KALAU FAKTA ini benar, tentu saja akan membuat miris kita dan orangtua yang punya anak remaja. Pasalnya, diperkirakan, 30 persen pelacur atau pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia dijalani oleh anak-anak di bawah umur atau di bawah usia 18 tahun. Hal itu ditandaskan Deputi Perlindungan Anak pada Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, Dr Surjadi Soeparman MPH.
Secara nasional memang tidak ada angka pasti jumlah anak di bawah umur yang dilacurkan. Sebab fenomenanya ibarat gunung es. Namun diperkirakan jumlah itu sekitar 30 persen.
Surjadi mengungkapkan, persebaran pelacur anak di bawah umur hampir merata di tiap daerah. Mereka mudah ditemukan di kantong-kantong kemiskinan. Karena itu, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menekan jumlah anak yang dieksploitasi menjadi pelacur. Pemerintah daerah harus melindungi anak-anak, utamanya yang putus sekolah, agar tidak dieksploitasi.
Menurut dia, eksploitasi seks komersial terhadap anak (Eska) terjadi dalam tiga hal. Yakni, prostitusi, perdagangan anak (trafficking), dan pornografi. Ia mengatakan, Eska bukan hanya masalah moral, tapi masalah sosial. Anak-anak itu melacurkan diri atau dipaksa melacurkan diri karena desakan ekonomi.
"Selain desakan ekonomi, adanya perkawinan pada usia dini, kawin cerai yang terjadi para orang tua, dan anak-anak putus sekolah juga mendorong terjadinya Eska," ujarnya. matabumi
Secara nasional memang tidak ada angka pasti jumlah anak di bawah umur yang dilacurkan. Sebab fenomenanya ibarat gunung es. Namun diperkirakan jumlah itu sekitar 30 persen.
Surjadi mengungkapkan, persebaran pelacur anak di bawah umur hampir merata di tiap daerah. Mereka mudah ditemukan di kantong-kantong kemiskinan. Karena itu, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menekan jumlah anak yang dieksploitasi menjadi pelacur. Pemerintah daerah harus melindungi anak-anak, utamanya yang putus sekolah, agar tidak dieksploitasi.
Menurut dia, eksploitasi seks komersial terhadap anak (Eska) terjadi dalam tiga hal. Yakni, prostitusi, perdagangan anak (trafficking), dan pornografi. Ia mengatakan, Eska bukan hanya masalah moral, tapi masalah sosial. Anak-anak itu melacurkan diri atau dipaksa melacurkan diri karena desakan ekonomi.
"Selain desakan ekonomi, adanya perkawinan pada usia dini, kawin cerai yang terjadi para orang tua, dan anak-anak putus sekolah juga mendorong terjadinya Eska," ujarnya. matabumi