COPENHAGEN -- Di tengah maraknya perdebatan tentang Islam di Denmark, stasiun televisi setempat menghelat pemilihan Miss Jilbab 2008. Kontes langka itu tak pelak menyita perhatian, apalagi setelah terjadi serangan mematikan di kantor Kedutaan Besar Denmark di Pakistan pada 2 Juni lalu.
Lewat babak penyisihan yang diikuti 46 kontestan, akhirnya terpilih Huda Falah sebagai Miss Jilbab. Dalam foto yang dikirimkan ke panitia, gadis 18 tahun itu mengenakan jilbab biru muda. Pilihan tersebut terbukti tak salah. Juri pun menilai bahwa jilbabnya itu, "Sangat fantastik dan warnanya sangat mengejutkan," kata Uffe Buchhardt, seorang anggota juri.
Falah adalah seorang pekerja sosial kelahiran Iraq. Pada 1997, dia dan keluarganya pindah ke Denmark. Bagi Falah, jilbab bukanlah hal yang asing. Dia mulai mengenakan kain penutup kepala itu sejak berumur sembilan tahun.
Menurut Falah, dia tergerak untuk ikut kontes karena ingin menghilangkan jurang pemisah antara remaja muslim dengan remaja Denmark lain. "Selama ini, (kedua golongan) tidak bisa saling berbicara dengan mudah karena citra negatif (muslim) yang dibentuk media."
Berkat kemenangannya itu, Falah berhak memboyong serangkaian hadiah. Di antaranya, iPod, selembar jilbab yang didesain sebuah butik fashion Denmark, dan berlangganan gratis majalah gadis muslim berbahasa Inggris selama setahun.
Penyelenggaraan Miss Jilbab mengundang perdebatan di Denmark. Selama ini, pemerintah berusaha menjauhkan diri dari simbol-simbol agama. Bahkan, hakim-hakim di pengadilan dilarang mengenakan simbol agama. Seperti, memakai jilbab, salib, surban, maupun topi khas Yahudi.
"Jilbab adalah simbol kesederhanaan. Itulah poin dari pemakaian jilbab. Kami tidak ingin para remaja wanita membiarkan diri mereka diekspos dan dijadikan objek," kata Bettina Meisner, juru bicara kelompok Komunitas Islam di Copenhagen. (AP/dia/ami) fajar online
Lewat babak penyisihan yang diikuti 46 kontestan, akhirnya terpilih Huda Falah sebagai Miss Jilbab. Dalam foto yang dikirimkan ke panitia, gadis 18 tahun itu mengenakan jilbab biru muda. Pilihan tersebut terbukti tak salah. Juri pun menilai bahwa jilbabnya itu, "Sangat fantastik dan warnanya sangat mengejutkan," kata Uffe Buchhardt, seorang anggota juri.
Falah adalah seorang pekerja sosial kelahiran Iraq. Pada 1997, dia dan keluarganya pindah ke Denmark. Bagi Falah, jilbab bukanlah hal yang asing. Dia mulai mengenakan kain penutup kepala itu sejak berumur sembilan tahun.
Menurut Falah, dia tergerak untuk ikut kontes karena ingin menghilangkan jurang pemisah antara remaja muslim dengan remaja Denmark lain. "Selama ini, (kedua golongan) tidak bisa saling berbicara dengan mudah karena citra negatif (muslim) yang dibentuk media."
Berkat kemenangannya itu, Falah berhak memboyong serangkaian hadiah. Di antaranya, iPod, selembar jilbab yang didesain sebuah butik fashion Denmark, dan berlangganan gratis majalah gadis muslim berbahasa Inggris selama setahun.
Penyelenggaraan Miss Jilbab mengundang perdebatan di Denmark. Selama ini, pemerintah berusaha menjauhkan diri dari simbol-simbol agama. Bahkan, hakim-hakim di pengadilan dilarang mengenakan simbol agama. Seperti, memakai jilbab, salib, surban, maupun topi khas Yahudi.
"Jilbab adalah simbol kesederhanaan. Itulah poin dari pemakaian jilbab. Kami tidak ingin para remaja wanita membiarkan diri mereka diekspos dan dijadikan objek," kata Bettina Meisner, juru bicara kelompok Komunitas Islam di Copenhagen. (AP/dia/ami) fajar online