SYDNEY -- Pengadilan Sidney, Australia, mengizinkan seorang gadis berumur 12 tahun menjalani tahap pertama proses ganti kelamin. Hakim beralasan, tindakan itu merupakan yang terbaik bagi gadis yang namanya tak disebutkan tersebut. Apalagi, sang ibu juga mendukung.
"Dalam pandangan saya, dan berdasarkan bukti-bukti yang ada, pergantian kelamin ini merupakan minat terbesarnya," ujar hakim yang menangani kasus ini. Beberapa ahli medis, juga psikiater, pengacara, dan penasihat keluarga, mendukung keputusan tersebut.
Permohonan ganti jenis kelamin ini diajukan sendiri oleh ibu si gadis. Pada Desember lalu, pengadilan memulai hearing. Hasilnya, berdasarkan bukti-bukti yang dipaparkan sang ibu, diketahui si gadis telah merasa sebagai laki-laki sejak usia empat tahun. Bahkan, dikhawatirkan si gadis akan melukai diri sendiri jika dibiarkan tumbuh sebagai seorang perempuan.
Saat ini, gadis cilik tersebut mulai menjalani terapi hormon pertama. Terapi ini akan menghambat pubersitas. Dengan demikian, dia tidak akan mengalami haid, juga pembesaran pinggul dan payudara. Menurut hakim, ini langkah pertama dalam proses pergantian kelamin. Jika proses dilanjutkan, si gadis akan bisa hidup sebagai seorang pria.
Namun, untuk sampai ke tahap itu, si gadis harus bersabar. Sebab, pengangkatan rahim dan indung telur, juga pemasangan penis, tidak bisa dilakukan sampai dia berumur 18 tahun. Pengadilan juga memutuskan, saat ini si gadis sudah bisa membuat akta kelahiran dan paspor baru dengan nama laki-laki.
Meski pengadilan kasus ini tergolong lancar, niat si gadis bukannya tanpa hambatan.. Paling tidak, sang ayah menolak mentah-mentah keputusan ibu anak tersebut. Dia tidak bisa menerima alasan bahsa sang putrid telah merasa sebagai anak laki-laki sejak kecil. Dia juga menentang keputusan hakim yang mengizinkan putrinya ganti kelamin. Dalihnya, sang putrid masih terlalu kecil dan belum bisa mengambil keputusan.
Saudara sepupu gadis tersebut juga mengatakan, niat ganti kelamin itu bukan pemikiran si gadis sendiri, melainkan ibunya. Pria yang menolak menyebut namanya ini bahkan menilai si gadis telah dicuci otak oleh sang ibu. "Dia telah dicuci otak sejak kecil," ujarnya kepada NEWS.com.au. Dia menduga, tindakan itu belatar dendam karena perceraiannya dengan ayah si gadis sejak 1999.
Sejak perceraian tersebut, saudara sepupu ini tinggal dengan ibu si gadis. Menurut dia, sejak perceraian orang tuanya, si gadis selalu dimanfaatkan ibunya untuk membuat ayahnya kembali. Namun, keinginan tersebut tidak kesampaian. Berdasarkan itulah, si sepupu menganggap tindakan ini berlatar dendam.
Ditambahkannya, sang ayah tidak bisa mengajukan gugatan pembatalam proses ganti kelamin karena tidak punya uang. "Yang dipaparkan di pengadilan itu hanya dari sudut pandang si ibu. Sebetulnya banyak cerita lain. Saya merasa ini tidak benar. Psikiater yang disewa ayah si gadis juga tidak pernah diberi kesempatan menemui gadis itu," tuturnya.
Diakuinya, sejak kecil gadis tersebut memang agak tomboy. Namun, itu tidak berarti dia ingin menjadi pria. "Memang, pengadilan menyatakan bahwa hormon yang telah disuntikkan tersebut bisa dinetralkan lagi tanpa akibat apa apa. Tapi, saya kira tetap akan ada efek psikologis yang sulit dikembalikan," ujarnya.
