Di Medan, Bocah 12 Tahun Dipaksa Menikah !

Setelah heboh kasus Syeh Puji menikahi anak 12 tahun beberapa lalu, kasus serupa kini terjadi di Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Kali ini menimpa Rh, (12) siswi kelas I Tsanawiyah.

Seorang pengusaha kelapa Sawit yang sudah mempunyai dua isteri, Askah, 37, akhirnya ditangkap Polres Labuhan Batu, Sabtu kemarin. Ia diadukan orang tua Rh, Usman Lubis, gara-gara menikahi anaknya secara paksa, dan menelantarkannya setelah melahirkan bayi perempuan berusia 18 hari. Bahkan, saat Rh masih mengandung isteri pertama Askah, Asmidar Hasibuan sempat menyuruh Rh menggugurkan kandungannya.

"Kasus ini berawal saat Askah bersama Asmidar membujuk kedua orang tua Rh pasangan Usman Lubis dan Misiah yang sehari-hari bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga pengusaha itu dengan perjanjian Rh tidak akan digauli sebelum ia menyelesaikan pendidikannya hingga perguruan tinggi," demikian email dari pembaca SM CyberNews di Medan Sumatera Utara.

Namun, setelah 14 hari menikah, Asmidar membujuk Rh untuk melayani suaminya hingga Rh hamil. Namun, anehnya, setelah bocah lugu itu hamil, Asmidar menyuruh Rh menggugurkan kandungannya dengan cara meminum obat. Namun, Rh menolak sampai bayi yang dikandungannya lahir.

Direktur Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Ahmad Sofian, SH, MA terkait mengenai kasus ini mengatakan, kasus ini sama saja seperti kasus syekh puji, bedanya kali ini orang tua Rh yang mengadukan kasus ini ke polisi. “Ini fenomena gunung es, kecil nampaknya di permukaan, namun yang belum terungkap lkebih besar,” jelasnya.

Hasil survey PKPA 2008 menyebutkan, sekitar 20% populasi anak-anak yang menikah di usia di bawah 16 tahun. Angka yang cukup besar ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mencegah berlangsungnya pernikahan dini.

Mengingat trauma berat yang dialami Rh pernikahan dini ini, PKPA dengan mengirimakn konsolernya ke Labuhan Batu guna pemulihan psikologis Rh. “Apalagi korban saat ini sudah punya anak, sementara ayahnya tidak mau mengakui keberadaan anaknya. Tentu saja kondisinya sangat riskan dan butuh penanganan psikologis,” katanya.

Disamping itu, PKPA juga akan berkoordinasi kepada polisi agar menerapkan pasal yang berlapis kepada pelaku sheingga bisa dijerat dengan pasal-pasal yang kumulatif dan alternatif. Dikatakan, secara makro pernikahan dini merupakan bagian dari bagian masalah eksploitasi seksual pada anak-anak. Dampaknya, anak-anak juga kehilangan masa depan, mengganggu hak tumbuh kembangnya, menghilangkan hak-hak dasar seorang anak untuk bermain, menempuh pendidikan, mengembangkan bakat dan kreatifitasnya.

Dampak lainnya, anak beresiko mengalami kekerasan seksual, karena belum faham aktiftas seksual yang dilakukannya. Selain itu juga membahayakan janin yang dikandungnya. Sofian menilai perangkat hukum nasional belum memadai dalam melindungi anak-anak yang mengalami pernikahan dini, UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan maupun UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak

Kedua UU tersebut, katanya, belum bisa menjerat dan mengkriminalkan pelaku hanya sebatas melarang yang tidak diikuti oleh sanksi pidana bagi yang melanggarnya. Dikhawatirkan, fenomena ini akan terus berlangsung di kalangan anak-anak. Tentu saja ini sangat riskan pada berlangsungnya kekerasan seksual pada anak yang sistematis dan menghancurkan masa depan anak bangsa ini.

Menurut Sofian, untuk mencegah terjadinya pernikahan dini, ada dua hal yang perlu segera dilakukan pemerintah, yaitu merevisi undang-undang perkawinan dan undang-undang perlindungan anak dan mengkriminalkan pelaku pernikahan di kalangan anak-anak. “Proses revisi harus melibatkan ahli-ahli dalam bidang perlindungan anak sehingga benar-benar mengaspirasikan kebutuhan anak,” ujarnya.

Sebagai kebutuhan mendesak, lanjutnya, Departemen Agama harus segera membuat keputusan agar melarang KUA untuk menikahkan anak-anak yang menikah di wilayah hukumnya masing-masing. Bila ada pejabat KUA yang tutup mata atau tidak mengindahkan kasus pernikahan dini harus diberi sangsi.

“Pendidikan dan latihan tentang hak-hak anak perlu bagi pihak punya otoritas menikahkan seseorang, sehingga mereka punya persfektif baik pada hak-hak anak, dapat mencegah menikahkan anak-anak dengan orang dewasa,” imbuh Sofian.

CyberNews
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris