Nama gank-nya aja serem banget: Nero. Ini sama dengan nama kaisar kelima Roma: Nero (hidup antara 37-68 SM) yang pernah bikin geger karena membakar hampir 2/3 kota Roma pada tahun 64 SM. Oya, karena urusan bakar-membakar ini, akhirnya ada juga yang bikin software untuk burning CD/DVD dengan nama Nero. Lho, kok jadi ngelantur? Hehehe...
Nah, kembali ke soal Gank Nero yang anggotanya cewek semua ini, ternyata keberadaan gank ini semula adalah merupakan komunitas pecinta bola basket di kalangan remaja. Eh, tapi lama kelamaan ternyata berubah tujuan dan fungsinya. Malah ngandelin aksi kekerasan. Mengutip pernyataan sebuah sumber di daerah Pati, tempat gank ini hidup, Nero itu ternyata akronim dari: “Neko-neko, keroyok!”. Artinya, kalo ada yang neko-neko alias macam-macam dengan anggota gank Nero, pastinya bakalan dikeroyok. Yee.. beraninya keroyokan!
So, jangan heran kalo dalam rekaman video yang tersebar luas sampe ke mancanegara (maklum, udah nangkring di situs penyimpan video: You Tube), digambarkan Gank Nero sedang memelonco seorang cewek juga. Disuruh hormat kepada Gank Nero, tapi ya sambil dipukuli kepala dan wajahnya. Wis, pokoke sadis banget! Idih, cewek kok preman gitu ya? Hmm.. nggak asyik banget!
Kok milih jadi galak?
Aksi kekerasan yang dilakukan anak sekolah bukan cuma milik Gank Nero dari Pati, Jawa Tengah. Kalo kamu masih inget tulisan di gaulislam edisi 005 yang bahas tentang gang anak sekolah, maka sebenarnya aksi model gini udah lama terjadi. Sekadar ngingetin aja, bahwa banyak gank yang terkenal gara-gara aksinya yang kebablasan. Sebut aja gank Gazper di SMA 34 Jakarta yang pernah bikin heboh, juga ada di SMA 112 Jakarta dengan nama gank Black & White. Kalo mau dirunut kayaknya selain nama-nama itu juga banyak banget.
Sudah jadi rahasia umum kalo anak-anak sekolah udah nge-gank alias bikin gank. Dari yang sekadar seneng-seneng aja kumpul bareng teman-teman yang satu hobi, sampe yang bikin gank untuk kekerasan. Di kampung saya nun jauh dari kota, pernah ada gank anak muda dengan nama Jibril. Waduh, tuh nama malaikat dibawa-bawa. Ternyata, itu akronim dari Jiwa Berandal Ingat Ilahi. Halah! Ada-ada aja. Aktivitasnya ya nggak jauh dari mabok-mabokan. Tapi mereka ngakunya masih ingat sama Allah. Buktinya, mereka katanya juga rajin sholat, minimal shalat jumat. Waduh!
Bro, aksi Gank Nero ini jujur aja bikin kaget, karena biasanya yang galak-galak itu cowok, ini kok malah cewek. Apa merela terinspirasi dari trio Charlie’s Angels? Aksi tiga cewek jagoan yang perkasa dalam menumpas kejahatan itu? Nggak tahu juga. Tapi terlepas dari asumsi bahwa mereka terinspirasi dari tayangan televisi atau melihat aksi teman-temannya di dunia gank lain, yang jelas aksi itu nggak bisa ditolerir.
Ini memang memprihatinkan, seharusnya mereka berkumpul dan berinteraksi dalam sebuah kelompok yang bisa memberikan manfaat bagi dirinya maupun orang lain. Mungkin bisa bikin gank bernama KIR alias Kelompok Ilmiah Remaja, atau mungkin bikin gank MARBOT alias Markas Bocah Takwa. So, gank model ini insya Allah ada manfaatnya karena mengedepankan okol (akal) dan juga akhlak ketimbang nunjukkin kekuatan otot.
Gank Nero asal Pati ini kayaknya perlu diteliti lebih lanjut, mengapa mereka mau nekat ngelakuin aksi kekerasan kepada sesama pelajar lainnya. Apakah mereka korban dari maraknya budaya kekerasan yang ditampilin media massa, baik cetak maupun elektronik? Memang dilematis sih bagi pengelola media. Di satu sisi ingin memberitakan kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat, tapi di sisi lain, dampak publikasi kasus itu bisa saja menjadi inspirasi bagi kalangan tertentu. Bahaya banget kan? Tentu, kalo tanpa ada penjelasan yang menilai baik-buruk suatu kasus yang diberitakan oleh media massa tersebut.
