh Dea,35, pekerja seks di Bekasi yang belum lama ini ditangkap polisi. Dia membunuh dua bayi yang lahir dari rahimnya, lalu dimasukkan di dalam kardus dan disimpan di rumah.
AIB DAN KEMISKINAN
Begitu banyak kasus pembuangan bayi, namun hanya sedikit saja pelaku yang berhasil ditangkap. Seperti kasus seorang siswi SMA di Kebon Jeruk yang kedapatan melahirkan di kamar mandi rumahnya. Dia mengaku menyembunyikan kehamilannya karena malu (Pos Kota, 8/2).
Tak hanya aib yang dianggap menjadi beban calon orangtua. Masalah klasik himpitan ekonomi juga banyak menjadi kambing hitam orang dewasa tak bertanggung jawab.
Seorang wanita yang ditangkap polisi Tangerang mengaku hidup keluarganya sudah terlalu susah untuk ditambahi beban hidup manusia baru. Dan wanita itu menceburkan bayi yang baru dilahirkannya ke dalam sumur !
Pasangan Yanto, 47, dan Titik, 26, yang diringkus aparat Polsek Cimanggis, mengaku tak berniat menghilangkan hak hidup bayi perempuan yang dilahirkan dari pernikahan siri tersebut. Bahkan, wanita buruh pabrik permen ini menyusui dulu bayinya sebelum digeletakkan di Jl. Raya Bogor Km 39, Cilangkap, pada 3 Maret lalu. Di dalam tas bayi juga diletakkan pakaian, popok dan susu. Bayi satu bulan itu akhirnya ditemukan warga sudah tak bernyawa.
“Kami hanya ingin ada orang yang menemukan lalu merawatnya dengan baik,” ungkap Titik. “Kami hanya tak ingin hubungan kami diketahui karena Yanto sudah punya anak dan istri di Tegal.” Apapun alasannya, keduanya berurusan dengan hukum.
PSIKOLOG: TEKANAN SITUASI
Menyoroti fenomena tersebut, Tika Bisono, Psikolog dari Universitas Indonesia, mengatakan tingginya kasus pembuangan bayi akibat tekanan situasi. Pelaku dinilainya frustasi dengan masalah yang dihadapi hingga berbuat keji.
”Kepercayaan diri yang sudah sangat rendah membuat pelakunya nekat, apalagi dalam situasi masyarakat yang mulai tak peduli pada sesamanya,” ungkapnya.
Kondisi tertekan yang dialami pelaku, sambungnya, kian bertambah bila keluarga, teman dekat maupun lingkungan juga tak peduli bahkan menjauhi. Seseorang yang berjiwa labil akan makin nekat membuang bayi yang seharusnya dilindungi.
“Saat ini kepedulian sosial di masyarakat sangat lemah, entah itu masalah kehidupan bergotong-royong maupun interaksi sosial. Mereka lebih mengutamakan individualisme,” tegas Tika.
Untuk itu kedekatan sosial antarmanusia yang positif dan saling peduli sangat diharapkan. Apalagi bila ada gerakan nyata terhadap kepedulian sosial langsung ke masyarakat.
MORAL MEROSOT
Banyaknya kasus pembuangan bayi, baik itu diaborsi saat masih janin, ataupun dibuang setelah lahir mencerminkan betapa merosotnya moral, ahlak serta iman seseorang. Untuk itu para orang tua bertanggung jawab mendidik anaknya terutama anak perempuan.
Hal ini dikatakan Ustzah Hj Rosmani. “Dari sisi agama perbuatan itu sangat berdosa. Bayi-bayi itu tidak berdosa,” kata Hj Rosmani sambil menambahkan, bayi yang baru lahir itu lebih baik diserahkan kepada orang yang ingin mengasuhnya daripada dibuang.
Fenomena ‘membunuh’ anak baik yang masih berupa janin atau pun sudah dilahirkan belakangan makin menggejala. Padahal bayi-bayi itu punya hak hidup, tak peduli siapa orangtua apalagi latar belakang kedua orangtuanya. Seks bebas menjadi faktor utama fenomena membuang bayi.
Catatan Pos Kota, sejak Februari 2009 sedikitnya ditemukan 11 mayat bayi di berbagai tempat di Jakut, Jaktim, Jakbar, Bekasi, Depok dan Tangerang. Paling sering terjadi, mayat bayi dibungkus kardus lalu dibuang di tempat sampah, atau dilempar ke kali.
