Banyak order, penulis sinetron mendapat honor hingga Rp45 juta per bulan, mereka pun menyewa apartemen mewah sebagai tempat menulis. Gaji wah dengan mutu sinetron yang kita semua sudah te-es-te, tahu sama tahu, sekelas dialog “Gue tahu odol Lo apa. Gue tahu pasta gigi Lo apa.” Bah!
Berikut ini artikel berjudul Dunia penulis sinetron yang gemerlap yang dikutip Blog Berita dari Koran Tempo terbitan tahun 2005.
Sebagai pemirsa setia sinetron Cinta SMU tayangan Indosiar, saya merasa kecewa atas jalan cerita khusus episode yang tayang pada 7 Oktober 2004. Saya merasa resah karena ceritanya nggak mendidik dan menyesatkan. Apa bisa manusia minta tolong kepada arwah gentayangan? Sementara itu, arwah tersebut bisa balas dendam kepada manusia yang masih hidup. Bahkan, bisa mencabut nyawa manusia. Apa tayangan tersebut layak ditonton jutaan pemirsa TV?
Surat protes dari Sri Mulyani, warga Desa Keling Rt 3/Rw 5, Jepara, Jawa Tengah itu dimuat di harian Suara Merdeka, Semarang. Inilah satu dari sekian respon pemirsa televisi terhadap produk industri sinetron belakangan ini. Sebagian dari pemirsa memang terang-terangan membenci sinetron seperti Cinta SMU. Sebagian lainnya bersikap benci tapi rindu. Sebagian lainnya jelas-jelas memuji sinetron yang popularitasnya menanjak gara-gara Faisal, pemeran utamanya, bolak-balik ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran kasus pemerkosaan.
Di milis portal cbn.com misalnya, remaja dengan nick name AT0nG memuji sinetron ini dengan kata-kata, ”Sinetron yang bagus, Sephia dan Cinta SMU. Pokok nya yang abege-lah.” Dan, posting AT0nG ini memperoleh dukungan dari remaja dengan nick name N3KaD Junior dengan kata-kata, ”Sinetron abege emang lebih enak!”
Di tengah beragamnya kritik itulah, Derry, salah satu co-writer Mia Amalia, penulis skenario Cinta SMU, menikmati harinya dengan berenang di kolam renang mewah di Apartemen Mitra Oasis, Jakarta Pusat. Derry bukan tidak peduli dengan serentetan kritik terhadap sinetron yang diangkat dari hasil tulisannya. Namun, aktivitas itu ia lakukan untuk mengisi kejenuhan di sela-sela waktu menulis kelanjutan sinetron yang kini sudah mencapai lebih dari 150 episode itu.
Bagi Derry, memanfaatkan waktu luang dengan berenang, nonton film, atau membaca merupakan sesuatu yang mewah. Soalnya, ketika waktu menulis kelanjutan kisah Cinta SMU tiba, dia harus mengerjakannya sesuai tenggat yang ditetapkan pihak Rapi Film, rumah produksi yang menggarap sinetron itu. ”Satu episode saya selesaikan dalam sepuluh jam,” kata Derry. Dalam sepuluh jam itulah Derry membuat draft pertama skenario yang terdiri dari sekitar 30-40 scene .
Berbagai gagasan awal dari produser, Mia Amalia, serta setumpuk kritik dan saran dari pemirsa dijadikan Derry sebagai salah satu dasar untuk menulis. Ketika naskah usai ditulis, Derry masih berjaga-jaga, karena biasanya dia diminta merevisi draft itu. Revisi bisa dilakukan sekali, dua kali, atau bahkan bisa tujuh kali untuk setiap eposide. ”Tiap kali revisi hanya saya kerjakan 3-4 jam,” kata Derry.
Seluruh aktivitas Derry memang lebih banyak dilakukan di apartemen mewah seluas sekitar 97 meter persegi itu, tiap hari. Apartemen ini sebenarnya dijual dengan harga sekitar Rp 675 juta, tapi sejumlah penghuni memilih untuk menyewa apartemen dengan dua kamar tidur, satu ruang kerja, dan satu ruang pembantu itu. Harga sewanya rata-rata Rp 5,5 juta per bulan. ”Fasilitas apartemen ini lengkap. Penyewa tinggal menempatinya,” kata salah satu pemilik apartemen kepada Tempo.
Angka tersebut masih ditambah dengan biaya perawatan Rp 400 ribu dan listrik yang biasanya mencapai Rp 600 ribu. Jadi total uang yang dikeluarkan penyewa selama sebulan sekitar Rp 6,5 juta. Derry tidak perlu memikirkan biaya sewa sebesar itu. Soalnya, biaya tersebut menjadi tanggung jawab Mia Amalia yang merekrut Derry sebagai co-writer .
Ada alasan khusus mengapa Mia Amalia menyewakan apartemen. Di apartemen, kata dia, penulis bisa bekerja dengan tenang. Ketika mereka menemui kejenuhan, mereka bisa berenang, nonton, baca, atau sekadar jalan-jalan. ”Penulis harus bekerja di tempat yang senyaman mungkin agar bisa menghasilkan tulisan yang bagus,” kata ibu tiga anak ini.
Secara teori, kata Mia, penulis yang bergabung dengan dirinya harus siap bekerja selama 24 jam. Alasannya, jika sewaktu-waktu ada meeting dengan produser atau sutradara, penulis harus siap. Pada kenyataannya, kata Mia, masing-masing penulis hanya bekerja dua hari dalam seminggu. ”Namun, mereka kebanyakan tetap saja memilih tinggal di apartemen,” kata wanita kelahiran 1974 ini.
Mia mengaku mengerjakan 16 episode tiap bulan yang terdiri dari empat judul serial sinetron. Masing-masing judul yang berbeda itu ditayangkan setiap minggu sekali. Dari honor ke-16 epiosode sinetron yang diterima dari rumah produksi itulah ia merekrut empat co-writer dengan 13 kali gaji bulanan dalam setahun.
Mia tidak menyebut gaji yang diterima para co-writer. Dia juga hanya tersenyum ketika ditanya honor yang diterima dari Rapi Film. Namun sebuah sumber Tempo menyebut, gaji para co-writer minimal Rp 4 juta sebulan. Total penghasilan Mia sendiri juga cukup menggiurkan. Menurut sumber Tempo, sebuah skenario sinetron dengan durasi 1 jam rata-rata dibeli oleh rumah produksi dengan harga berkisar Rp 3-7,5 juta. Jika dalam sebulan ada 16 episode, penghasilan yang diperoleh Mia dalam sebulan tak kurang dari Rp 45 juta.
Penghasilan yang menjanjikan itu memang logis diterima di tengah kebutuhan akan penulis skenario sinetron di Tanah Air. Maklum, setidaknya delapan stasiun televisi swasta membutuhkan tayangan sinetron baru tiap harinya. Jika tiap stasiun televisi swasta menayangkan tiga sinetron saja, setidaknya ada 24 sinetron tiap hari. Dalam sebulan tak kurang dari 600 episode yang harus disediakan oleh rumah-rumah produksi yang kini muncul bak jamur di musim hujan. Ini belum termasuk kebutuhan untuk TVRI dan beberapa stasiun baru di daerah. Tak heran jika penulis skenario sinetron seperti Mia kebanjiran pekerjaan sehingga harus merekrut co-writer seperti Derry.
Selain Mia, penulis lain yang mengenyam nikmatnya dunia sinetron adalah Beng Irawan. Sejak 1988 Beng dikontrak oleh rumah produksi Tripar Multivision Plus. Kini dia masih terikat kontrak untuk menulis 208 episode sineron yang sudah dijalaninya selama beberapa bulan. ”Sekitar setahun kontrak itu biasanya habis,” kata Beng. Sebelum habis, biasanya Multivision sudah meminta kepastian Beng untuk melanjutkan kontrak atau tidak. Artinya, rata-rata 17 episode naskah yang harus diselesikan Beng setiap bulan. Dulu, pada 1998, honor yang diterima Beng tiap episode sinetron dengan durasi 1 jam hanya Rp 2 juta.
Beng tidak menyebut secara pasti berapa rupiah yang diterima untuk tiap episode. Namun, dengan angka rata-rata sekitar Rp 3-7,5 juta tiap episode, dalam sebulan tak kurang Rp 50 juta yang ia peroleh dari rumah produksi milik Raam Punjabi ini. ”Mudah mudahan di kontrak mendatang bisa Rp 7,5 juta tiap episode,” katanya sembari tertawa.
Untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, Beng merekrut empat co-writer yang ia sebut sebagai rekanan. Mereka memang tidak diwajibkan tinggal di apartemen sebagai mana Derry, melainkan tinggal di daerah yang dekat dengan rumah Beng di kawasan Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. ”Kalau butuh untuk ketemu, kira-kira satu jam mereka sudah bisa sampai ke rumah saya,” kata penulis naskah sinetron Bidadari, Gengsi Gede-gedean, dan Panji Manusia Milenium itu.
