Kisah ini bermula di suatu pagi saat cuaca begitu cerah. Waktu itu aku sedang duduk santai di teras rumah orangtuaku. Sambil menikmati pemandangan pesisir pantai di kota kecil tempat ditinggalku yang berada di wilayah Kalimantan Selatan. Suasana begitu menyejukan, desiran angin laut dan gemuruh ombak laut begitu damai dan tenang kurasakan.
Tiba-tiba, terdengar ayah berteriak keras, “Nak, cepat kemari!!”
Mendengar teriakan Ayah itu, aku pun segera masuk ke dalam rumah. Kulihat ayah sedang berada di kamarnya. Apa apa, apa yang terjadi? Tanyaku dalam hati. Ayah melambaikan tangannya, memberiku isyarat untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Sementara itu, kulihat ibuku juga ada di dalam.
Saat tiba di antara kedua orang tuaku, kulihat tatapan mata Ibu begitu kosong dan seperti kebingungan melihatku.
“Ibu kenapa?” Tanyaku dengan suara yang lembut.
Wanita yang sangat kucintai itu hanya diam dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian beliau bangkit berdiri dan berjalan pelan menuju tempat tidur yang terletak di sudut kamar. Ibu berbaring sambil memegang tasbih dan berdzikir.
Melihat Ibu sudah tenang, kemudian ayah mengajakku untuk keluar dari kamarnya dan menyuruhku untuk memanggil semua keluarga agar secepatnya berkumpul. Aku pun pergi dan mengetuk kamar adikku satu demi satu. Aku lihat adikku masih tidur. Setelah itu, kubangunkan dia.
“Dik…bangun dulu! Ada sesuatu yang terjadi dengan Ibu,” beri tahuku. Kemudian dia pun langsung beranjak dari tempat tidurnya dan menuju kamar Ibu.
Kami melihat Ibu masih berbaring. Dan kemudian, adikku menghampiri Ibu dan menyapanya. Sikap ibu pun tetap sama. Beliau diam seribu bahasa, kecuali menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah mengatakan tidak kenal dengan kami.
Kemudian ayahku berkata, “Herman, siapkan mobil. Ayo kita bawa Ibumu ke rumah sakit!”
“Baik, Ayah!” Jawab Herman, adikku.
Lalu kami berempat berangkat menuju rumah sakit. Selama satu jam perjalanan, kami pun sampai di rumah sakit. Setelah diperiksa oleh pihak rumah sakit, Ibu diminta untuk diopname agar dapat dilakukan pemeriksaan secara intensif. Menurut analisa dokter, Ibu mengalami gangguan pada syarat otaknya.
Selama hampir dua minggu, Ibu dirawat di sana. Kami rasakan belum ada kemajuan yang berarti. Karena itu akhirnya kami meminta pada dokter yang merawatnya, agar Ibu kami dirawat dirumah saja. Dokterpun memperbolehkan kami untuk membawa pulang Ibu dan meminta kami agar selalu rutin memeriksakan Ibu dua kali sekali.
Sebelum pulang, aku bertanya pada dokter, “Apakah ada benjolan di kepala Ibu kami. Ya, barangkali Ibu terjatuh atau terbentur sesuatu?”
Dokter pun menjawab, “Hasil pemeriksaan tidak ada yang menujukkan Ibumu mengalami hal tersebut.”
“Terima kasih, dokter!” Kataku.
Kemudian kami pulang ke rumah. Di dalam perjalanan tidak ada satu pun diantara kami yang berbicara. Di kepala kami begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk. Bagaimana mungkin Ibu bisa lupa terhadap dirinya sendiri dan juga pada keluarganya. Sedangkan, selama ini kami sekeluarga tidak pernah ribut atau bertengkar. Kalaupun ada masalah, paling juga hanya masalah kecil.
Dari segi ekonomi, kami boleh dibilang berkecukupan. Ayah memiliki bengkel mobil yang lumayan maju. Ayah juga seorang kontraktor bangunan. Dan dari hasil kerja kerasnya, Ayah bisa membiayai kuliahku sampai selesai. Adikku sampai selesai STM saja. Karena dia ingin membantu bisnis Ayah dan mengelola bengkel, dan dapat pula kedua orangtuaku pergi menunaikan ibadah haji untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima.
Namun, aku sangat mengerti mengapa Ayah begitu berhasil dalam bisnisnya. Semua itu, karena motivasi dan dorongan dari Ibu, yang selalu memacu semangat Ayah, sehingga beliau mampu meraih semua ini.
“Apa yang akan terjadi pada Ayah dan kami dengan keadaan ibu seperti sekarang ini?” Pikirku, cemas.
Tidak terasa kami sudah sampai di rumah. Ibu turun dari mobil, langsung masuk ke rumah. Beliau lalu berjalan kebelakang dan menghidupkan kran air untuk berwudhu dan melaksanakan shalat. Setelah itu, kembali Ibu diam. Setelah tiba waktunya shalat Isya, kembali Ibu berwudhu dan shalat.
Di waktu Subuh, Ibu sudah bangun dan shalat. Begitulah seterusnya. Ibu selalu rutin melaksanakan shalat lima waktu dan saya perhatikan dan coba dengarkan apa bacaan shalatnya benar? Ternyata semuanya benar. Dan jumlah bilangan rakaat setiap shalat pun selalu pas, dan begitu khusyu dalam pelaksanaannya sampai sekarang ini.
Ternyata, pada malam Jum’at yang lalu, merupakan malam terakhir Ibu bicara dan memberikan nasehat-nasehatnya pada kami. Malam itu pula, terakhir kami menikmati masakan kue buatan ibu, yang sangat lezat dan nikmat.
Karena di pagi berikutnya, Ibu sudah tidak bicara pada kami. Ibu pun sepertinya sudah lupa pada kami semuanya. Oh Ibu, apakah akan kami dengar kembali suaramu? Apakah akan kami rasakan kembali nikmat dan lezatnya masakanmu? Kami rindu padamu Ibu. Beliaulah tempat kami mengadu jika kami sedang kesulitan. Beliaulah tempat kami bercerita jika kami dalam kebahagiaan.
Tidak terasa hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Tiga tahun sudah Ibu belum juga dapat mengingat kami. Padahal kami juga selalu rutin memeriksakannya ke dokter termasuk pula mengobatan alternative sampai ke pengobatan dengan cara akupuntur.
Sampai suatu ketika, atas saran dari sahabatku, aku diminta untuk menemui seorang paranormal yang mungkin dapat membantu kesembuhan Ibuku. Kemudian kami pergi ketempat paranormal tersebut. Setelah bertemu, aku ceritakan semua hal mengenai keadaan Ibu.
Si paranormal pun bersedia membantu kami. Katanya, “Saya akan mencoba, mendeteksi penyakit yang menimpa Ibu kalian. Mudah-mudahan dalam semedi saya nanti, akan mendapatkan petunjuk. Anak berdua, besok bisa kemblai lagi kesini.” Lanjutnya.
Keesokannya, kami pun pergi menemui tabib tersebut. Dan berdasarkan hasil terawangan, beliau berkata, “Jasad Ibu kalian dirasuki makhluk dari alam gaib.” Katanya lagi, “Makhluk itu merupakan kakak kandung dari Ibumu. Setiap malam Senin dan Jum’at dengan tujuan agar dapat mengajak kakak Ibumu berkomunikasi dan dapat mengetahui penyebabnya. Sehingga, dia sampai saat ini tetap berada didalam tubuh Ibumu.”
Setelah itu, kami pamit pulang dan tidak lupa mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Antara percaya dan tidak, hasil pertemuanku dengan tabib Hamid, aku ceritakan pada Ayah.
“Bagaimana, Ayah?” Tanyaku.
Ayah pun menjawab, “Kita coba saja. Semoga usaha kita kali ini membuahkan hasil,” katanya.
Setelah mendapatkan persetujuan dari ayah, kebetulan malam ini, malam Jum’at. Maka persiapan pun dilakukan dan tidak lupa pula aku mengundang paman Hendi yang merupakan kakak Ibu.
Dan pada malam harinya, acara pun dimulai dan segala macam sesaji pun telah siap. Para undangan yang terdiri dari keluarga dekat saja, sudah berkumpul semua. Sekitar pukul 20.00 WITA, tabib Hamid pun datang. Beliau meminta kami agar membawa Ibu untuk hadir ditengah undangan, di antara para tamu.
