Sutradara Upi Avianto mengaku tercengang membaca hasil survei terhadap sejumlah remaja Yogyakarta yang dilakukan dalam rangka penggarapan film antologi empat sutradara perempuan, “Lotus Requiem”.
Survei itu mengungkap pandangan dan perilaku seks remaja di Yogyakarta, yang menurut Upi, telah jauh melewati batas.
“Rasanya seperti ditampar sewaktu membaca hasil survei itu,” kata Upi, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Upi mencontohkan anak-anak muda itu bukan hanya telah terbiasa melakukan seks bebas, mereka bahkan telah lihai dan mempunyai cara tersendiri menyelesaikan masalah-masalah yang ditimbulkan akibat sek bebas.
Dengan “enteng” dan tanpa merasa bersalah, mereka akan melakukan aborsi, jika perbuatannya di kemudian hari berbuah kehamilan.
Survei yang dilakukan pada pelajar di sejumlah SMA di Yogyakarta pada 2006 itu menanyakan pengetahuan dan sikap mereka seputar seks dan fenomena seks bebas di kalangan anak muda.
Survei dilakukan oleh tim khusus yang mewawancarai pelajar laki-laki dan perempuan secara terpisah.
“Mengerikan, mereka tidak perpikir panjang terhadap dampak dari seks bebas. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata sutradara film remaja “Realita, Cinta, dan Rock n Roll” (2005) dan “Coklat Stroberi” (2007).
Melihat fenomena itu, Upi ingin mengangkatnya dalam film “Lotue Requiem”, dengan harapan masyarakat dapat merenungkan dan peduli pada generasi muda Indonesia.
Film “Lotus Requiem” adalah film antologi garapan empat sutradara perempuan Indonesia, Nia Dinata, Upi Avianto, Fatimah Tobing, dan Lasja Fauzia.
Film yang terdiri dari empat film pendek ini terinspirasi dari berbagai masalah yang menyelimuti kehidupan perempuan Indonesia. “Lotus Requiem” menampilkan kisah empat perempuan, yakni Safina (diperankan Kirana Larasati), Sumantri (Rieke Dyah Pitaloka), Esi (Shanty), dan Laksmi (Susan Bachtiar).