Demi menjaga privasi para tokoh yang berhubungan dengan cerita ini, nama-nama pelaku dengan terpaksa Misteri samarkan. Andaikata ada kesamaan nama dengan pembaca Misteri, maka itu hanya kebetulan semata.
Pembunuhan janin berusia lima bulan dalam kandungan Mira terjadi sepuluh tahun lalu. Mira sendiri sebenarnya sudah berusaha melupakan lembaran hitam perjalanan masa remajanya itu. Namun dia tidak dapat melupakan sama sekali keinstaan yang pernah dilakukannya. Sebagai contoh, ketika dia terjaga di tengah malam, lamunannya kembali ke masa silam....
Dulu, Mira adalah remaja yang mudah bergaul dengan siapa saja. Dia gadis yang supel, ramah, dan tidak sombong. Keseharian hidupnya dilaluinya dengan bersenang-senang. Mungkin karena itu dia akhirnya terjebak dalam pergaulan bebas.
Dia rumah, dia anak yang amat penurut pada orangtua. Tapi rupanya Mira memang pandai bersandiwara. Kedua orangtuanya membuat disiplin sangat ketat, tapi Mira tidak kehabisan akal untuk membebaskan diri dari belenggu yang mengekang kebebasannya.
Dengan berbagai alasan Mira dapat izin dari orangtuanya menikmati malam Minggu bersama Dandi, kakak kelasnya. Dua sejoli dimabuk asmara ini melewati malam panjang di diskotik. Mereka kadang menginap di Hotel Melati. Dalam kamar hotel, mereka berhubungan intim layaknya suami isteri.
Tidak puas dengan Dandi, Mira menjalin hubungan dengan Remi. Dengan teman sekelasnya itu, dia juga melakukan perzinahan.
Tak hanya itu, Mira ternyata juga pacaran dengan supir pribadinya yang masih bujangan. Bersama supir pribadinya ini, Mira berulangkali melakukan hubungan intim.
Karena perbuatannya itu, tanpa diduga Mira akhirnya hamil. Karena kehamilan ini Mira menjadi bingung luar biasa. Dia tidak ingin menjadi ibu dari bayi yang dikandungnya. Ya, dia sama sekali belum siap untuk menjadi seorang ibu. Dia masih ingin menikmati usia remajanya. Dia masih ingin sekolah dan tidak ingin direpoti mengurusi bayi. Apalagi bayi itu juga tidak jelas siapa ayahnya, sebab dia memang selalu bergonta-ganti pasangan.
"Jika Non Mira tidak bersedia menjadi ibu dari bayi yang ada dalam kandungan itu, bayi itu harus Non Mira gugurkan," saran Narto, supir pribadinya.
"Memang, aku sebenarnya punya rencana untuk menggugurkan bayi yang kukandung ini," jawab Mira, pelan.
"Kalau Non Mira sudah punya rencana, kenapa tidak segera dilaksanakan. Semakin tua usia kandungan, kata orang resikonya besar. Sebenarnya sudah berapa bulan usia kandungan Non Mira?" Tanya Narto.
Mira hanya menggelengkan wajahnya. Dia tidak pernah memeriksakan usian janinnya pada dokter kandungan. Bahkan dia tidak ingat sejak mulai kapan berhenti mentruasi.
"Antarkan aku ke klinik aborsi!" Pinta Mira akhirnya
"Sekarang?" Tanya Narto.
"Ya, sekarang sebelum banyak orang yang tahu."
Narto membawa Mira ke klinik aborsi di luar kota. Proses aborsi itu berlangsung sukses. Dan Mira tahu bahwa janin dalam kandungannya telah berbentuk manusia berjenis kelamin perempuan, meski wujudnya belum sempurna benar.
Mira membungkus janin itu dengan kain putih. Narto menggali kuburan untuk menguburkan bayi tersebut di belakang klinik.
Kemudian mereka pulang kembali ke rumah. Saat itu, perasaan hati Mira menjadi lega. Dia dapat kembali sekolah seperti biasa, tanpa harus dihantui perasaan takut ketahuan guru dan teman-temannya.
Mira dapat menyelesaikan sekolah SMA-nya, kemudian melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi swasta. Mira berjanji dalam hati, tidak akan mengulangi perbuatan yang sama. Meskipun godaan sering datang, tapi dapat ditepisnya.
Dia sekarang memang telah berubah. Dia tidak mau lagi terjerembab dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Pergaulannya di kampus sangat dia batasi. Ajakan dari teman kampusnya ke diskotik dia tolak dengan halus. Ya, Mira berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari pergaulan yang dapat menyeretnya berbuat nista.
Lima tahun kuliah, gelar Sarjana Ekonomi diraihnya. Setahun kemudian Mira diterima bekerja di sebuah bank swasta. Di tempatnya bekerja, Mira bertemu dengan Aldi, teman sekantornya. Hubungan mereka serius, tapi Mira ragu-ragu untuk menerima cintanya. Kisah masa lalunya sangat menghantui pikirannya. Sulit baginya untuk melupakan hal tersebut.
"Mir, minggu depan orangtuaku akan datang melamarmu!" Kata Aldi berterus terang.
Mira merasa terkejut mendengarnya. "Jangan, Al!" Tolaknya.
"Kenapa?" Tanya Aldi merasa heran.
"Aku tidak seperti yang kau harapkan. Nanti kau kecewa," jawab Mira.
"Aku sudah tahu masa lalumu. Kau pernah hamil di luar nikah. Pernah menggugurkan bayi yang kau kandung. Aku tidak pernah mencintai masa lalumu. Aku mencintaimu sekarang ini. Aku melihatmu seperti Mira yang sekarang, bukan Mira yang dulu," kata Aldi meyakinkan Mira bahwa sesungguhnya dia sangat mencintainya.
Mira hanya diam membisu. Dia bingung dan tidak tahu harus berkata apa pada Aldi. Masa lalunya yang hitam membuatnya tidak memiliki keyakinan menerima cinta Aldi.
"Beri aku waktu untuk menerima lamaranmu, Al!" Hanya kata-kata itu yang dapat diucapkannya.
"Semoga keputusan akhir darimu tidak mengecewakanku!" Aldi berharap Mira menerima lamarannya.
Sejak Aldi putus cinta dengan Tina, Mira menjadi dambaan hatinya. Gadis itu begitu anggun di matanya. Perawakan tubunya tinggi semampai, kulitnya putih, wajahnya cantik dan pribadinya sangat menarik. Mira melengkapi kreteria perempuan yang menjadi pilihan Aldi untuk dijadikan pendamping hidupnya, meski dia menyimpan masa lalu yang kelam.
Namun, tentang masa lalunya itu, Aldi tidak memperdulikannya karena dia sendiri punya masa lalu yang hampir sama.
Niat Aldi untuk meminangnya, Mira bicarakan dengan kedua orangtuanya. Pada prinsipnya, mereka setuju. Masalahnya sekarang, terkandung pada Mira.
Setelah lama menimbang dan memikirkan matang-matang, akhirnya Mira memutuskan menerima Aldi sebagai calon pendamping hidupnya.
"Aku sudah memutuskan permintaanmu, Al!" Kata Mira ketika mereka berdua bertemu di kantin.
"Kau menerima diriku kan?" Tanya Aldi.
Mira mengangguk pasti. "Ya, aku menerimanya," katanya meyakinkan.
Wajah Aldi menjadi berseri-seri. Jari-jemari Mira dia remas. Saat dia ingin mencium Mira, tapi Mira menolaknya.
"Jangan ah, malu dilihat orang!" Bisiknya. Aldi mengurungkan niatnya. Dia menjadi malu sendiri. Orang-orang yang berada di sekitarnya tersenyum melihat tingkahnya.