Aku pun segera beranjak dari tempat dudukku. Kujemput ibu, dan kulihat beliau sudah selesai shalat dan sedang merapikan tempat shalatnya. Aku pun segera menghampirinya. Dan kuraih tangannya kemudian kutuntun beliau agar mau keluar kamar.
Ibu setengah menolak, kemudian kubisikan, “Bu, kita semua yang di luar bermaksud ingin menyembuhkan Ibu.” Lalu beliau menatapku, seolah mengatakan, “Benarkah, Nak?” Karena aku yakin, Ibu pasti ingin sembuh. Lalu kuanggukkan kepalaku.
Dengan perlahan, Ibu melangkah menuju ke ruang tengah, dimana sudah menunggu para undangan. Setelah itu, Ibu kubimbing untuk duduk berhadapan dengan tabib Hamid. Setelah berhadapan, tabib Hamid mulai membacakan doa-doa. Selesai berdoa, mulailah dia bertanya kepada ibu.
“Assalammu’alaikum wr.wb.”
“Wa’alaikum salam wr.wb.” Jawab Ibu.
“Apa yang menyebabkan nisanak berada di dalam jasad adik nisanak?” Tanya tabib Hamid. Ibu tidak menjawab.
Lalu diulang berkali-kali pertanyaan itu oleh tabib Hamid, tetap Ibu tak menyahut. Sampai akhirnya, tabib Hamid berkata, “Kita coba lagi malam senin yang akan datang!”
Kemudian para undangan pun pulang menuju rumahnya masing-masing. Ketika paman Hendi juga mau pamit pulang, kucoba untuk menahannya. “Paman, nanti saja dulu pulangnya. Aku mau bicara sebentar.”
“Baik!” Katanya.
Berikutnya, aku dan paman serta adikku dan ayahku duduk di teras rumah sambil minum secangkir kopi. Dan dari luar aku lihat, Ibu melangkah masuk ke dalam kamarnya. Kumulailah pertanyaan pada paman.
“Apa benar, dulunya nenek punya anak yang menghilang dan tinggal di alam gaib?” Kataku.
“Benar!” Jawabnya. “Waktu itu, nenekmu mengandung anak pertamanya, yang merupakan kakak dari paman. Setelah usia kandunganya menginjak sembilan bulan, tiba-tiba nenekmu bermimpi dijumpai seorang yang mengaku raja dari alam gaib serta beragama Islam. Dan raja itu meminta izin untuk mengambil anaknya, kemudian diangkat sebagai puterinya. Dan nenek pun pada saat itu hanya berkata, ‘Kalau memang Yang Maha Kuasa menghendaki, silahkan engkau ambil dan rawat anakku.’
Keesokan harinya, tiba-tiba perut nenek mengecil dan anak dalam kandungannya telah hilang. Beberapa tahun kemudian, nenek bermimpi. Di dalam mimpinya, nenek bertemu dengan puteri yang sangat cantik. Puteri itu mengaku, ‘Ibu, aku adalah anakmu dan diapun bercerita dirinya baik-baik saja. Dia tinggal di sebuah kerajaan dan diajarkan ilmu-ilmu agama Islam.’ Begitulah sediit yang paman ketahui”
Kata paman lagi, “Kakaknya hanya mau berkomunikasi dengan saudara perempuannya.” Yang dimaksud tentu saja adalah Ibuku. Sebab Ibu memang merupakan satu-satunya anak nenek yang perempuan.
Begitulah sedikit informasi yang kuperoleh dari paman. Kemudian paman pamit untuk pulang.
Malam senin berikutnya, acara pun dimulai lagi. Sesaji pun kembali kami siapkan. Namun, seperti malam Jum’at sebelumnya, lagi-lagi tidak berhasil. Ibu tetap diam, tidak menjawab pertanyaan tabib Hamid.
Seterusnya acara ritual itu selalu kami gelar sampai berjalan hampir satu tahun. Namun hasil tetap tidak ada. Akhirnya kami putuskan untuk menyudahinya saja serta mencari jalan lain lagi.
