Jutawan Penganiaya 2 WNI di New York Divonis 11 Tahun Penjara

Pengadilan Amerika Serikat (AS) memvonis 11 tahun penjara atas Varsha Sabhnani (46), jutawan penganiaya dua warga Indonesia di New York, Kamis (26/6) waktu setempat.
Enung (47) dan Samirah (52) dua warga negara Indonesia, dipekerjakan di rumah pasangan jutawan Sabhnani sejak tahun 2002 dengan menggunakan visa turis.

Kedua korban bersaksi mereka dipukuli dengan sapu dan payung, disayat dengan pisau, dipaksa naik turun tangga atau mandi berjam-jam dibawah pancuran di musim dingin sebagai hukuman jika melakukan kesalahan. Samirah pernah dipaksa makan puluhan cabai, hingga tidak tahan dan muntah. Majikan pun memaksanya memakan muntahan itu.

Bersama suaminya, Varsha dinyatakan bersalah Desember tahun lalu atas 12 dakwaan termasuk kerja paksa, konspirasi, perbudakan dan menyembunyikan warga asing tanpa dokumen yang sah.

Suami Varsha Mahender Murlidhar Sabhnani, baru akan menerima vonis dari pengadilan pada Jumat waktu setempat. Masyarakat setempat tersentak saat mengetahui peristiwa yang terungkap Mei 2007 lalu. Mereka tidak menyangka masih ada orang mengeksploitasi pembantunya seperti budak.

Hakim Distrik AS Arthur Spatt menyatakan kesaksian itu “membuka mata, dan paling tidak menyatakan hal-hal seperti itu terjadi di negara ini.”
“Dalam kesombongannya, dia memperlakukan Samirah dan Enung tidak selayaknya seperti manusia,” kata Asisten Jaksa Demetri Jones.” Keadilan bagi para korban, itu yang diminta pemerintah.”

Pedoman vonis pengadilan federal merekomendasikan hukuman penjara 12 hingga 15 tahun bagi Varsha, yang diidentifikasi sebagai satu-satunya melakukan penganiayaan. Sebagai tambahan hukuman, dia harus menjalani tiga tahun percobaan dan didenda US$ 25.000.
“Saya cuma ingin katakan bahwa saya sangt mencintai anak-anak saya,” kata Varsha di pengadilan sambil disaksikan dua putrinya yang sudah beranjak dewasa. “Saya lahir ke dunia ini untuk membantu orang yang memerlukan.”

MENANGIS
Suaminya, Mahender (51) yang untuk sementara dibebaskan dengan jaminan sambil menunggu vonis yang akan dibacakan Jumat (27/6) Sabtu waktu Indonesia). Dia menangis terisak-isak saat vonis atas istrinya dijatuhkan. Dia dikenakan tuduhan sama karena membiarkan perlakuan tersebut terjadi. Diperkirakan hukuman dijatuhkan terhadap Mahender lebih ringan dari istrinya.

Tim jaksa mempertahankan tuduhan yang disebutnya sebagai kasus perbudakan di zaman modern. Mereka menyatakan para korban menjadi subjek “hukuman yang meningkatkan menjadi bentuk kejam dari penyiksaan” yang berakhir Mei 2007. Samirah berhasil kabur tepat di Hari Ibu (13/5). Dia menangis terlunta-lunta dekat toko Dunkin Donuts hanya mengenakan kain seadanya. Manajer toko, Adrian Mohames, merasa iba dan memberinya makanan. Karena melihat bekas-bekas penganiayaan di tubuh Samirah, Adrian lalu melaporkan kepada polisi Pasangan Sabhnani pun ditangkap di rumahnya di Muttontown.

Hakim Spatt menunda keputusan soal jumlah gaji yang seharusnya diterima kedua korban. Selama bekerja mereka hanya menerima US$ 100. Itu pun dikirim kepada keluarganya di Indonesia. Jaksa menyatakan jumlah gaji yang seharusnya diterima lebih dari US$ 1,1, sementara tim pembela mengatakan jumlahnya tidak sebanyak itu. Pasangan Sabhnani juga menghadapi denda dan bisa dipaksa menyerahkan rumah mereka yang bernilai US$2 juta. Mahender adalah pengusaha parfum bertaraf internasional. Usaha tersebut dikelola dari rumahnya yang berfungsi juga sebagai kantor.

Tim pembela berencana mengajukan banding. Mereka bersikeras para korban mengarang cerita agar bisa kabur mencari kesempatan lain yang menguntungkan. Mereka menuduh kedua WNI menggunakan ilmu hitam dan menganiaya diri sendiri sebagai bagian dari ritualnya.
Dalam pembelaannya, Jeffrey Hoffman melampirkan 175 lembar surat yang menyebutkan kegiatan derma Sabhnani di seluruh dunia. Hoffman menyebut Varsha sebagai wanita yang menghabiskan hidupnya untuk melakukan kebaikan.

Disebutkan pula, sejak tahun 2004 hingga 2005 berat badan Varsha turun dari 325 pon menjadi 135. “Dia berpuasa sendiri, akibatnya terjadi ketidakseimbangan nutrisi dan zat kimia dalam tubuhnya dan dia berubah menjadi orang yang berbeda.

Pengacara menganggap vonis terlalu berat. “Dia telah menderita secara dramatis,” kata Hoffman merujuk pada Varsha. Departemen Luar Negeri yang selama ini memantau perlindungan WNI di luar negeri mengatakan menyambut baik vonis tersebut”. Kami menyambutnya,” kata Teuku Faizasyah jubir Deplu. (sumber artikel)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris