Kasus "kawin paksa" atau perjodohan oleh orang tua masih mendominasi kasus-kasus keluarga di Bangladesh. Selama sembilan bulan terakhir, sepanjang tahun 2008, Unit Khusus di pemerintahan Bangladesh yang mengurusi kasus-kasus kawin paksa menerima sekitar 1.308 penelpon yang melaporkan kasus kawin paksa.
Kasus Doktor Humayra Abedin membuat persoalan kawin paksa yang masih menjadi tradisi masyarakat Bangladesh kembali mencuat. Kasus ini sampai ke pengadilan di Bangladesh dan melibatkan Kepolisian Metropolitan, Inggris. Humayra yang sedang mengikuti pelatihan di London Timur, diduga telah ditipu, disekap, dianiaya oleh keluarganya sendiri dan dipaksa untuk menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya.
Humayra dihubungi keluarganya pada bulan Agustus lalu agar segera pulang ke Bangladesh karena ibunya sakit keras. Namun lewat pesang sms ke salah seorang sahabatnya, Humayra mengatakan bahwa hidupnya dalam bahaya dan ia meminta pertolongan. " Mereka mengurun saya di dalam rumah. Pekerjaan saya terbengkalai. Mereka membuat hidup saya seperti neraka. Tolonglah saya," tulis Humayra dalam sms-nya.
Menurut laporan-laporan yang beredar, keluarga Humayra yang Muslim tidak senang melihat Humayra menjalin hubungan khusus dengan seorang pria Hindu di London. Oleh sebab itu, keluarga Humayra menyiapkan perkawinan Humayra dengan seorang pria Muslim yang belum dikenalnya.
Kasus ini pun sampai ke pengadilan. Mahmoud Hossain, hakim pengadilan di Dhaka, ibukota Bangladesh, memenangkan Humayra dan memerintahkan orang tua Humayra untuk mengembalikan paspor, surat izin mengemudi dan kartu kredit milik puterinya. "Sangat mengherankan, mengapa orang tuanya mengurung dan ikut campur kehidupan pribadi anaknya," kata hakim Hossain dalam putusannya tanggal 15 Desember kemarin.
Humayra menyatakan sangat bahagia dengan putusan pengadilan dan mengaku tidak dendam dengan keluarganya. "Biar bagaimanapun mereka orang tua saya. Saya berterimakasih untuk semua orang yang telah mendukung dan membantu saya," kata Humayra yang saat ini berusia 33 tahun. Dengan putusan itu, Humyra bisa kembali ke Inggris.
Lain halnya dengan keluarga Humyra yang tidak terima dengan putusan pengadilan. Ayah Humayra marah saat mendengar putusan pengadilan, hingga harus dibantu saat meninggalkan ruang pengadilan. "Saya dan istri saya tidak berbuat salah. Dia (Humayra) tidak disekap, semua tuduhan ini tidak benar," ujar ayah Humayra.
Tapi kekasih Humayra, seorang teknisi software berusia 44 tahun yang juga berasal dari Bangladesh mengaku bahwa keluarganya di Bangladesh juga mendapat teror berupa ancaman akan dibunuh dan ia menduga ancaman itu ada kaitannya dengan kasus Humayra.
Kepolisian Metropolitan London sebenarnya sudah menyelidiki kasus ini sejak bulan Juni lalu, ketika Humayra juga diduga disekap oleh ibu dan pamannya di London. Sebelum pengadilan Bangladesh memutuskan kasus Humayra, pengadilan tinggi London mengeluarkan peraturan baru tentang kawin paksa atau Force Marriage Act yang digunakan sebagai dasar hukum untuk memerintahkan agar Humayra dibolehkan pulang ke Inggris. Meski tidak memiliki kekuatan hukum di Bangladesh, undang-undang baru ini ternyata berhasil menekan otoritas hukum di Bangladesh agar memenangkan Humayra. (ln/timesonline)