Honor bagi para penulis tersebut cukup bervariasi sesuai dengan kemampuan mereka. ”Mereka yang baru bisa menulis sinopsis akan memperoleh honor yang lebih rendah dibandingkan mereka yang sudah piawai menulis skenario lengkap,” kata Beng. Pada umumnya masing-masing co-writer bisa memperoleh Rp 5-10 juta per bulan. sumber artikel
Berikut ini artikel berjudul Dunia penulis sinetron yang gemerlap yang dikutip Blog Berita dari Koran Tempo terbitan tahun 2005.
Sebagai pemirsa setia sinetron Cinta SMU tayangan Indosiar, saya merasa kecewa atas jalan cerita khusus episode yang tayang pada 7 Oktober 2004. Saya merasa resah karena ceritanya nggak mendidik dan menyesatkan. Apa bisa manusia minta tolong kepada arwah gentayangan? Sementara itu, arwah tersebut bisa balas dendam kepada manusia yang masih hidup. Bahkan, bisa mencabut nyawa manusia. Apa tayangan tersebut layak ditonton jutaan pemirsa TV?
Surat protes dari Sri Mulyani, warga Desa Keling Rt 3/Rw 5, Jepara, Jawa Tengah itu dimuat di harian Suara Merdeka, Semarang. Inilah satu dari sekian respon pemirsa televisi terhadap produk industri sinetron belakangan ini. Sebagian dari pemirsa memang terang-terangan membenci sinetron seperti Cinta SMU. Sebagian lainnya bersikap benci tapi rindu. Sebagian lainnya jelas-jelas memuji sinetron yang popularitasnya menanjak gara-gara Faisal, pemeran utamanya, bolak-balik ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran kasus pemerkosaan.
Di milis portal cbn.com misalnya, remaja dengan nick name AT0nG memuji sinetron ini dengan kata-kata, ”Sinetron yang bagus, Sephia dan Cinta SMU. Pokok nya yang abege-lah.” Dan, posting AT0nG ini memperoleh dukungan dari remaja dengan nick name N3KaD Junior dengan kata-kata, ”Sinetron abege emang lebih enak!”
Di tengah beragamnya kritik itulah, Derry, salah satu co-writer Mia Amalia, penulis skenario Cinta SMU, menikmati harinya dengan berenang di kolam renang mewah di Apartemen Mitra Oasis, Jakarta Pusat. Derry bukan tidak peduli dengan serentetan kritik terhadap sinetron yang diangkat dari hasil tulisannya. Namun, aktivitas itu ia lakukan untuk mengisi kejenuhan di sela-sela waktu menulis kelanjutan sinetron yang kini sudah mencapai lebih dari 150 episode itu.
Bagi Derry, memanfaatkan waktu luang dengan berenang, nonton film, atau membaca merupakan sesuatu yang mewah. Soalnya, ketika waktu menulis kelanjutan kisah Cinta SMU tiba, dia harus mengerjakannya sesuai tenggat yang ditetapkan pihak Rapi Film, rumah produksi yang menggarap sinetron itu. ”Satu episode saya selesaikan dalam sepuluh jam,” kata Derry. Dalam sepuluh jam itulah Derry membuat draft pertama skenario yang terdiri dari sekitar 30-40 scene .
Berbagai gagasan awal dari produser, Mia Amalia, serta setumpuk kritik dan saran dari pemirsa dijadikan Derry sebagai salah satu dasar untuk menulis. Ketika naskah usai ditulis, Derry masih berjaga-jaga, karena biasanya dia diminta merevisi draft itu. Revisi bisa dilakukan sekali, dua kali, atau bahkan bisa tujuh kali untuk setiap eposide. ”Tiap kali revisi hanya saya kerjakan 3-4 jam,” kata Derry.
Seluruh aktivitas Derry memang lebih banyak dilakukan di apartemen mewah seluas sekitar 97 meter persegi itu, tiap hari. Apartemen ini sebenarnya dijual dengan harga sekitar Rp 675 juta, tapi sejumlah penghuni memilih untuk menyewa apartemen dengan dua kamar tidur, satu ruang kerja, dan satu ruang pembantu itu. Harga sewanya rata-rata Rp 5,5 juta per bulan. ”Fasilitas apartemen ini lengkap. Penyewa tinggal menempatinya,” kata salah satu pemilik apartemen kepada Tempo.
Angka tersebut masih ditambah dengan biaya perawatan Rp 400 ribu dan listrik yang biasanya mencapai Rp 600 ribu. Jadi total uang yang dikeluarkan penyewa selama sebulan sekitar Rp 6,5 juta. Derry tidak perlu memikirkan biaya sewa sebesar itu. Soalnya, biaya tersebut menjadi tanggung jawab Mia Amalia yang merekrut Derry sebagai co-writer .
Ada alasan khusus mengapa Mia Amalia menyewakan apartemen. Di apartemen, kata dia, penulis bisa bekerja dengan tenang. Ketika mereka menemui kejenuhan, mereka bisa berenang, nonton, baca, atau sekadar jalan-jalan. ”Penulis harus bekerja di tempat yang senyaman mungkin agar bisa menghasilkan tulisan yang bagus,” kata ibu tiga anak ini.
Secara teori, kata Mia, penulis yang bergabung dengan dirinya harus siap bekerja selama 24 jam. Alasannya, jika sewaktu-waktu ada meeting dengan produser atau sutradara, penulis harus siap. Pada kenyataannya, kata Mia, masing-masing penulis hanya bekerja dua hari dalam seminggu. ”Namun, mereka kebanyakan tetap saja memilih tinggal di apartemen,” kata wanita kelahiran 1974 ini.
Mia mengaku mengerjakan 16 episode tiap bulan yang terdiri dari empat judul serial sinetron. Masing-masing judul yang berbeda itu ditayangkan setiap minggu sekali. Dari honor ke-16 epiosode sinetron yang diterima dari rumah produksi itulah ia merekrut empat co-writer dengan 13 kali gaji bulanan dalam setahun.
Mia tidak menyebut gaji yang diterima para co-writer. Dia juga hanya tersenyum ketika ditanya honor yang diterima dari Rapi Film. Namun sebuah sumber Tempo menyebut, gaji para co-writer minimal Rp 4 juta sebulan. Total penghasilan Mia sendiri juga cukup menggiurkan. Menurut sumber Tempo, sebuah skenario sinetron dengan durasi 1 jam rata-rata dibeli oleh rumah produksi dengan harga berkisar Rp 3-7,5 juta. Jika dalam sebulan ada 16 episode, penghasilan yang diperoleh Mia dalam sebulan tak kurang dari Rp 45 juta.
Penghasilan yang menjanjikan itu memang logis diterima di tengah kebutuhan akan penulis skenario sinetron di Tanah Air. Maklum, setidaknya delapan stasiun televisi swasta membutuhkan tayangan sinetron baru tiap harinya. Jika tiap stasiun televisi swasta menayangkan tiga sinetron saja, setidaknya ada 24 sinetron tiap hari. Dalam sebulan tak kurang dari 600 episode yang harus disediakan oleh rumah-rumah produksi yang kini muncul bak jamur di musim hujan. Ini belum termasuk kebutuhan untuk TVRI dan beberapa stasiun baru di daerah. Tak heran jika penulis skenario sinetron seperti Mia kebanjiran pekerjaan sehingga harus merekrut co-writer seperti Derry.
Selain Mia, penulis lain yang mengenyam nikmatnya dunia sinetron adalah Beng Irawan. Sejak 1988 Beng dikontrak oleh rumah produksi Tripar Multivision Plus. Kini dia masih terikat kontrak untuk menulis 208 episode sineron yang sudah dijalaninya selama beberapa bulan. ”Sekitar setahun kontrak itu biasanya habis,” kata Beng. Sebelum habis, biasanya Multivision sudah meminta kepastian Beng untuk melanjutkan kontrak atau tidak. Artinya, rata-rata 17 episode naskah yang harus diselesikan Beng setiap bulan. Dulu, pada 1998, honor yang diterima Beng tiap episode sinetron dengan durasi 1 jam hanya Rp 2 juta.
Beng tidak menyebut secara pasti berapa rupiah yang diterima untuk tiap episode. Namun, dengan angka rata-rata sekitar Rp 3-7,5 juta tiap episode, dalam sebulan tak kurang Rp 50 juta yang ia peroleh dari rumah produksi milik Raam Punjabi ini. ”Mudah mudahan di kontrak mendatang bisa Rp 7,5 juta tiap episode,” katanya sembari tertawa.
Untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, Beng merekrut empat co-writer yang ia sebut sebagai rekanan. Mereka memang tidak diwajibkan tinggal di apartemen sebagai mana Derry, melainkan tinggal di daerah yang dekat dengan rumah Beng di kawasan Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. ”Kalau butuh untuk ketemu, kira-kira satu jam mereka sudah bisa sampai ke rumah saya,” kata penulis naskah sinetron Bidadari, Gengsi Gede-gedean, dan Panji Manusia Milenium itu.
Honor bagi para penulis tersebut cukup bervariasi sesuai dengan kemampuan mereka. ”Mereka yang baru bisa menulis sinopsis akan memperoleh honor yang lebih rendah dibandingkan mereka yang sudah piawai menulis skenario lengkap,” kata Beng. Pada umumnya masing-masing co-writer bisa memperoleh Rp 5-10 juta per bulan. sumber artikel