Banyak ruginya!
Emangnya kalo memelonco kudu dengan aksi fisik? Apalagi menjadi keharusan untuk main tampar dan main tonjok kepada pihak yang sedang diplonco. Oya, sebenarnya bukan sedang memelonco, adakalanya memang tuntutan tugasnya begitu rupa. Artinya senang bikin bullying gitu. Wah, bahaya banget tuh!
Seorang Muslim yang melakukan penyerangan atau membunuh sesama Muslim tanpa ada alasan yang dibolehkan oleh syara’ (aturan Islam) adalah berdosa. Firman Allah Swt.:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS al-Mâidah [5]: 32)
Bro en Sis, inget juga lho bahwa Allah Swt. bakalan minta pertanggungjawaban kita atas apa yang kita lakukan. Nggak bisa bebas gitu aja. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala pasti akan menyiksa pula orang-orang yang melakukan penyiksaan di dunia.” (HR Muslim)
Dalam hadist lain, Rasulullah saw. bersabda: “Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya, dengan tidak mendzaliminya, tidak mengecewakannya, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya. Letak takwa ada di sini (Nabi saw. menunjuk ke dada beliau, sampai diulang tiga kali). Seorang patut dinilai buruk bila merendahkan saudaranya yang muslim. Seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas harta, dan menodai kehormatan muslim lainnya” (HR Muslim)
Kalo ada yang masih petantang-petenteng dan merendahkan serta menganiaya orang lain, segera sadar deh. Sebab, Allah Ta’ala nggak bakalan salah mengkalkulasi amalan kita. So, kepada seluruh kru Gank Nero, dan juga gank lainnya yang masih suka bikin onar, yuk kita tobat. Lagian, ngapain sih nunjukkin kekuatan kalo niat dan perbuatannya ternyata bikin sakit orang, bikin takut orang. Iya nggak sih? Jadi, nggak ada untungnya, yang ada justru banyak ruginya. Dibenci banyak orang, apalagi jika kemudian berurusan dengan polisi. Ciloko!
Murni tanggung jawab orangtua?
Pihak sekolah umumnya lepas tangan alias nggak mau terlibat kalo ada kasus macam gini. Banyak alasan, salah satunya kalo aksi kekerasan itu terjadi di luar sekolah, maka bukan lagi tanggung jawab sekolah. Terus tanggung jawab sekolah apa dan bagaimana?
Nah, kalo emang bukan tanggung jawab sekolah, apakah murni menjadi tanggung jawab orangtua? Benarkah? Sehingga kita perlu menuding orangtuanyalah yang patut dinilai gagal mendidik anaknya di tingkat keluarga. Sehingga anak yang salah asuh itu berpotensi mempengaruhi anak lainnya di sekolah untuk melakukan perbuatan tercela. Bisakah kesalahan ditimpakan 100 persen kepada para orangtua? Ehm, nggak bisa langsung diamini.
Betul emang kalo pendidikan pertama kali dikenalkan oleh orangtua. Keluarga adalah institusi terkecil yang bisa memberikan arahan dan pembinaan kepada anak-anaknya. Orangtua akan meng-create anaknya untuk jadi baik atau malah jadi buruk. Dalam ajaran Islam pun, peran orangtua termasuk cukup penting lho. Rasulullah saw. bersabda: “Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majusi.” (HR Bukhari)
So, ini nunjukkin kepada kita bahwa peran orangtua cukup penting sebagai pembina awal anak-anaknya. Itu sebabnya, Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah melontarkan pernyataan: “Bila terlihat kerusakan pada diri anak-anak, mayoritas penyebabnya adalah bersumber dari orangtuanya.”
Wah, kalo gitu salah orangtua dong? Hmm.. tidak selalu. Lagian Syaikh Ibnu Qayyim juga ‘hanya’ menyatakan, “mayoritas”, berarti tidak semua dong. Tapi, tetap aja harus dipahami bahwa orangtua di rumah emang harus memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan semaksimal mungkin dalam membina anaknya.
Sobat, ada ungkapan tulus dari Syaikh Sayyid Qutb saat memberikan testimoni bagi ayahnya: “Semasa kecilku, ayah tanamkan ketakwaan kepada Allah dan rasa takut akan hari akhirat. Engkau tak pernah memarahiku, namun kehidupan sehari-harimu telah menjadi teladanku, bagaimana prilaku orang yang ingat akan hari akhir.”
