Pencurian kendaraan bermotor (curanmor) makin susah dibendung. Dalam sepekan, kasus curanmor bisa mencapai 44 kasus. Faktor penyebabnya beragam. Selain pemilik lengah, pelakunya pun semakin kreatif ketika beraksi. Mereka menggunakan pola atau modus operandi baru.
ARDIANSYAH Akbar dan Yanto bak sepasang saudara. Ke mana-mana mereka selalu berdua. Berbuat jahat pun, mereka selalu bersama. Bahkan, ketika Ardi -sapaan Ardiansyah Akbar- mendekam di tahanan Polsek Kenjeran, Yanto juga tinggal di tempat yang sama.
Ardi berusia 19 tahun dan Yanto kini 21 tahun. Keduanya masih belia untuk ukuran pelaku kejahatan. Namun, umur bukanlah patokan. Aksi keduanya tak kalah dengan pelaku yang senior dan usianya lebih matang.
Polisi menengarai, dua sahabat karib itu telah 20 kali mencuri motor. Dari sisi jumlah kasus, Ardi dan Yanto memang tidaklah spektakuler. Banyak pencuri yang lebih kenyang menggasak motor di jalanan atau tempat umum.
Namun, dua sahabat tersebut punya sesuatu yang spesial dibandingkan pelaku lain. Mereka punya modus yang tak lazim di kalangan pelaku curanmor. Ardi dan Yanto mampu berkolaborasi dengan apik untuk menggasak motor korban.
Mereka cenderung tidak menggunakan cara kekerasan. Bahkan, aksinya bak akting pemain sinetron. Aksi Ardi dan Yanto diawali dengan menyapa korban-korbannya secara baik-baik. Intinya, mereka berlagak sok akrab. ''Biasanya, saya curi motor anak sekolah,'' aku Ardi.
Ardi dan Yanto biasanya meminta korbannya berhenti berkendara. Kemudian, keduanya mengajak mengobrol sasaran layaknya kawan lama. ''Saya bilang bahwa saya kenal kawannya. Asal ngaku saja, Mas,'' ucap Ardi, pemuda berkulit bersih itu.
Setelah mulai akrab, salah seorang pelaku meminjam motor. Alasannya bermacam-macam. Mulai mengambil barang yang tertinggal di rumah atau membeli rokok di kios atau warung. Begitu kunci diserahkan, motor jangan harap kembali.
''Itu kalau cara tersangka bermain halus. Keduanya kadang juga bermain kasar. Biasanya, tersangka mencari korban yang usianya lebih muda,'' kata Kanitreskrim Polsek Kenjeran Iptu Herman Cahyana.
Jika Ardi dan Yanto menggunakan cara-cara halus, lain lagi modus operandi Saiful Arifin, warga Pulo Tegalsari. Dia punya metode yang juga unik, beda dengan pelaku lainnya. Pria 28 tahun yang ditangkap Polsek Wonokromo itu mencuri tidak menggunakan kunci T, melainkan mengganti rumah kunci (bagian motor mulai lubang kunci hingga kabel-kabel mengunci dan menyalakan kendaraan)
Caranya, sebelum beraksi, Saiful membeli rumah kunci baru di sebuah toko di kawasan Karah. Misalnya, dia membeli rumah kunci Honda Supra. Maka, dia pun mencari motor dengan tipe yang sama.
Setelah ketemu, dia menjebol rumah kunci motor sasaran menggunakan obeng. Lantas, seluruh kabel dipereteli. Setelah terlepas, dia menyambung kabel dan memasang rumah kunci yang sudah dia siapkan.
Dengan begitu, ketika dia keluar dari tempat parkir, Saiful selalu lolos dari pantauan. Sebab, tidak ada tanda kerusakan di motor korban dan tidak ada pula kunci T yang menempel di motor.
''Saya beli rumah kunci Rp 25 ribu,'' tutur Saiful. Modal mini, hasil maksi. Uang Rp 25 ribu bisa menjadi Rp 1,5 juta jika motornya laku dibeli penadah.
Mengganti rumah kunci dilakukan tak hanya dengan alasan keamanan ketika dicek oleh petugas parkir. Metode itu juga dilakukan untuk mengantisipasi ketika polisi menggelar razia. ''
''Kalau pakai kunci T, kan ketahuan bahwa motornya curian,'' jelasnya. Dengan metode anyar itu, Saiful berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiah dalam jumlah yang lumayan banyak. Dalam dua bulan, dia berhasil menggondol delapan motor. Seluruhnya berada di wilayah Sidoarjo.
''Dia mengaku menjualnya ke Madura. Empat di antara delapan motor yang dicurinya adalah Yamaha Jupiter,'' kata Kapolsek Wonokromo AKP Nuriyadi.
Ardi, Yanto, dan Saiful tergolong pencuri yang kreatif mengembangkan modus baru curanmor. Masih ada beberapa metode lain yang harus diwaspadai oleh pemilik motor. ''Kadang, pemilik motor sudah merasa aman. Tapi, pelaku ternyata punya modus baru yang tidak disangka oleh korban,'' ujar Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Syahardiantono.
Dia mencontohkan, memarkir sepeda motor di tempat umum atau perbelanjaan. Sistem pengamanan sepertinya sudah optimal. Namun, tetap saja pelaku bisa mengelabuhi sistem pengamanan. ''Ini yang harus diwaspadai pemilik kendaraan sekaligus pengelola parkir,'' ucapnya.
Modus yang cukup marak saat ini adalah mengganti pelat nomor kendaraan. Caranya, pelaku masuk ke tempat parkir dengan menggunakan sepeda motor. Misalnya, pencuri naik motor Honda Supra X.
Nah, di tempat parkir, dia mencari motor sejenis. Kemudian, pelat nomor motor sasaran diganti dengan pelat nomor kendaraan milik pencuri. Setelah itu, si pencuri keluar parkir sambil membawa STNK.
''Pelaku biasanya bilang jika karcis parkirnya hilang. Kemudian, dia menunjukkan STNK kepada petugas parkir. Karena pelat nomor dan jenis kendaraannya sama, petugas mempersilakan pelaku membawa keluar motor curian,'' ujar Syahardiantono.
Begitu rapi aksi si pencuri, seusai menggasak motor korban, dia kembali ke tempat parkir atau lokasi pencurian. Kali ini, pelaku biasanya mengambil motor pribadinya. Tentu saja, dia tak kesulitan membawa motornya pergi. Sebab, ketika masuk, dia sudah membayar dan mendapatkan karcis dari petugas parkir. Pelaku juga memegang STNK motor pribadinya.
Syahardiantono mengatakan, setidaknya ada enam modus yang mulai sering digunakan pelaku dalam melaksanakan niat jahatnya. Yakni, berpura-pura jadi kawan lama, mengganti rumah kunci, dan mengganti pelat nomor menjadi bagian dari modus yang sedang in di kalangan pelaku curanmor.
Satu modus lain yang mulai banyak dilakukan juga dengan cara menjebol lubang kunci menggunakan mata obeng. Polwiltabes Surabaya berhasil mengungkap kasus dengan modus tersebut.
Dengan modus-modus baru itu, penjahat semakin leluasa menggasak motor di mana pun. Depan rumah, parkir berkarcis, pinggir jalan raya hingga warung kopi. Modus-modus baru itu tak hanya mampu mengelabui petugas. Korban dan petugas parkir juga berhasil dikibuli. Tak salah jika dalam tempo 50 hari (1 Oktober-19 November), tercatat 141 kasus pencurian sepeda motor di Surabaya dan sekitarnya.
Bahkan, dalam sepekan, tercatat 44 ranmor hilang di seluruh wilayah Jatim. Itu adalah hasil analisis dan evaluasi (anev) mingguan Polda Jatim periode 31 Oktober hingga 6 November 2008.
Kapolwiltabes Surabaya Kombespol Bambang Suparno bahkan pernah me-warning seluruh anak buahnya yang terus kebobolan pelaku curanmor. Alumnus Akpol 1980 itu mengancam akan mencopot kapolsek yang wilayahnya terus-terusan diobok-obok maling.
''Karena itu, semua harus waspada. Tukang parkir harus lebih jeli memeriksa pelat nomor kendaraan yang keluar areal parkir. Apalagi, pemilik kendaraan yang mengaku karcisnya hilang,'' ucap Syahardiantono.
