Mustofa (43) hanya bisa pasrah. Warga Kelurahan/Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar ini harus relah hidup dalam pasungan selama 20 tahun terakhir, setelah keluarganya tak lagi memiliki biaya untuk pengobatan sakit jiwa yang diidapnya.
Pemasungan terhadap Mustofa dilakukan sejak tahun 1989, tepatnya setelah dia berhasil diamankan setelah sempat kabur dari RSJ Lawang Malang. Tepat di belakang rumah, lelaki yang tidak lulus SMP tersebut dipasung dengan menggunakan sebatang kayu yang diletakkan saling tumpang tindih di satu kakinya.
Untuk kebutuhan makan sehari-hari, keluarganya secara bergantian memberikan melalui bungkusan. Sementara untuk kebutuhan buang air dilakukan di lokasi yang sama, dengan keluarganya secara bergiliran melakukan pembersihan.
"Nggak ada pilihan lain, Mas. Daripada dia menyakiti anggota keluarga lain, lebih baik kami yang berkorban merawatnya dalam pasungan," kata Alifi (32), adik kandung Mustofa saat ditemui sejumlah wartawan di rumahnya.
Awal mula gangguan jiwa yang diderita Mustofa, diakui oleh Alifi terjadi saat yang bersangkutan duduk di bangku kelas II SMP. Saat itu, dia dituduh mencuri sepeda angin milik temannya, meski kondisi yang sebenarnya pencurian tersebut tidak pernah terjadi.
"Sejak saat itu Mas Tofa (sapaan Mustofa) lebih sering mendekam dalam kamar. Ada masalah dipendam sendiri dan lama kelamaan jadi pemurung dan suka ngomel sendiri, hingga akhirnya nggak mau sekolah dan dikeluarkan," jelas Alifi.
Kondisi Mustofa semakin parah, setelah dia kembali dituduh melakukan pencurian benih padi dan pupuk di rumah salah seorang tetangganya. Hal tersebut menjadikan Mustofa semakin parah mengalami depresi, meski setelah dilakukan pengusutan oleh keluarganya, pelaku pencurian bukanlah dirinya.
Sejak diketahui mengalami depresi berat, keluarga sudah tak henti-hentinya berusaha mengobatkannya. Mulai dari pengobatan alternatif, berkonsultasi ke seorang kiai hingga membawanya ke RSJ Lawang Malang.
"Seingat saya sudah 4 kali Mas Tofa keluar masuk rumah sakit jiwa, sebelum akhirnya tahun 1989 dia melarikan diri. Saat itu dia kami tangkap lagi tak jauh dari rumah, dan akhirnya keluarga memutuskan untuk memasungnya," papar Alifi.
Sementara guna mengantisipasi kemungkinan Mustofa mengamuk dalam pasungan, secara rutin petugas medis dari Puskesmas Talun melakukan pemeriksaan kesehatan. Dalam pemeriksaan, petugas sekaligus juga memberikan obat penenang dengan dosis tertentu.
Secara terpisah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, dr.Kuspardani mengaku belum mendapatkan laporan adanya pemasungan terhadap salah seorang warganya. "Kalau memang itu benar, tentu sangat memprihatinkan. Saya akan coba koordinasi dulu dengan puskesmas setempat, dan kalau memang benar kami akan berikan bantuan pengobatan," ujar Kuspardani.
Pemasungan terhadap Mustofa dilakukan sejak tahun 1989, tepatnya setelah dia berhasil diamankan setelah sempat kabur dari RSJ Lawang Malang. Tepat di belakang rumah, lelaki yang tidak lulus SMP tersebut dipasung dengan menggunakan sebatang kayu yang diletakkan saling tumpang tindih di satu kakinya.
Untuk kebutuhan makan sehari-hari, keluarganya secara bergantian memberikan melalui bungkusan. Sementara untuk kebutuhan buang air dilakukan di lokasi yang sama, dengan keluarganya secara bergiliran melakukan pembersihan.
"Nggak ada pilihan lain, Mas. Daripada dia menyakiti anggota keluarga lain, lebih baik kami yang berkorban merawatnya dalam pasungan," kata Alifi (32), adik kandung Mustofa saat ditemui sejumlah wartawan di rumahnya.
Awal mula gangguan jiwa yang diderita Mustofa, diakui oleh Alifi terjadi saat yang bersangkutan duduk di bangku kelas II SMP. Saat itu, dia dituduh mencuri sepeda angin milik temannya, meski kondisi yang sebenarnya pencurian tersebut tidak pernah terjadi.
"Sejak saat itu Mas Tofa (sapaan Mustofa) lebih sering mendekam dalam kamar. Ada masalah dipendam sendiri dan lama kelamaan jadi pemurung dan suka ngomel sendiri, hingga akhirnya nggak mau sekolah dan dikeluarkan," jelas Alifi.
Kondisi Mustofa semakin parah, setelah dia kembali dituduh melakukan pencurian benih padi dan pupuk di rumah salah seorang tetangganya. Hal tersebut menjadikan Mustofa semakin parah mengalami depresi, meski setelah dilakukan pengusutan oleh keluarganya, pelaku pencurian bukanlah dirinya.
Sejak diketahui mengalami depresi berat, keluarga sudah tak henti-hentinya berusaha mengobatkannya. Mulai dari pengobatan alternatif, berkonsultasi ke seorang kiai hingga membawanya ke RSJ Lawang Malang.
"Seingat saya sudah 4 kali Mas Tofa keluar masuk rumah sakit jiwa, sebelum akhirnya tahun 1989 dia melarikan diri. Saat itu dia kami tangkap lagi tak jauh dari rumah, dan akhirnya keluarga memutuskan untuk memasungnya," papar Alifi.
Sementara guna mengantisipasi kemungkinan Mustofa mengamuk dalam pasungan, secara rutin petugas medis dari Puskesmas Talun melakukan pemeriksaan kesehatan. Dalam pemeriksaan, petugas sekaligus juga memberikan obat penenang dengan dosis tertentu.
Secara terpisah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, dr.Kuspardani mengaku belum mendapatkan laporan adanya pemasungan terhadap salah seorang warganya. "Kalau memang itu benar, tentu sangat memprihatinkan. Saya akan coba koordinasi dulu dengan puskesmas setempat, dan kalau memang benar kami akan berikan bantuan pengobatan," ujar Kuspardani.