Namun tentu saja, secanggih-canggihnya orangtua dalam mendidik anak akan jadi terasa ‘sia-sia’ ketika masyarakat dan negara malah nggak peduli dengan persoalan manusia, termasuk remaja di dalamnya. Nggak adil banget kan kalo seluruh tanggung jawab diserahkan ke ortu? Emang sih, di rumah ortu kita melarang jangan berkata kasar, eh, di sekolah kita ketemu ama anak yang ngomongnya kasar. Ya, lama-lama bisa kebawa tuh, apalagi kalo kita ditekan sama teman kita supaya solider ama mereka. Sehingga yang dikerjakan itu, meskipun salah, tapi akan dipuji demi solidaritas. Lama kelamaan akan kebawa rusak juga lho.
Oya, kondisi ini diperparah dengan kurang berdayanya pemerintah dalam ngatur urusan kehidupan, termasuk ngurus pendidikan bagi masyarakat. Terkesan diam aja ngelihat kasus seperti ini. Apalagi pemerintah melalui lembaga terkait (yakni departemen pendidikan) nggak maksimal ngasih program pendidikan dalam hal akhlak atau budi pekerti karena hanya lebih fokus ke sisi akademis. Bukan tidak ada pendidikan akhlak dan budi pekerti. Ada, tapi nggak maksimal, nggak menyentuh persoalan, dan para guru yang menyampaikan juga mungkin beragam ilmunya (sangat boleh jadi banyak juga yang nggak ngerti cara nyampeinnya). Kalo begini kenyataannya, ya sudah, wasalam tuh!
Jadi biar kompak sih, harus ada kerjasama semua pihak. Orangtua membina anaknya, di masyarakat (termasuk institusi pendidikan) mengawasi dan memberi bimbingan, serta negara melindungi masyarakat dengan menerapkan aturan dan sanksi. Negara akan menerapkan kurikulum guna membina kepribadian pelajar sehingga memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Bukan saja ilmu akademisnya yang keren, tapi juga punya kepribadian Islam tangguh. Sembari begitu, diterapkan juga sanksi bagi para pelanggar aturan. Inilah kombinasi apik: ortu, masyarakat dan negara.
Oke deh, buat aktivis Gank Nero, belum ada kata terlambat untuk bertobat, minta maaf kepada mereka yang telah dizalimi, dan jangan ulangi perbuatan itu. Oke? Peace ah! [solihin: osolihin@gaulislam.com]
Nah, kembali ke soal Gank Nero yang anggotanya cewek semua ini, ternyata keberadaan gank ini semula adalah merupakan komunitas pecinta bola basket di kalangan remaja. Eh, tapi lama kelamaan ternyata berubah tujuan dan fungsinya. Malah ngandelin aksi kekerasan. Mengutip pernyataan sebuah sumber di daerah Pati, tempat gank ini hidup, Nero itu ternyata akronim dari: “Neko-neko, keroyok!”. Artinya, kalo ada yang neko-neko alias macam-macam dengan anggota gank Nero, pastinya bakalan dikeroyok. Yee.. beraninya keroyokan!
So, jangan heran kalo dalam rekaman video yang tersebar luas sampe ke mancanegara (maklum, udah nangkring di situs penyimpan video: You Tube), digambarkan Gank Nero sedang memelonco seorang cewek juga. Disuruh hormat kepada Gank Nero, tapi ya sambil dipukuli kepala dan wajahnya. Wis, pokoke sadis banget! Idih, cewek kok preman gitu ya? Hmm.. nggak asyik banget!
Kok milih jadi galak?
Aksi kekerasan yang dilakukan anak sekolah bukan cuma milik Gank Nero dari Pati, Jawa Tengah. Kalo kamu masih inget tulisan di gaulislam edisi 005 yang bahas tentang gang anak sekolah, maka sebenarnya aksi model gini udah lama terjadi. Sekadar ngingetin aja, bahwa banyak gank yang terkenal gara-gara aksinya yang kebablasan. Sebut aja gank Gazper di SMA 34 Jakarta yang pernah bikin heboh, juga ada di SMA 112 Jakarta dengan nama gank Black & White. Kalo mau dirunut kayaknya selain nama-nama itu juga banyak banget.
Sudah jadi rahasia umum kalo anak-anak sekolah udah nge-gank alias bikin gank. Dari yang sekadar seneng-seneng aja kumpul bareng teman-teman yang satu hobi, sampe yang bikin gank untuk kekerasan. Di kampung saya nun jauh dari kota, pernah ada gank anak muda dengan nama Jibril. Waduh, tuh nama malaikat dibawa-bawa. Ternyata, itu akronim dari Jiwa Berandal Ingat Ilahi. Halah! Ada-ada aja. Aktivitasnya ya nggak jauh dari mabok-mabokan. Tapi mereka ngakunya masih ingat sama Allah. Buktinya, mereka katanya juga rajin sholat, minimal shalat jumat. Waduh!
Bro, aksi Gank Nero ini jujur aja bikin kaget, karena biasanya yang galak-galak itu cowok, ini kok malah cewek. Apa merela terinspirasi dari trio Charlie’s Angels? Aksi tiga cewek jagoan yang perkasa dalam menumpas kejahatan itu? Nggak tahu juga. Tapi terlepas dari asumsi bahwa mereka terinspirasi dari tayangan televisi atau melihat aksi teman-temannya di dunia gank lain, yang jelas aksi itu nggak bisa ditolerir.
Ini memang memprihatinkan, seharusnya mereka berkumpul dan berinteraksi dalam sebuah kelompok yang bisa memberikan manfaat bagi dirinya maupun orang lain. Mungkin bisa bikin gank bernama KIR alias Kelompok Ilmiah Remaja, atau mungkin bikin gank MARBOT alias Markas Bocah Takwa. So, gank model ini insya Allah ada manfaatnya karena mengedepankan okol (akal) dan juga akhlak ketimbang nunjukkin kekuatan otot.
Gank Nero asal Pati ini kayaknya perlu diteliti lebih lanjut, mengapa mereka mau nekat ngelakuin aksi kekerasan kepada sesama pelajar lainnya. Apakah mereka korban dari maraknya budaya kekerasan yang ditampilin media massa, baik cetak maupun elektronik? Memang dilematis sih bagi pengelola media. Di satu sisi ingin memberitakan kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat, tapi di sisi lain, dampak publikasi kasus itu bisa saja menjadi inspirasi bagi kalangan tertentu. Bahaya banget kan? Tentu, kalo tanpa ada penjelasan yang menilai baik-buruk suatu kasus yang diberitakan oleh media massa tersebut.
Banyak ruginya!
Emangnya kalo memelonco kudu dengan aksi fisik? Apalagi menjadi keharusan untuk main tampar dan main tonjok kepada pihak yang sedang diplonco. Oya, sebenarnya bukan sedang memelonco, adakalanya memang tuntutan tugasnya begitu rupa. Artinya senang bikin bullying gitu. Wah, bahaya banget tuh!
Seorang Muslim yang melakukan penyerangan atau membunuh sesama Muslim tanpa ada alasan yang dibolehkan oleh syara’ (aturan Islam) adalah berdosa. Firman Allah Swt.:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS al-Mâidah [5]: 32)
Bro en Sis, inget juga lho bahwa Allah Swt. bakalan minta pertanggungjawaban kita atas apa yang kita lakukan. Nggak bisa bebas gitu aja. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala pasti akan menyiksa pula orang-orang yang melakukan penyiksaan di dunia.” (HR Muslim)
Dalam hadist lain, Rasulullah saw. bersabda: “Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya, dengan tidak mendzaliminya, tidak mengecewakannya, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya. Letak takwa ada di sini (Nabi saw. menunjuk ke dada beliau, sampai diulang tiga kali). Seorang patut dinilai buruk bila merendahkan saudaranya yang muslim. Seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas harta, dan menodai kehormatan muslim lainnya” (HR Muslim)
Kalo ada yang masih petantang-petenteng dan merendahkan serta menganiaya orang lain, segera sadar deh. Sebab, Allah Ta’ala nggak bakalan salah mengkalkulasi amalan kita. So, kepada seluruh kru Gank Nero, dan juga gank lainnya yang masih suka bikin onar, yuk kita tobat. Lagian, ngapain sih nunjukkin kekuatan kalo niat dan perbuatannya ternyata bikin sakit orang, bikin takut orang. Iya nggak sih? Jadi, nggak ada untungnya, yang ada justru banyak ruginya. Dibenci banyak orang, apalagi jika kemudian berurusan dengan polisi. Ciloko!
Murni tanggung jawab orangtua?
Pihak sekolah umumnya lepas tangan alias nggak mau terlibat kalo ada kasus macam gini. Banyak alasan, salah satunya kalo aksi kekerasan itu terjadi di luar sekolah, maka bukan lagi tanggung jawab sekolah. Terus tanggung jawab sekolah apa dan bagaimana?
Nah, kalo emang bukan tanggung jawab sekolah, apakah murni menjadi tanggung jawab orangtua? Benarkah? Sehingga kita perlu menuding orangtuanyalah yang patut dinilai gagal mendidik anaknya di tingkat keluarga. Sehingga anak yang salah asuh itu berpotensi mempengaruhi anak lainnya di sekolah untuk melakukan perbuatan tercela. Bisakah kesalahan ditimpakan 100 persen kepada para orangtua? Ehm, nggak bisa langsung diamini.
Betul emang kalo pendidikan pertama kali dikenalkan oleh orangtua. Keluarga adalah institusi terkecil yang bisa memberikan arahan dan pembinaan kepada anak-anaknya. Orangtua akan meng-create anaknya untuk jadi baik atau malah jadi buruk. Dalam ajaran Islam pun, peran orangtua termasuk cukup penting lho. Rasulullah saw. bersabda: “Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majusi.” (HR Bukhari)
So, ini nunjukkin kepada kita bahwa peran orangtua cukup penting sebagai pembina awal anak-anaknya. Itu sebabnya, Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah melontarkan pernyataan: “Bila terlihat kerusakan pada diri anak-anak, mayoritas penyebabnya adalah bersumber dari orangtuanya.”
Wah, kalo gitu salah orangtua dong? Hmm.. tidak selalu. Lagian Syaikh Ibnu Qayyim juga ‘hanya’ menyatakan, “mayoritas”, berarti tidak semua dong. Tapi, tetap aja harus dipahami bahwa orangtua di rumah emang harus memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan semaksimal mungkin dalam membina anaknya.
Sobat, ada ungkapan tulus dari Syaikh Sayyid Qutb saat memberikan testimoni bagi ayahnya: “Semasa kecilku, ayah tanamkan ketakwaan kepada Allah dan rasa takut akan hari akhirat. Engkau tak pernah memarahiku, namun kehidupan sehari-harimu telah menjadi teladanku, bagaimana prilaku orang yang ingat akan hari akhir.”
Namun tentu saja, secanggih-canggihnya orangtua dalam mendidik anak akan jadi terasa ‘sia-sia’ ketika masyarakat dan negara malah nggak peduli dengan persoalan manusia, termasuk remaja di dalamnya. Nggak adil banget kan kalo seluruh tanggung jawab diserahkan ke ortu? Emang sih, di rumah ortu kita melarang jangan berkata kasar, eh, di sekolah kita ketemu ama anak yang ngomongnya kasar. Ya, lama-lama bisa kebawa tuh, apalagi kalo kita ditekan sama teman kita supaya solider ama mereka. Sehingga yang dikerjakan itu, meskipun salah, tapi akan dipuji demi solidaritas. Lama kelamaan akan kebawa rusak juga lho.
Oya, kondisi ini diperparah dengan kurang berdayanya pemerintah dalam ngatur urusan kehidupan, termasuk ngurus pendidikan bagi masyarakat. Terkesan diam aja ngelihat kasus seperti ini. Apalagi pemerintah melalui lembaga terkait (yakni departemen pendidikan) nggak maksimal ngasih program pendidikan dalam hal akhlak atau budi pekerti karena hanya lebih fokus ke sisi akademis. Bukan tidak ada pendidikan akhlak dan budi pekerti. Ada, tapi nggak maksimal, nggak menyentuh persoalan, dan para guru yang menyampaikan juga mungkin beragam ilmunya (sangat boleh jadi banyak juga yang nggak ngerti cara nyampeinnya). Kalo begini kenyataannya, ya sudah, wasalam tuh!
Jadi biar kompak sih, harus ada kerjasama semua pihak. Orangtua membina anaknya, di masyarakat (termasuk institusi pendidikan) mengawasi dan memberi bimbingan, serta negara melindungi masyarakat dengan menerapkan aturan dan sanksi. Negara akan menerapkan kurikulum guna membina kepribadian pelajar sehingga memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Bukan saja ilmu akademisnya yang keren, tapi juga punya kepribadian Islam tangguh. Sembari begitu, diterapkan juga sanksi bagi para pelanggar aturan. Inilah kombinasi apik: ortu, masyarakat dan negara.
Oke deh, buat aktivis Gank Nero, belum ada kata terlambat untuk bertobat, minta maaf kepada mereka yang telah dizalimi, dan jangan ulangi perbuatan itu. Oke? Peace ah! [solihin: osolihin@gaulislam.com]