Begitu juga pemilik kos atau tempat usaha. ''Kalau tidak ada KTP-nya, jangan diterima. Atau, kalau curiga KTP-nya palsu, laporkan ke petugas. Yang lebih penting, biasakan menggunakan kunci ganda,'' ucap mantan Kasatpidek Polda Jatim tersebut.
http://www.jawapos.com/
ARDIANSYAH Akbar dan Yanto bak sepasang saudara. Ke mana-mana mereka selalu berdua. Berbuat jahat pun, mereka selalu bersama. Bahkan, ketika Ardi -sapaan Ardiansyah Akbar- mendekam di tahanan Polsek Kenjeran, Yanto juga tinggal di tempat yang sama.
Ardi berusia 19 tahun dan Yanto kini 21 tahun. Keduanya masih belia untuk ukuran pelaku kejahatan. Namun, umur bukanlah patokan. Aksi keduanya tak kalah dengan pelaku yang senior dan usianya lebih matang.
Polisi menengarai, dua sahabat karib itu telah 20 kali mencuri motor. Dari sisi jumlah kasus, Ardi dan Yanto memang tidaklah spektakuler. Banyak pencuri yang lebih kenyang menggasak motor di jalanan atau tempat umum.
Namun, dua sahabat tersebut punya sesuatu yang spesial dibandingkan pelaku lain. Mereka punya modus yang tak lazim di kalangan pelaku curanmor. Ardi dan Yanto mampu berkolaborasi dengan apik untuk menggasak motor korban.
Mereka cenderung tidak menggunakan cara kekerasan. Bahkan, aksinya bak akting pemain sinetron. Aksi Ardi dan Yanto diawali dengan menyapa korban-korbannya secara baik-baik. Intinya, mereka berlagak sok akrab. ''Biasanya, saya curi motor anak sekolah,'' aku Ardi.
Ardi dan Yanto biasanya meminta korbannya berhenti berkendara. Kemudian, keduanya mengajak mengobrol sasaran layaknya kawan lama. ''Saya bilang bahwa saya kenal kawannya. Asal ngaku saja, Mas,'' ucap Ardi, pemuda berkulit bersih itu.
Setelah mulai akrab, salah seorang pelaku meminjam motor. Alasannya bermacam-macam. Mulai mengambil barang yang tertinggal di rumah atau membeli rokok di kios atau warung. Begitu kunci diserahkan, motor jangan harap kembali.
''Itu kalau cara tersangka bermain halus. Keduanya kadang juga bermain kasar. Biasanya, tersangka mencari korban yang usianya lebih muda,'' kata Kanitreskrim Polsek Kenjeran Iptu Herman Cahyana.
Jika Ardi dan Yanto menggunakan cara-cara halus, lain lagi modus operandi Saiful Arifin, warga Pulo Tegalsari. Dia punya metode yang juga unik, beda dengan pelaku lainnya. Pria 28 tahun yang ditangkap Polsek Wonokromo itu mencuri tidak menggunakan kunci T, melainkan mengganti rumah kunci (bagian motor mulai lubang kunci hingga kabel-kabel mengunci dan menyalakan kendaraan)
Caranya, sebelum beraksi, Saiful membeli rumah kunci baru di sebuah toko di kawasan Karah. Misalnya, dia membeli rumah kunci Honda Supra. Maka, dia pun mencari motor dengan tipe yang sama.
Setelah ketemu, dia menjebol rumah kunci motor sasaran menggunakan obeng. Lantas, seluruh kabel dipereteli. Setelah terlepas, dia menyambung kabel dan memasang rumah kunci yang sudah dia siapkan.
Dengan begitu, ketika dia keluar dari tempat parkir, Saiful selalu lolos dari pantauan. Sebab, tidak ada tanda kerusakan di motor korban dan tidak ada pula kunci T yang menempel di motor.
''Saya beli rumah kunci Rp 25 ribu,'' tutur Saiful. Modal mini, hasil maksi. Uang Rp 25 ribu bisa menjadi Rp 1,5 juta jika motornya laku dibeli penadah.
Mengganti rumah kunci dilakukan tak hanya dengan alasan keamanan ketika dicek oleh petugas parkir. Metode itu juga dilakukan untuk mengantisipasi ketika polisi menggelar razia. ''
''Kalau pakai kunci T, kan ketahuan bahwa motornya curian,'' jelasnya. Dengan metode anyar itu, Saiful berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiah dalam jumlah yang lumayan banyak. Dalam dua bulan, dia berhasil menggondol delapan motor. Seluruhnya berada di wilayah Sidoarjo.