Dan seiring berjalannya waktu pula, terjadi perubahan yang sangat dratis pada diri Ayah. Beberapa kali proyek yang dikerjakannya mengalami kerugian. Sedangkan material proyek tersebut biasanya dipinjam dari toko-toko bangunan. Akhirnya untuk membayar, ayah meminjam uang kepada bank.
Sampai waktu pengembalian pinjaman, ternyata ayah belum bisa membayarnya. Sehingga mobil beserta tanah yang kami miliki, disita oleh pihak bank. Begitu pula dengan usaha bengkel kami.
Lambat laun keluargaku mengalami kemunduran. Banyak pelanggan kami yang pindah ke bengkel lain. Sehingga dengan terpaksa, bengkel pun kami tutup. Akibat kejadian-kejadian tersebut, dan beban pikiran yang terlalu berat, Ayah terkena stroke, sehingga harus dirawat pula di rumah sakit.
Untuk membayar biaya rumah sakit, kami pun menjual bengkel. Kini ayah hanya bisa duduk lemah di kursi usang disamping ibu. Dan untuk menopang kehidupan keluarga, aku dan adikku melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Dan kami pun diterima bekerja di sana. Walaupun dengan gaji yang pas-pasan, kami dapatlah membiayai hidup kedua orang tua kami.
Tidak terasa lima tahun sudah berlalu. Kini ibu berusia 43 tahun. Ibu yang dulunya sangat cantik dan ayahku yang tampan dan gagah, kupandangi wajah keduanya, sungguh sedih rasanya hati ini. Ibu tampak terlihat tua dan ayah kini badannya begitu kurus dan wajahnya terlihat begitu suram.
Tuhan, apakah ini hukman yang kau berikan pada kami? Apa dosa kami sehingga semuanya harus berakhir seperti ini? Ampunilah kami….
Demikianlah kisah muram yang dialami oleh keluargaku. Aku tentu saja berharap agar kiranya ada orang pandai nan budiman yang bisa memberikan jalan keluar bagi kami untuk bisa mengatasi problem ini. Semoga kiranya Allah merdhoi kita semua…!
http://hotinfo4u.wordpress.com/2008/11/12/lima-tahun-lamanya-jasad-ibuku-dirasuki-makhluk-alam-gaib/
Tiba-tiba, terdengar ayah berteriak keras, “Nak, cepat kemari!!”
Mendengar teriakan Ayah itu, aku pun segera masuk ke dalam rumah. Kulihat ayah sedang berada di kamarnya. Apa apa, apa yang terjadi? Tanyaku dalam hati. Ayah melambaikan tangannya, memberiku isyarat untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Sementara itu, kulihat ibuku juga ada di dalam.
Saat tiba di antara kedua orang tuaku, kulihat tatapan mata Ibu begitu kosong dan seperti kebingungan melihatku.
“Ibu kenapa?” Tanyaku dengan suara yang lembut.
Wanita yang sangat kucintai itu hanya diam dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian beliau bangkit berdiri dan berjalan pelan menuju tempat tidur yang terletak di sudut kamar. Ibu berbaring sambil memegang tasbih dan berdzikir.
Melihat Ibu sudah tenang, kemudian ayah mengajakku untuk keluar dari kamarnya dan menyuruhku untuk memanggil semua keluarga agar secepatnya berkumpul. Aku pun pergi dan mengetuk kamar adikku satu demi satu. Aku lihat adikku masih tidur. Setelah itu, kubangunkan dia.
“Dik…bangun dulu! Ada sesuatu yang terjadi dengan Ibu,” beri tahuku. Kemudian dia pun langsung beranjak dari tempat tidurnya dan menuju kamar Ibu.
Kami melihat Ibu masih berbaring. Dan kemudian, adikku menghampiri Ibu dan menyapanya. Sikap ibu pun tetap sama. Beliau diam seribu bahasa, kecuali menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah mengatakan tidak kenal dengan kami.
Kemudian ayahku berkata, “Herman, siapkan mobil. Ayo kita bawa Ibumu ke rumah sakit!”
“Baik, Ayah!” Jawab Herman, adikku.