Bahkan pada Januari 2009 sesosok bayi yang baru dilahirkan ditemukan warga di semak-semak di Jalan Wahid Hasyim, Jakpus, dikerubuti semut dan ternyata masih hidup.
Berbagai kasus pembuangan bayi yang diusut polisi diduga berlatar belakang menutupi aib. Bayi-bayi tak berdosa itu lahir dari hubungan intim di luar pernikahan.
Alasan itu pula yang dilakukan oleh Dea,35, pekerja seks di Bekasi yang belum lama ini ditangkap polisi. Dia membunuh dua bayi yang lahir dari rahimnya, lalu dimasukkan di dalam kardus dan disimpan di rumah.
AIB DAN KEMISKINAN
Begitu banyak kasus pembuangan bayi, namun hanya sedikit saja pelaku yang berhasil ditangkap. Seperti kasus seorang siswi SMA di Kebon Jeruk yang kedapatan melahirkan di kamar mandi rumahnya. Dia mengaku menyembunyikan kehamilannya karena malu (Pos Kota, 8/2).
Tak hanya aib yang dianggap menjadi beban calon orangtua. Masalah klasik himpitan ekonomi juga banyak menjadi kambing hitam orang dewasa tak bertanggung jawab.
Seorang wanita yang ditangkap polisi Tangerang mengaku hidup keluarganya sudah terlalu susah untuk ditambahi beban hidup manusia baru. Dan wanita itu menceburkan bayi yang baru dilahirkannya ke dalam sumur !
Pasangan Yanto, 47, dan Titik, 26, yang diringkus aparat Polsek Cimanggis, mengaku tak berniat menghilangkan hak hidup bayi perempuan yang dilahirkan dari pernikahan siri tersebut. Bahkan, wanita buruh pabrik permen ini menyusui dulu bayinya sebelum digeletakkan di Jl. Raya Bogor Km 39, Cilangkap, pada 3 Maret lalu. Di dalam tas bayi juga diletakkan pakaian, popok dan susu. Bayi satu bulan itu akhirnya ditemukan warga sudah tak bernyawa.
“Kami hanya ingin ada orang yang menemukan lalu merawatnya dengan baik,” ungkap Titik. “Kami hanya tak ingin hubungan kami diketahui karena Yanto sudah punya anak dan istri di Tegal.” Apapun alasannya, keduanya berurusan dengan hukum.
PSIKOLOG: TEKANAN SITUASI
Menyoroti fenomena tersebut, Tika Bisono, Psikolog dari Universitas Indonesia, mengatakan tingginya kasus pembuangan bayi akibat tekanan situasi. Pelaku dinilainya frustasi dengan masalah yang dihadapi hingga berbuat keji.
”Kepercayaan diri yang sudah sangat rendah membuat pelakunya nekat, apalagi dalam situasi masyarakat yang mulai tak peduli pada sesamanya,” ungkapnya.
Kondisi tertekan yang dialami pelaku, sambungnya, kian bertambah bila keluarga, teman dekat maupun lingkungan juga tak peduli bahkan menjauhi. Seseorang yang berjiwa labil akan makin nekat membuang bayi yang seharusnya dilindungi.
“Saat ini kepedulian sosial di masyarakat sangat lemah, entah itu masalah kehidupan bergotong-royong maupun interaksi sosial. Mereka lebih mengutamakan individualisme,” tegas Tika.
Untuk itu kedekatan sosial antarmanusia yang positif dan saling peduli sangat diharapkan. Apalagi bila ada gerakan nyata terhadap kepedulian sosial langsung ke masyarakat.
MORAL MEROSOT
Banyaknya kasus pembuangan bayi, baik itu diaborsi saat masih janin, ataupun dibuang setelah lahir mencerminkan betapa merosotnya moral, ahlak serta iman seseorang. Untuk itu para orang tua bertanggung jawab mendidik anaknya terutama anak perempuan.
Hal ini dikatakan Ustzah Hj Rosmani. “Dari sisi agama perbuatan itu sangat berdosa. Bayi-bayi itu tidak berdosa,” kata Hj Rosmani sambil menambahkan, bayi yang baru lahir itu lebih baik diserahkan kepada orang yang ingin mengasuhnya daripada dibuang.