Namun, sesuatu yang aneh terjadi, menimpa diri Mira. Menjelang hari pernikahannya, hampir setiap malam Mira mengalami peristiwa sangat menakutkan. Bayi yang digugurkannya datang menterornya. Kedatangannya bukan di alam mimpi, tapi di alam sadar. Tanda kedatangannya diawali dengan suara lolongan anjing.
Suara lolongan anjing itu hanya Mira sendiri yang mendengarnya. Janin yang digugurkan Mira berbentuk makhluk sangat mengerikan. Giginya tajam, kedua belah matanya bolong, kepalanya botak, dan jari-jari tangan dan kakinya runcing.
"Mengapa aku Ibu bunuh? Bukankah aku darah dagingmu?" Kata janin aborsi yang telah berubah menjadi sosok bocah menyeramkan itu.. Jari-jarinya yang berkuku tajam hendak mencekik leher Mira.
"Pergi kau. Jangan ganggu aku!" Usir Mira berteriak.
Santi, adik Mira yang tidur di sebelahnya terbangun.
"Kakak bermimpi lagi?" Tanya Santi.
"Kakak tidak bermimpi. Kakak melihat dalam kamar ini muncul anak bayi yang menyeramkan. Dia mengaku dirinya bayi yang kakak gugurkan dulu. Tadi dia hendak mencekik leher kakak dengan kuku-kukunya yang runcing dan hitam," Mira menceritakan kejadian yang barusan dia alami dengan nafas tersengal-sengal akibat perasaan takut.
"Kalau begitu, arwah bayi yang kakak gugurkan dulu meminta tanggungjawab dari kakak. Mengapa dia kakak gugurkan?" Tanya Santi.
Mira tidak menanggapi pertanyaan Santi. Dia hanya diam dicekam perasaan takut.
Jarum jam di kamar itu menunjukkan pukul dua dini hari. Sampai Subuh Mira tidak dapat memejamkan matanya.
Atas saran dari Aldi, Mira meminta bantuan Ki Slamet, sebutlah begitu, orang pintar yang mempunyai keahlian mengusir gangguan makhluk halus. Di hadapan Ki Slamet, Mira menceritakan masalah yang menimpanya.
"Kamu harus mandi ruwatan. Maksudnya agar sengkolo dalam tubuhmu hilang!" Saran Ki Slamet.
Mira menurut saja saran dari Ki Slamet. Baginya yang penting bayi yang digugurkannya tidak mengganggunya.
Setelah selesai mandi ruwatan, Ki Slamet memberikan jimat yang harus Mira kalungkan di lehernya. Jimat itu tidak boleh dilepas dan tidak ada pantangannya.
Setelah mandi ruwatan dan memakai jimat, perasaan Mira menjadi tenang. Jimat itu memberikan sugesti baginya.
Sudah hampir selama sebulan, bayi aborsi tidak lagi datang menteror Mira. Dia kini dapat tidur nyenyak.
Tapi pada malam pertama perkawinannya, saat hendak menikmati syurga dunia, tiba-tiba Mira mendengar suara lolongan anjing. Suara aneh itu terdengar sayup-sayup sampai kian dekat, dan akhrnya berada dalam ruangan kamar tidurnya. Tiba-tiba dari tembok kamarnya muncul bayi aborsi yang beberapa waktu lalu datang. Mira mendorong tubuh suaminya ke depan.
"Aku takut. Bayi itu datang lagi, Mas!" Pekik Mira ketakutan. Wajahnya mendadak berubah menjadi pucat. Mira menyembunyikan wajahnya itu ke dada Aldi.
"Mana ada di kamar ini, tidak ada siapa-siapa," jawab Aldi meyakinkan Mira.
"Ada, itu, Mas!" Tunjuk Mira ke atas langit-langit kamar.
Dalam penglihatan Mira, bayi yang digugurkannya dulu menatapnya dengan marah. Si bayi berusaha mendekatinya dan hendak mencekik leher Mira, tapi begitu hendak menyentuh leher Mira, tangannya tiba-tiba terbakar. Si bayi menjerit kesakitan lalu pergi meninggalkan Mira.
Anehnya lagi, hanya Mira yang mengetahui kehadiran bayi misterius itu. Aldi tidak melihat apa-apa. Mira mengharapkan pengertian Aldi, tapi justru Aldi malah menuduh Mira mencari-cari alasan agar tidak berhubungan intim malam itu.
"Tidak, aku benar-benar melihat kehadiran bayi yang kugugurkan dulu, Mas!" Kata Mira meyakinkan Aldi.
"Aku tidak percaya!" Jawab Aldi.
Mira merasa sangat tersinggung atas tuduhan dari Aldi itu, tapi dia dapat mengendalikan emosinya. Mira hanya diam membisu. Berulangkali Aldi menggodanya, tapi Mira diam cemberut.
Akhirnya Aldi membalikkan tubuhnya membelakangi Mira. Perempuan itu tidur telentang dengan wajahnya ditutupi bantal. Ya, Mira berusaha memejamkan matanya, tapi tidak bisa. Hingga menjelang Subuh Mira tidak dapat tidur.
"Masih ngambek!" Tanya Aldi.
Mira tersenyum. Tangan kirinya meraih tubuh Aldi. Jarum jam di kamar pengantin baru menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit.
"Mas, maafkan Mira ya?" Mohon Mira. Aldi hanya menganggukan wajahnya.
"Mas, Mira sekarang sudah siap!" Kata Mira sudah tak sabar.
Pagi harinya, pasangan suami isteri ini pergi ke rumah tabib Haji Muhammad Siddik. Beliau berasal dari Jawa Timur, baru sekitar satu bulan membuka praktek di Medan. Tapi keberhasilannya mengobati gangguan makhluk halus tersebar luas dari mulut ke mulut. Pada tabib, Mira berterus terang menceritakan masalah yang menimpannya.
"Kalian punya masa lalu yang sama, tapi kalian berdua belum juga bertobat," kata tabib yang dipanggil Buya itu mengingatkan.
Apa yang disebutkan Buya itu, Mira dan Aldi akui. "Solusinya bagaimana gar kami tidak diganggu oleh bayi aneh itu, Buya?" Tanya Mira.
"Kalian harus bertobat. Menyesali semua perbuatan dosa yang kalian lakukan di masa lalu dan selain itu jangan lagi pernah meninggalkan shalat seperti yang selama ini kalian lakukan," kata Buya memberi solusi.
Aldi dan Mira tertunduk malu. Selama ini mereka berdua memang jauh dari Allah. Subuh tadi saja ketika berkumandang suara adzan mereka berdua masih mendaki puncak birahi.
Buya memberikan amalan yang harus dibaca setiap selesai mengerjakan shalat fardhu atau shalat-shalat sunnah lainnya.
Sejak mereka berdua mengamalkannya, makhluk halus berupa bayi aborsi itu tidak pernah lagi datang menteror mereka.
Sudah lebih tujuh tahun mereka menikah, tapi kelahiran bayi yang mereka dambakan tidak juga kunjung datang. Kemana-mana Mira dan Aldi berobat untuk memperoleh keturunan, tapi semua usaha yang mereka lakukan gagal.
Barangkali hal ini sebagai akibat dari perbuatan di masa lalu yang mereka lakukan. Kini mereka harus menanggung akibatnya. Ketika diberi amanah seorang anak, mereka membunuhnya sebelum sempat dilahirkan.
Padahal, menurut hasil pemeriksaan di labolatorium, kedua pasangan ini dinyatakan subur oleh dokter ahli kandungan. Tapi mengapa mereka tidak dapat keturunan? Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Allah SWT memberi amanah berupa anak pada diri seseorang yang Dia kehendaki dan mencabut amanah itu dari seseorang yang Dia kehendaki. Jika Allah memberikan amanah, tidak seorangpun yang dapat mengambilnya dan jika Allah mencabutnya tidak ada seorangpun yang dapat mengembalikannya.
Untuk mengisi kebahagian dalam rumah tangga, pasangan ini mengadopsi bayi dari panti asuhan.
Sumber artikel
Pembunuhan janin berusia lima bulan dalam kandungan Mira terjadi sepuluh tahun lalu. Mira sendiri sebenarnya sudah berusaha melupakan lembaran hitam perjalanan masa remajanya itu. Namun dia tidak dapat melupakan sama sekali keinstaan yang pernah dilakukannya. Sebagai contoh, ketika dia terjaga di tengah malam, lamunannya kembali ke masa silam....
Dulu, Mira adalah remaja yang mudah bergaul dengan siapa saja. Dia gadis yang supel, ramah, dan tidak sombong. Keseharian hidupnya dilaluinya dengan bersenang-senang. Mungkin karena itu dia akhirnya terjebak dalam pergaulan bebas.
Dia rumah, dia anak yang amat penurut pada orangtua. Tapi rupanya Mira memang pandai bersandiwara. Kedua orangtuanya membuat disiplin sangat ketat, tapi Mira tidak kehabisan akal untuk membebaskan diri dari belenggu yang mengekang kebebasannya.
Dengan berbagai alasan Mira dapat izin dari orangtuanya menikmati malam Minggu bersama Dandi, kakak kelasnya. Dua sejoli dimabuk asmara ini melewati malam panjang di diskotik. Mereka kadang menginap di Hotel Melati. Dalam kamar hotel, mereka berhubungan intim layaknya suami isteri.
Tidak puas dengan Dandi, Mira menjalin hubungan dengan Remi. Dengan teman sekelasnya itu, dia juga melakukan perzinahan.
Tak hanya itu, Mira ternyata juga pacaran dengan supir pribadinya yang masih bujangan. Bersama supir pribadinya ini, Mira berulangkali melakukan hubungan intim.
Karena perbuatannya itu, tanpa diduga Mira akhirnya hamil. Karena kehamilan ini Mira menjadi bingung luar biasa. Dia tidak ingin menjadi ibu dari bayi yang dikandungnya. Ya, dia sama sekali belum siap untuk menjadi seorang ibu. Dia masih ingin menikmati usia remajanya. Dia masih ingin sekolah dan tidak ingin direpoti mengurusi bayi. Apalagi bayi itu juga tidak jelas siapa ayahnya, sebab dia memang selalu bergonta-ganti pasangan.
"Jika Non Mira tidak bersedia menjadi ibu dari bayi yang ada dalam kandungan itu, bayi itu harus Non Mira gugurkan," saran Narto, supir pribadinya.
"Memang, aku sebenarnya punya rencana untuk menggugurkan bayi yang kukandung ini," jawab Mira, pelan.
"Kalau Non Mira sudah punya rencana, kenapa tidak segera dilaksanakan. Semakin tua usia kandungan, kata orang resikonya besar. Sebenarnya sudah berapa bulan usia kandungan Non Mira?" Tanya Narto.
Mira hanya menggelengkan wajahnya. Dia tidak pernah memeriksakan usian janinnya pada dokter kandungan. Bahkan dia tidak ingat sejak mulai kapan berhenti mentruasi.
"Antarkan aku ke klinik aborsi!" Pinta Mira akhirnya
"Sekarang?" Tanya Narto.
"Ya, sekarang sebelum banyak orang yang tahu."
Narto membawa Mira ke klinik aborsi di luar kota. Proses aborsi itu berlangsung sukses. Dan Mira tahu bahwa janin dalam kandungannya telah berbentuk manusia berjenis kelamin perempuan, meski wujudnya belum sempurna benar.
Mira membungkus janin itu dengan kain putih. Narto menggali kuburan untuk menguburkan bayi tersebut di belakang klinik.
Kemudian mereka pulang kembali ke rumah. Saat itu, perasaan hati Mira menjadi lega. Dia dapat kembali sekolah seperti biasa, tanpa harus dihantui perasaan takut ketahuan guru dan teman-temannya.
Mira dapat menyelesaikan sekolah SMA-nya, kemudian melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi swasta. Mira berjanji dalam hati, tidak akan mengulangi perbuatan yang sama. Meskipun godaan sering datang, tapi dapat ditepisnya.
Dia sekarang memang telah berubah. Dia tidak mau lagi terjerembab dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Pergaulannya di kampus sangat dia batasi. Ajakan dari teman kampusnya ke diskotik dia tolak dengan halus. Ya, Mira berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari pergaulan yang dapat menyeretnya berbuat nista.
Lima tahun kuliah, gelar Sarjana Ekonomi diraihnya. Setahun kemudian Mira diterima bekerja di sebuah bank swasta. Di tempatnya bekerja, Mira bertemu dengan Aldi, teman sekantornya. Hubungan mereka serius, tapi Mira ragu-ragu untuk menerima cintanya. Kisah masa lalunya sangat menghantui pikirannya. Sulit baginya untuk melupakan hal tersebut.
"Mir, minggu depan orangtuaku akan datang melamarmu!" Kata Aldi berterus terang.
Mira merasa terkejut mendengarnya. "Jangan, Al!" Tolaknya.
"Kenapa?" Tanya Aldi merasa heran.
"Aku tidak seperti yang kau harapkan. Nanti kau kecewa," jawab Mira.
"Aku sudah tahu masa lalumu. Kau pernah hamil di luar nikah. Pernah menggugurkan bayi yang kau kandung. Aku tidak pernah mencintai masa lalumu. Aku mencintaimu sekarang ini. Aku melihatmu seperti Mira yang sekarang, bukan Mira yang dulu," kata Aldi meyakinkan Mira bahwa sesungguhnya dia sangat mencintainya.
Mira hanya diam membisu. Dia bingung dan tidak tahu harus berkata apa pada Aldi. Masa lalunya yang hitam membuatnya tidak memiliki keyakinan menerima cinta Aldi.
"Beri aku waktu untuk menerima lamaranmu, Al!" Hanya kata-kata itu yang dapat diucapkannya.
"Semoga keputusan akhir darimu tidak mengecewakanku!" Aldi berharap Mira menerima lamarannya.
Sejak Aldi putus cinta dengan Tina, Mira menjadi dambaan hatinya. Gadis itu begitu anggun di matanya. Perawakan tubunya tinggi semampai, kulitnya putih, wajahnya cantik dan pribadinya sangat menarik. Mira melengkapi kreteria perempuan yang menjadi pilihan Aldi untuk dijadikan pendamping hidupnya, meski dia menyimpan masa lalu yang kelam.
Namun, tentang masa lalunya itu, Aldi tidak memperdulikannya karena dia sendiri punya masa lalu yang hampir sama.
Niat Aldi untuk meminangnya, Mira bicarakan dengan kedua orangtuanya. Pada prinsipnya, mereka setuju. Masalahnya sekarang, terkandung pada Mira.
Setelah lama menimbang dan memikirkan matang-matang, akhirnya Mira memutuskan menerima Aldi sebagai calon pendamping hidupnya.
"Aku sudah memutuskan permintaanmu, Al!" Kata Mira ketika mereka berdua bertemu di kantin.
"Kau menerima diriku kan?" Tanya Aldi.
Mira mengangguk pasti. "Ya, aku menerimanya," katanya meyakinkan.
Wajah Aldi menjadi berseri-seri. Jari-jemari Mira dia remas. Saat dia ingin mencium Mira, tapi Mira menolaknya.
"Jangan ah, malu dilihat orang!" Bisiknya. Aldi mengurungkan niatnya. Dia menjadi malu sendiri. Orang-orang yang berada di sekitarnya tersenyum melihat tingkahnya.
Namun, sesuatu yang aneh terjadi, menimpa diri Mira. Menjelang hari pernikahannya, hampir setiap malam Mira mengalami peristiwa sangat menakutkan. Bayi yang digugurkannya datang menterornya. Kedatangannya bukan di alam mimpi, tapi di alam sadar. Tanda kedatangannya diawali dengan suara lolongan anjing.
