Sungguh sadis perbuatan lelaki biadab ini. Ia menyiksa dan memperkosa berulang-ulang seorang gadis lulusan universitas Kolombia selama hampir 19 jam hingga nyaris tewas.
Untuk tindakan kejinya itu, hakim Manhattan memvonis hukuman penjara 422 tahun kepadanya . Saking geramnya, sang hakim bahkan mengatakan ia sepantasnya mendapat hukuman yang jauh lebih keras dari itu. Demikian seperti dilansir New York Post.
“Terdakwa, atas perbuatannya, telah kehilangan haknya untuk bebas atau berharap untuk bebas,” tegas Hakim Pengadilan Tertinggi Manhattan Carol Berkman merujuk pada sang monster seks Robert Williams. Pemerkosa yang dijuluki “setan luar biasa” itu terpaksa harus diseret ke pengadilan dan tidak menunjukkan emosi sedikitpun saat duduk di meja terdakwa. Di wajahnya juga tidak tampak adanya guratan penyesalan. Tangannya dibelenggu untuk menghindari dirinya menyerang orang lain.
Williams didakwa atas 44 dakwaan terkait usaha pembunuhan, penculikan, pemerkosaan, pembakaran rumah dengan sengaja, sodomi dan pencurian. Saat pengadilan berlangsung, sang korban lewat testimoni yang dibacakan jaksa penuntut umum mengaku bahwa ia sempat khawatir kalau ia tidak akan selamat pada malam penyiksaan 13 April 2007 lalu di studio apartemennya Hamilton Heights. Korban yang saat itu berusia 23 tahun menjelaskan bagaimana Williams mengikuti dirinya dari elevator menuju pintu apartemennya, memaksa masuk dan berulangkali memperkosanya. “Saya pikir setelah ia mengambil seluruh barangku ia akan pergi,” terang alumnus Universitas Colombia jurusan jurnalisme itu. “Saat ia mulai memperkosa saya lari, saya yakin saya akan mati.”
Selama 19 jam, Williams menyiksa korban sementara sang korban terus memohon kepadanya untuk melepaskan dirinya. Williams membuat buta mata gadis itu dengan cairan pemutih, disiram air mendidih, mengatupkan bibirnya dengan lem super keras, memotong rambutnya dan mencungkil matanya sebelum kemudian mengiris kedua kelopak matanya.
Sudah puas dengan tindakan penyiksaan yang ia lakukan, sang pelaku keji itu pun menutup perbuatannya dengan membakar korban dengan kondisi hampir mati di kamarnya. “Saya takut keluar,” tulis gadis malang itu kepada jaksa penuntut dalam testimoninya. Gadis itu yang kini telah berusia 24 tahun saat ini tinggal bersama keluarganya dan tidak menghadiri pengadilan namun pernyataan-pernyataan tertulisnya dibacakan dengan keras. “Kini, hal-hal seperti mendengar bunyi uap ceret teh, atau melihat Krazy Glue di toko obat membuat saya terguncang dan sulit bernafas,”tulisnya. Ia pun memohon hakim untuk melindungi masyarakat. “Yang saya mohon hanyalah ia diberikan hukuman yang setimpal dengan kejahatannya, dan menjamin bahwa ia tidak lagi bisa bebas untuk melukai orang.”
“Jika Robert Williams bebas di jalanan, seseorang akan mati,” tukas jaksa penuntut, Ann Prunty mengiyakan tulisan korban. Sementara pengacara Williams, Arnold Levine menyebut monster seks itu “gila” dan memohon kemurahan hati hakim untuk memberikan keringanan. “Tidak ada yang bisa saya katakan untuk mengurangi kejahatan itu. Namun berilah ia sedikit harapan untuk bisa menghirup udara bebas. Untuk bisa melakukan hal yang lebih manusiawi.” Namun permohonan Levine tidak ditanggapi hakim. (NYP/JL/c)
Sinar Indonesia Baru Online
Untuk tindakan kejinya itu, hakim Manhattan memvonis hukuman penjara 422 tahun kepadanya . Saking geramnya, sang hakim bahkan mengatakan ia sepantasnya mendapat hukuman yang jauh lebih keras dari itu. Demikian seperti dilansir New York Post.
“Terdakwa, atas perbuatannya, telah kehilangan haknya untuk bebas atau berharap untuk bebas,” tegas Hakim Pengadilan Tertinggi Manhattan Carol Berkman merujuk pada sang monster seks Robert Williams. Pemerkosa yang dijuluki “setan luar biasa” itu terpaksa harus diseret ke pengadilan dan tidak menunjukkan emosi sedikitpun saat duduk di meja terdakwa. Di wajahnya juga tidak tampak adanya guratan penyesalan. Tangannya dibelenggu untuk menghindari dirinya menyerang orang lain.
Williams didakwa atas 44 dakwaan terkait usaha pembunuhan, penculikan, pemerkosaan, pembakaran rumah dengan sengaja, sodomi dan pencurian. Saat pengadilan berlangsung, sang korban lewat testimoni yang dibacakan jaksa penuntut umum mengaku bahwa ia sempat khawatir kalau ia tidak akan selamat pada malam penyiksaan 13 April 2007 lalu di studio apartemennya Hamilton Heights. Korban yang saat itu berusia 23 tahun menjelaskan bagaimana Williams mengikuti dirinya dari elevator menuju pintu apartemennya, memaksa masuk dan berulangkali memperkosanya. “Saya pikir setelah ia mengambil seluruh barangku ia akan pergi,” terang alumnus Universitas Colombia jurusan jurnalisme itu. “Saat ia mulai memperkosa saya lari, saya yakin saya akan mati.”
Selama 19 jam, Williams menyiksa korban sementara sang korban terus memohon kepadanya untuk melepaskan dirinya. Williams membuat buta mata gadis itu dengan cairan pemutih, disiram air mendidih, mengatupkan bibirnya dengan lem super keras, memotong rambutnya dan mencungkil matanya sebelum kemudian mengiris kedua kelopak matanya.
Sudah puas dengan tindakan penyiksaan yang ia lakukan, sang pelaku keji itu pun menutup perbuatannya dengan membakar korban dengan kondisi hampir mati di kamarnya. “Saya takut keluar,” tulis gadis malang itu kepada jaksa penuntut dalam testimoninya. Gadis itu yang kini telah berusia 24 tahun saat ini tinggal bersama keluarganya dan tidak menghadiri pengadilan namun pernyataan-pernyataan tertulisnya dibacakan dengan keras. “Kini, hal-hal seperti mendengar bunyi uap ceret teh, atau melihat Krazy Glue di toko obat membuat saya terguncang dan sulit bernafas,”tulisnya. Ia pun memohon hakim untuk melindungi masyarakat. “Yang saya mohon hanyalah ia diberikan hukuman yang setimpal dengan kejahatannya, dan menjamin bahwa ia tidak lagi bisa bebas untuk melukai orang.”
“Jika Robert Williams bebas di jalanan, seseorang akan mati,” tukas jaksa penuntut, Ann Prunty mengiyakan tulisan korban. Sementara pengacara Williams, Arnold Levine menyebut monster seks itu “gila” dan memohon kemurahan hati hakim untuk memberikan keringanan. “Tidak ada yang bisa saya katakan untuk mengurangi kejahatan itu. Namun berilah ia sedikit harapan untuk bisa menghirup udara bebas. Untuk bisa melakukan hal yang lebih manusiawi.” Namun permohonan Levine tidak ditanggapi hakim. (NYP/JL/c)
Sinar Indonesia Baru Online