Pengadilan mengizinkan terapi hormon sebagai langkah pertama ganti kelamin tersebut karena si gadis menjelang usia pubertas. Hakim menyatakan si gadis sangat takut mengalami haid dan tumbuh payudara. Kalau ada keberatan, menurut hakim, surat permintaaan penghentian proses ganti kelamin ini harus dikirimkan secepatnya ke pengadilan. Kalau tidak, terapi hormon tahap berikutnya akan membuat si gadis bersuara seprti pria dan berkumis. (AFP/The Courier Mail/sha/soe)
"Dalam pandangan saya, dan berdasarkan bukti-bukti yang ada, pergantian kelamin ini merupakan minat terbesarnya," ujar hakim yang menangani kasus ini. Beberapa ahli medis, juga psikiater, pengacara, dan penasihat keluarga, mendukung keputusan tersebut.
Permohonan ganti jenis kelamin ini diajukan sendiri oleh ibu si gadis. Pada Desember lalu, pengadilan memulai hearing. Hasilnya, berdasarkan bukti-bukti yang dipaparkan sang ibu, diketahui si gadis telah merasa sebagai laki-laki sejak usia empat tahun. Bahkan, dikhawatirkan si gadis akan melukai diri sendiri jika dibiarkan tumbuh sebagai seorang perempuan.
Saat ini, gadis cilik tersebut mulai menjalani terapi hormon pertama. Terapi ini akan menghambat pubersitas. Dengan demikian, dia tidak akan mengalami haid, juga pembesaran pinggul dan payudara. Menurut hakim, ini langkah pertama dalam proses pergantian kelamin. Jika proses dilanjutkan, si gadis akan bisa hidup sebagai seorang pria.
Namun, untuk sampai ke tahap itu, si gadis harus bersabar. Sebab, pengangkatan rahim dan indung telur, juga pemasangan penis, tidak bisa dilakukan sampai dia berumur 18 tahun. Pengadilan juga memutuskan, saat ini si gadis sudah bisa membuat akta kelahiran dan paspor baru dengan nama laki-laki.
Meski pengadilan kasus ini tergolong lancar, niat si gadis bukannya tanpa hambatan.. Paling tidak, sang ayah menolak mentah-mentah keputusan ibu anak tersebut. Dia tidak bisa menerima alasan bahsa sang putrid telah merasa sebagai anak laki-laki sejak kecil. Dia juga menentang keputusan hakim yang mengizinkan putrinya ganti kelamin. Dalihnya, sang putrid masih terlalu kecil dan belum bisa mengambil keputusan.
Saudara sepupu gadis tersebut juga mengatakan, niat ganti kelamin itu bukan pemikiran si gadis sendiri, melainkan ibunya. Pria yang menolak menyebut namanya ini bahkan menilai si gadis telah dicuci otak oleh sang ibu. "Dia telah dicuci otak sejak kecil," ujarnya kepada NEWS.com.au. Dia menduga, tindakan itu belatar dendam karena perceraiannya dengan ayah si gadis sejak 1999.
Sejak perceraian tersebut, saudara sepupu ini tinggal dengan ibu si gadis. Menurut dia, sejak perceraian orang tuanya, si gadis selalu dimanfaatkan ibunya untuk membuat ayahnya kembali. Namun, keinginan tersebut tidak kesampaian. Berdasarkan itulah, si sepupu menganggap tindakan ini berlatar dendam.
Ditambahkannya, sang ayah tidak bisa mengajukan gugatan pembatalam proses ganti kelamin karena tidak punya uang. "Yang dipaparkan di pengadilan itu hanya dari sudut pandang si ibu. Sebetulnya banyak cerita lain. Saya merasa ini tidak benar. Psikiater yang disewa ayah si gadis juga tidak pernah diberi kesempatan menemui gadis itu," tuturnya.
Diakuinya, sejak kecil gadis tersebut memang agak tomboy. Namun, itu tidak berarti dia ingin menjadi pria. "Memang, pengadilan menyatakan bahwa hormon yang telah disuntikkan tersebut bisa dinetralkan lagi tanpa akibat apa apa. Tapi, saya kira tetap akan ada efek psikologis yang sulit dikembalikan," ujarnya.
Pengadilan mengizinkan terapi hormon sebagai langkah pertama ganti kelamin tersebut karena si gadis menjelang usia pubertas. Hakim menyatakan si gadis sangat takut mengalami haid dan tumbuh payudara. Kalau ada keberatan, menurut hakim, surat permintaaan penghentian proses ganti kelamin ini harus dikirimkan secepatnya ke pengadilan. Kalau tidak, terapi hormon tahap berikutnya akan membuat si gadis bersuara seprti pria dan berkumis. (AFP/The Courier Mail/sha/soe)