Suara lolongan anjing itu hanya Mira sendiri yang mendengarnya. Janin yang digugurkan Mira berbentuk makhluk sangat mengerikan. Giginya tajam, kedua belah matanya bolong, kepalanya botak, dan jari-jari tangan dan kakinya runcing.
"Mengapa aku Ibu bunuh? Bukankah aku darah dagingmu?" Kata janin aborsi yang telah berubah menjadi sosok bocah menyeramkan itu.. Jari-jarinya yang berkuku tajam hendak mencekik leher Mira.
"Pergi kau. Jangan ganggu aku!" Usir Mira berteriak.
Santi, adik Mira yang tidur di sebelahnya terbangun.
"Kakak bermimpi lagi?" Tanya Santi.
"Kakak tidak bermimpi. Kakak melihat dalam kamar ini muncul anak bayi yang menyeramkan. Dia mengaku dirinya bayi yang kakak gugurkan dulu. Tadi dia hendak mencekik leher kakak dengan kuku-kukunya yang runcing dan hitam," Mira menceritakan kejadian yang barusan dia alami dengan nafas tersengal-sengal akibat perasaan takut.
"Kalau begitu, arwah bayi yang kakak gugurkan dulu meminta tanggungjawab dari kakak. Mengapa dia kakak gugurkan?" Tanya Santi.
Mira tidak menanggapi pertanyaan Santi. Dia hanya diam dicekam perasaan takut.
Jarum jam di kamar itu menunjukkan pukul dua dini hari. Sampai Subuh Mira tidak dapat memejamkan matanya.
Atas saran dari Aldi, Mira meminta bantuan Ki Slamet, sebutlah begitu, orang pintar yang mempunyai keahlian mengusir gangguan makhluk halus. Di hadapan Ki Slamet, Mira menceritakan masalah yang menimpanya.
"Kamu harus mandi ruwatan. Maksudnya agar sengkolo dalam tubuhmu hilang!" Saran Ki Slamet.
Mira menurut saja saran dari Ki Slamet. Baginya yang penting bayi yang digugurkannya tidak mengganggunya.
Setelah selesai mandi ruwatan, Ki Slamet memberikan jimat yang harus Mira kalungkan di lehernya. Jimat itu tidak boleh dilepas dan tidak ada pantangannya.
Setelah mandi ruwatan dan memakai jimat, perasaan Mira menjadi tenang. Jimat itu memberikan sugesti baginya.
Sudah hampir selama sebulan, bayi aborsi tidak lagi datang menteror Mira. Dia kini dapat tidur nyenyak.
Tapi pada malam pertama perkawinannya, saat hendak menikmati syurga dunia, tiba-tiba Mira mendengar suara lolongan anjing. Suara aneh itu terdengar sayup-sayup sampai kian dekat, dan akhrnya berada dalam ruangan kamar tidurnya. Tiba-tiba dari tembok kamarnya muncul bayi aborsi yang beberapa waktu lalu datang. Mira mendorong tubuh suaminya ke depan.
"Aku takut. Bayi itu datang lagi, Mas!" Pekik Mira ketakutan. Wajahnya mendadak berubah menjadi pucat. Mira menyembunyikan wajahnya itu ke dada Aldi.
"Mana ada di kamar ini, tidak ada siapa-siapa," jawab Aldi meyakinkan Mira.
"Ada, itu, Mas!" Tunjuk Mira ke atas langit-langit kamar.
Dalam penglihatan Mira, bayi yang digugurkannya dulu menatapnya dengan marah. Si bayi berusaha mendekatinya dan hendak mencekik leher Mira, tapi begitu hendak menyentuh leher Mira, tangannya tiba-tiba terbakar. Si bayi menjerit kesakitan lalu pergi meninggalkan Mira.