''Dia mengaku menjualnya ke Madura. Empat di antara delapan motor yang dicurinya adalah Yamaha Jupiter,'' kata Kapolsek Wonokromo AKP Nuriyadi.
Ardi, Yanto, dan Saiful tergolong pencuri yang kreatif mengembangkan modus baru curanmor. Masih ada beberapa metode lain yang harus diwaspadai oleh pemilik motor. ''Kadang, pemilik motor sudah merasa aman. Tapi, pelaku ternyata punya modus baru yang tidak disangka oleh korban,'' ujar Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Syahardiantono.
Dia mencontohkan, memarkir sepeda motor di tempat umum atau perbelanjaan. Sistem pengamanan sepertinya sudah optimal. Namun, tetap saja pelaku bisa mengelabuhi sistem pengamanan. ''Ini yang harus diwaspadai pemilik kendaraan sekaligus pengelola parkir,'' ucapnya.
Modus yang cukup marak saat ini adalah mengganti pelat nomor kendaraan. Caranya, pelaku masuk ke tempat parkir dengan menggunakan sepeda motor. Misalnya, pencuri naik motor Honda Supra X.
Nah, di tempat parkir, dia mencari motor sejenis. Kemudian, pelat nomor motor sasaran diganti dengan pelat nomor kendaraan milik pencuri. Setelah itu, si pencuri keluar parkir sambil membawa STNK.
''Pelaku biasanya bilang jika karcis parkirnya hilang. Kemudian, dia menunjukkan STNK kepada petugas parkir. Karena pelat nomor dan jenis kendaraannya sama, petugas mempersilakan pelaku membawa keluar motor curian,'' ujar Syahardiantono.
Begitu rapi aksi si pencuri, seusai menggasak motor korban, dia kembali ke tempat parkir atau lokasi pencurian. Kali ini, pelaku biasanya mengambil motor pribadinya. Tentu saja, dia tak kesulitan membawa motornya pergi. Sebab, ketika masuk, dia sudah membayar dan mendapatkan karcis dari petugas parkir. Pelaku juga memegang STNK motor pribadinya.
Syahardiantono mengatakan, setidaknya ada enam modus yang mulai sering digunakan pelaku dalam melaksanakan niat jahatnya. Yakni, berpura-pura jadi kawan lama, mengganti rumah kunci, dan mengganti pelat nomor menjadi bagian dari modus yang sedang in di kalangan pelaku curanmor.
Satu modus lain yang mulai banyak dilakukan juga dengan cara menjebol lubang kunci menggunakan mata obeng. Polwiltabes Surabaya berhasil mengungkap kasus dengan modus tersebut.
Dengan modus-modus baru itu, penjahat semakin leluasa menggasak motor di mana pun. Depan rumah, parkir berkarcis, pinggir jalan raya hingga warung kopi. Modus-modus baru itu tak hanya mampu mengelabui petugas. Korban dan petugas parkir juga berhasil dikibuli. Tak salah jika dalam tempo 50 hari (1 Oktober-19 November), tercatat 141 kasus pencurian sepeda motor di Surabaya dan sekitarnya.
Bahkan, dalam sepekan, tercatat 44 ranmor hilang di seluruh wilayah Jatim. Itu adalah hasil analisis dan evaluasi (anev) mingguan Polda Jatim periode 31 Oktober hingga 6 November 2008.
Kapolwiltabes Surabaya Kombespol Bambang Suparno bahkan pernah me-warning seluruh anak buahnya yang terus kebobolan pelaku curanmor. Alumnus Akpol 1980 itu mengancam akan mencopot kapolsek yang wilayahnya terus-terusan diobok-obok maling.
''Karena itu, semua harus waspada. Tukang parkir harus lebih jeli memeriksa pelat nomor kendaraan yang keluar areal parkir. Apalagi, pemilik kendaraan yang mengaku karcisnya hilang,'' ucap Syahardiantono.
Begitu juga pemilik kos atau tempat usaha. ''Kalau tidak ada KTP-nya, jangan diterima. Atau, kalau curiga KTP-nya palsu, laporkan ke petugas. Yang lebih penting, biasakan menggunakan kunci ganda,'' ucap mantan Kasatpidek Polda Jatim tersebut.
http://www.jawapos.com/
Foto/Video/Audio
37275large_1227563321.jpg |
»