Lalu kami berempat berangkat menuju rumah sakit. Selama satu jam perjalanan, kami pun sampai di rumah sakit. Setelah diperiksa oleh pihak rumah sakit, Ibu diminta untuk diopname agar dapat dilakukan pemeriksaan secara intensif. Menurut analisa dokter, Ibu mengalami gangguan pada syarat otaknya.
Selama hampir dua minggu, Ibu dirawat di sana. Kami rasakan belum ada kemajuan yang berarti. Karena itu akhirnya kami meminta pada dokter yang merawatnya, agar Ibu kami dirawat dirumah saja. Dokterpun memperbolehkan kami untuk membawa pulang Ibu dan meminta kami agar selalu rutin memeriksakan Ibu dua kali sekali.
Sebelum pulang, aku bertanya pada dokter, “Apakah ada benjolan di kepala Ibu kami. Ya, barangkali Ibu terjatuh atau terbentur sesuatu?”
Dokter pun menjawab, “Hasil pemeriksaan tidak ada yang menujukkan Ibumu mengalami hal tersebut.”
“Terima kasih, dokter!” Kataku.
Kemudian kami pulang ke rumah. Di dalam perjalanan tidak ada satu pun diantara kami yang berbicara. Di kepala kami begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk. Bagaimana mungkin Ibu bisa lupa terhadap dirinya sendiri dan juga pada keluarganya. Sedangkan, selama ini kami sekeluarga tidak pernah ribut atau bertengkar. Kalaupun ada masalah, paling juga hanya masalah kecil.
Dari segi ekonomi, kami boleh dibilang berkecukupan. Ayah memiliki bengkel mobil yang lumayan maju. Ayah juga seorang kontraktor bangunan. Dan dari hasil kerja kerasnya, Ayah bisa membiayai kuliahku sampai selesai. Adikku sampai selesai STM saja. Karena dia ingin membantu bisnis Ayah dan mengelola bengkel, dan dapat pula kedua orangtuaku pergi menunaikan ibadah haji untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima.
Namun, aku sangat mengerti mengapa Ayah begitu berhasil dalam bisnisnya. Semua itu, karena motivasi dan dorongan dari Ibu, yang selalu memacu semangat Ayah, sehingga beliau mampu meraih semua ini.
“Apa yang akan terjadi pada Ayah dan kami dengan keadaan ibu seperti sekarang ini?” Pikirku, cemas.
Tidak terasa kami sudah sampai di rumah. Ibu turun dari mobil, langsung masuk ke rumah. Beliau lalu berjalan kebelakang dan menghidupkan kran air untuk berwudhu dan melaksanakan shalat. Setelah itu, kembali Ibu diam. Setelah tiba waktunya shalat Isya, kembali Ibu berwudhu dan shalat.
Di waktu Subuh, Ibu sudah bangun dan shalat. Begitulah seterusnya. Ibu selalu rutin melaksanakan shalat lima waktu dan saya perhatikan dan coba dengarkan apa bacaan shalatnya benar? Ternyata semuanya benar. Dan jumlah bilangan rakaat setiap shalat pun selalu pas, dan begitu khusyu dalam pelaksanaannya sampai sekarang ini.
Ternyata, pada malam Jum’at yang lalu, merupakan malam terakhir Ibu bicara dan memberikan nasehat-nasehatnya pada kami. Malam itu pula, terakhir kami menikmati masakan kue buatan ibu, yang sangat lezat dan nikmat.
Karena di pagi berikutnya, Ibu sudah tidak bicara pada kami. Ibu pun sepertinya sudah lupa pada kami semuanya. Oh Ibu, apakah akan kami dengar kembali suaramu? Apakah akan kami rasakan kembali nikmat dan lezatnya masakanmu? Kami rindu padamu Ibu. Beliaulah tempat kami mengadu jika kami sedang kesulitan. Beliaulah tempat kami bercerita jika kami dalam kebahagiaan.
Tidak terasa hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Tiga tahun sudah Ibu belum juga dapat mengingat kami. Padahal kami juga selalu rutin memeriksakannya ke dokter termasuk pula mengobatan alternative sampai ke pengobatan dengan cara akupuntur.
Sampai suatu ketika, atas saran dari sahabatku, aku diminta untuk menemui seorang paranormal yang mungkin dapat membantu kesembuhan Ibuku. Kemudian kami pergi ketempat paranormal tersebut. Setelah bertemu, aku ceritakan semua hal mengenai keadaan Ibu.
Si paranormal pun bersedia membantu kami. Katanya, “Saya akan mencoba, mendeteksi penyakit yang menimpa Ibu kalian. Mudah-mudahan dalam semedi saya nanti, akan mendapatkan petunjuk. Anak berdua, besok bisa kemblai lagi kesini.” Lanjutnya.
Keesokannya, kami pun pergi menemui tabib tersebut. Dan berdasarkan hasil terawangan, beliau berkata, “Jasad Ibu kalian dirasuki makhluk dari alam gaib.” Katanya lagi, “Makhluk itu merupakan kakak kandung dari Ibumu. Setiap malam Senin dan Jum’at dengan tujuan agar dapat mengajak kakak Ibumu berkomunikasi dan dapat mengetahui penyebabnya. Sehingga, dia sampai saat ini tetap berada didalam tubuh Ibumu.”
Setelah itu, kami pamit pulang dan tidak lupa mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Antara percaya dan tidak, hasil pertemuanku dengan tabib Hamid, aku ceritakan pada Ayah.
“Bagaimana, Ayah?” Tanyaku.
Ayah pun menjawab, “Kita coba saja. Semoga usaha kita kali ini membuahkan hasil,” katanya.
Setelah mendapatkan persetujuan dari ayah, kebetulan malam ini, malam Jum’at. Maka persiapan pun dilakukan dan tidak lupa pula aku mengundang paman Hendi yang merupakan kakak Ibu.
Dan pada malam harinya, acara pun dimulai dan segala macam sesaji pun telah siap. Para undangan yang terdiri dari keluarga dekat saja, sudah berkumpul semua. Sekitar pukul 20.00 WITA, tabib Hamid pun datang. Beliau meminta kami agar membawa Ibu untuk hadir ditengah undangan, di antara para tamu.
Aku pun segera beranjak dari tempat dudukku. Kujemput ibu, dan kulihat beliau sudah selesai shalat dan sedang merapikan tempat shalatnya. Aku pun segera menghampirinya. Dan kuraih tangannya kemudian kutuntun beliau agar mau keluar kamar.
Ibu setengah menolak, kemudian kubisikan, “Bu, kita semua yang di luar bermaksud ingin menyembuhkan Ibu.” Lalu beliau menatapku, seolah mengatakan, “Benarkah, Nak?” Karena aku yakin, Ibu pasti ingin sembuh. Lalu kuanggukkan kepalaku.
Dengan perlahan, Ibu melangkah menuju ke ruang tengah, dimana sudah menunggu para undangan. Setelah itu, Ibu kubimbing untuk duduk berhadapan dengan tabib Hamid. Setelah berhadapan, tabib Hamid mulai membacakan doa-doa. Selesai berdoa, mulailah dia bertanya kepada ibu.
“Assalammu’alaikum wr.wb.”
“Wa’alaikum salam wr.wb.” Jawab Ibu.
“Apa yang menyebabkan nisanak berada di dalam jasad adik nisanak?” Tanya tabib Hamid. Ibu tidak menjawab.
Lalu diulang berkali-kali pertanyaan itu oleh tabib Hamid, tetap Ibu tak menyahut. Sampai akhirnya, tabib Hamid berkata, “Kita coba lagi malam senin yang akan datang!”
Kemudian para undangan pun pulang menuju rumahnya masing-masing. Ketika paman Hendi juga mau pamit pulang, kucoba untuk menahannya. “Paman, nanti saja dulu pulangnya. Aku mau bicara sebentar.”
“Baik!” Katanya.
Berikutnya, aku dan paman serta adikku dan ayahku duduk di teras rumah sambil minum secangkir kopi. Dan dari luar aku lihat, Ibu melangkah masuk ke dalam kamarnya. Kumulailah pertanyaan pada paman.
“Apa benar, dulunya nenek punya anak yang menghilang dan tinggal di alam gaib?” Kataku.
