Ada yang unik di Pulau Dewata.
Di sana ada yang namanya Desa Trunyan, lokasinya sekitar Danau Batur seberang Gunung Batur. Di daerah tersebut mayat tak dibakar ataupun dikubur. Lho...apa iya, apa nggak bau? Ini uniknya. Ayo simak kisahnya....
Nama Trunyam berasal dari kata taruh menyan. Di desa tersebut terdapat pohon besar yang diberi nama pohon menyan. Uratnya menjalar kian kemari, di kawasan tersebut, tak ada bangunan ataupun pohon lain yang menandingi ketinggiannya.
Sehingga masyarakat sekitar juga menyebutnya dengan istilah pohon pencakar langit. Pohon itu sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Lingkaran pohon tersebut sekitar dua meter. Di area pohon inilah masyarakat setempat meletakkan anggota masyarakat yang telah menjadi mayat. Keharuman aroma yang keluar dari pohon itu mengalahkan aroma mayat.
Tengkorak berserakan di lokasi yang cukup terisolasi itu. Untuk mencapainya, harus menggunakan alat transportasi air berupa boat atau perahu, sebab belum ada jalan setapak. Masyarakat di daerah sini disebut-sebut sebagai masyarakat asli Bali. Masyarakatnya tanpa kasta. Sama rata, semua rakyat biasa. Penduduknya sekitar 400 KK.
Perempuan dari desa Trunyam boleh menikah keluar, tetapi laki-laki tidak boleh. Hal ini di percaya untuk menjaga keturunan. Uniknya lagi, dalam memilih pasangan hidup, kaum laki-laki dan perempuan berkumpul di tanah lapang. Kemudian dipisah menjadi dua kelompok dan dibatasi dengan kain.
Lalu kaum laki-laki melempar bunga ke kelompok kamu perempuan. Siapa yang mendapatkan bunganya itulah istrinya dan tidak boleh mengelak...(Wenri Wanhar) monitor depok
Di sana ada yang namanya Desa Trunyan, lokasinya sekitar Danau Batur seberang Gunung Batur. Di daerah tersebut mayat tak dibakar ataupun dikubur. Lho...apa iya, apa nggak bau? Ini uniknya. Ayo simak kisahnya....
Nama Trunyam berasal dari kata taruh menyan. Di desa tersebut terdapat pohon besar yang diberi nama pohon menyan. Uratnya menjalar kian kemari, di kawasan tersebut, tak ada bangunan ataupun pohon lain yang menandingi ketinggiannya.
Sehingga masyarakat sekitar juga menyebutnya dengan istilah pohon pencakar langit. Pohon itu sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Lingkaran pohon tersebut sekitar dua meter. Di area pohon inilah masyarakat setempat meletakkan anggota masyarakat yang telah menjadi mayat. Keharuman aroma yang keluar dari pohon itu mengalahkan aroma mayat.
Tengkorak berserakan di lokasi yang cukup terisolasi itu. Untuk mencapainya, harus menggunakan alat transportasi air berupa boat atau perahu, sebab belum ada jalan setapak. Masyarakat di daerah sini disebut-sebut sebagai masyarakat asli Bali. Masyarakatnya tanpa kasta. Sama rata, semua rakyat biasa. Penduduknya sekitar 400 KK.
Perempuan dari desa Trunyam boleh menikah keluar, tetapi laki-laki tidak boleh. Hal ini di percaya untuk menjaga keturunan. Uniknya lagi, dalam memilih pasangan hidup, kaum laki-laki dan perempuan berkumpul di tanah lapang. Kemudian dipisah menjadi dua kelompok dan dibatasi dengan kain.
Lalu kaum laki-laki melempar bunga ke kelompok kamu perempuan. Siapa yang mendapatkan bunganya itulah istrinya dan tidak boleh mengelak...(Wenri Wanhar) monitor depok