Anehnya lagi, hanya Mira yang mengetahui kehadiran bayi misterius itu. Aldi tidak melihat apa-apa. Mira mengharapkan pengertian Aldi, tapi justru Aldi malah menuduh Mira mencari-cari alasan agar tidak berhubungan intim malam itu.
"Tidak, aku benar-benar melihat kehadiran bayi yang kugugurkan dulu, Mas!" Kata Mira meyakinkan Aldi.
"Aku tidak percaya!" Jawab Aldi.
Mira merasa sangat tersinggung atas tuduhan dari Aldi itu, tapi dia dapat mengendalikan emosinya. Mira hanya diam membisu. Berulangkali Aldi menggodanya, tapi Mira diam cemberut.
Akhirnya Aldi membalikkan tubuhnya membelakangi Mira. Perempuan itu tidur telentang dengan wajahnya ditutupi bantal. Ya, Mira berusaha memejamkan matanya, tapi tidak bisa. Hingga menjelang Subuh Mira tidak dapat tidur.
"Masih ngambek!" Tanya Aldi.
Mira tersenyum. Tangan kirinya meraih tubuh Aldi. Jarum jam di kamar pengantin baru menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit.
"Mas, maafkan Mira ya?" Mohon Mira. Aldi hanya menganggukan wajahnya.
"Mas, Mira sekarang sudah siap!" Kata Mira sudah tak sabar.
Pagi harinya, pasangan suami isteri ini pergi ke rumah tabib Haji Muhammad Siddik. Beliau berasal dari Jawa Timur, baru sekitar satu bulan membuka praktek di Medan. Tapi keberhasilannya mengobati gangguan makhluk halus tersebar luas dari mulut ke mulut. Pada tabib, Mira berterus terang menceritakan masalah yang menimpannya.
"Kalian punya masa lalu yang sama, tapi kalian berdua belum juga bertobat," kata tabib yang dipanggil Buya itu mengingatkan.
Apa yang disebutkan Buya itu, Mira dan Aldi akui. "Solusinya bagaimana gar kami tidak diganggu oleh bayi aneh itu, Buya?" Tanya Mira.
"Kalian harus bertobat. Menyesali semua perbuatan dosa yang kalian lakukan di masa lalu dan selain itu jangan lagi pernah meninggalkan shalat seperti yang selama ini kalian lakukan," kata Buya memberi solusi.
Aldi dan Mira tertunduk malu. Selama ini mereka berdua memang jauh dari Allah. Subuh tadi saja ketika berkumandang suara adzan mereka berdua masih mendaki puncak birahi.
Buya memberikan amalan yang harus dibaca setiap selesai mengerjakan shalat fardhu atau shalat-shalat sunnah lainnya.
Sejak mereka berdua mengamalkannya, makhluk halus berupa bayi aborsi itu tidak pernah lagi datang menteror mereka.
Sudah lebih tujuh tahun mereka menikah, tapi kelahiran bayi yang mereka dambakan tidak juga kunjung datang. Kemana-mana Mira dan Aldi berobat untuk memperoleh keturunan, tapi semua usaha yang mereka lakukan gagal.
Barangkali hal ini sebagai akibat dari perbuatan di masa lalu yang mereka lakukan. Kini mereka harus menanggung akibatnya. Ketika diberi amanah seorang anak, mereka membunuhnya sebelum sempat dilahirkan.
Padahal, menurut hasil pemeriksaan di labolatorium, kedua pasangan ini dinyatakan subur oleh dokter ahli kandungan. Tapi mengapa mereka tidak dapat keturunan? Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Allah SWT memberi amanah berupa anak pada diri seseorang yang Dia kehendaki dan mencabut amanah itu dari seseorang yang Dia kehendaki. Jika Allah memberikan amanah, tidak seorangpun yang dapat mengambilnya dan jika Allah mencabutnya tidak ada seorangpun yang dapat mengembalikannya.
Untuk mengisi kebahagian dalam rumah tangga, pasangan ini mengadopsi bayi dari panti asuhan.
Sumber artikel