“Benar!” Jawabnya. “Waktu itu, nenekmu mengandung anak pertamanya, yang merupakan kakak dari paman. Setelah usia kandunganya menginjak sembilan bulan, tiba-tiba nenekmu bermimpi dijumpai seorang yang mengaku raja dari alam gaib serta beragama Islam. Dan raja itu meminta izin untuk mengambil anaknya, kemudian diangkat sebagai puterinya. Dan nenek pun pada saat itu hanya berkata, ‘Kalau memang Yang Maha Kuasa menghendaki, silahkan engkau ambil dan rawat anakku.’
Keesokan harinya, tiba-tiba perut nenek mengecil dan anak dalam kandungannya telah hilang. Beberapa tahun kemudian, nenek bermimpi. Di dalam mimpinya, nenek bertemu dengan puteri yang sangat cantik. Puteri itu mengaku, ‘Ibu, aku adalah anakmu dan diapun bercerita dirinya baik-baik saja. Dia tinggal di sebuah kerajaan dan diajarkan ilmu-ilmu agama Islam.’ Begitulah sediit yang paman ketahui”
Kata paman lagi, “Kakaknya hanya mau berkomunikasi dengan saudara perempuannya.” Yang dimaksud tentu saja adalah Ibuku. Sebab Ibu memang merupakan satu-satunya anak nenek yang perempuan.
Begitulah sedikit informasi yang kuperoleh dari paman. Kemudian paman pamit untuk pulang.
Malam senin berikutnya, acara pun dimulai lagi. Sesaji pun kembali kami siapkan. Namun, seperti malam Jum’at sebelumnya, lagi-lagi tidak berhasil. Ibu tetap diam, tidak menjawab pertanyaan tabib Hamid.
Seterusnya acara ritual itu selalu kami gelar sampai berjalan hampir satu tahun. Namun hasil tetap tidak ada. Akhirnya kami putuskan untuk menyudahinya saja serta mencari jalan lain lagi.
Dan seiring berjalannya waktu pula, terjadi perubahan yang sangat dratis pada diri Ayah. Beberapa kali proyek yang dikerjakannya mengalami kerugian. Sedangkan material proyek tersebut biasanya dipinjam dari toko-toko bangunan. Akhirnya untuk membayar, ayah meminjam uang kepada bank.
Sampai waktu pengembalian pinjaman, ternyata ayah belum bisa membayarnya. Sehingga mobil beserta tanah yang kami miliki, disita oleh pihak bank. Begitu pula dengan usaha bengkel kami.
Lambat laun keluargaku mengalami kemunduran. Banyak pelanggan kami yang pindah ke bengkel lain. Sehingga dengan terpaksa, bengkel pun kami tutup. Akibat kejadian-kejadian tersebut, dan beban pikiran yang terlalu berat, Ayah terkena stroke, sehingga harus dirawat pula di rumah sakit.
Untuk membayar biaya rumah sakit, kami pun menjual bengkel. Kini ayah hanya bisa duduk lemah di kursi usang disamping ibu. Dan untuk menopang kehidupan keluarga, aku dan adikku melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Dan kami pun diterima bekerja di sana. Walaupun dengan gaji yang pas-pasan, kami dapatlah membiayai hidup kedua orang tua kami.
Tidak terasa lima tahun sudah berlalu. Kini ibu berusia 43 tahun. Ibu yang dulunya sangat cantik dan ayahku yang tampan dan gagah, kupandangi wajah keduanya, sungguh sedih rasanya hati ini. Ibu tampak terlihat tua dan ayah kini badannya begitu kurus dan wajahnya terlihat begitu suram.
Tuhan, apakah ini hukman yang kau berikan pada kami? Apa dosa kami sehingga semuanya harus berakhir seperti ini? Ampunilah kami….
Demikianlah kisah muram yang dialami oleh keluargaku. Aku tentu saja berharap agar kiranya ada orang pandai nan budiman yang bisa memberikan jalan keluar bagi kami untuk bisa mengatasi problem ini. Semoga kiranya Allah merdhoi kita semua…!
http://hotinfo4u.wordpress.com/2008/11/12/lima-tahun-lamanya-jasad-ibuku-dirasuki-makhluk-alam-gaib/