DI pekuburan Desa Montongsari, Kecamatan Weleri Kendal itu, aroma malam masih sangat terasa. Padahal azan subuh di kejauhan tengah berkumandang.
Lampu mobil melintas di jalur jalan tembus di sisi utara pekuburan. Sorotnya tajam. Di tengah kegelapan, dua perempuan sete-ngah baya, tanpa rasa takut, memunguti bunga kamboja yang gugur di sela-sela nisan yang ada.
Rutinitas itu hampir selalu dijalani Rina (40) dan Ipah (36). Keduanya mencari bunga kamboja yang telah gugur di tanah hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka harus menyibak kegelapan tanpa takut sedikitpun. Padahal, pekuburan selalu erat kaitannya dengan keseraman. Apalagi kalau malam. Apalagi itu perempuan.
Suara serangga sangat nya-ring di telinga. Angin sesekali berhembus kencang. Tapi mereka tak menghiraukan. Selebih-nya, suara kaki-kaki mereka yang menginjak dedaunan kering di pekuburan itu.
Pekerjaan ini sebenarnya banyak dilakukan oleh laki-laki. Namun, demi memenuhi kebutuhan, perempuan-perempuan itu pun akhirnya tak mau kalah.
’’Sudah sejak 2006 saya memunguti kamboja di pekuburan desa ini. Tak jarang juga saya mencari ke pekuburan lain di lain desa,’’ aku Rina, warga RT 14 RW 4 desa Montongsari Weleri ketika ditemui.
Mengapa mereka harus mela-kukannya ketika hari masih gelap ? ’’Seringkali saya malah berangkat dari rumah jam dua malam. Soalnya kalau terlambat sedikit, bunga-bunga kamboja itu telah dipunguti oleh orang lain,’’ jelas Ipah, yang juga warga Montongsari ini serius.
Hal itu kemudian bisa dipahami, ketika bunga kamboja saat ini laris manis dicari orang. Sehingga mereka seperti berebutan untuk mencari bunga kamboja duluan. Kabarnya, bunga kamboja di ekspor sebagai bahan membuat obat nyamuk dan juga teh celup sebagai campuran.
Takut Ular
Ketika ditanya soal rasa takut dengan suasana pekuburan, Rina dan Ipah sepakat mengatakan bahwa mereka tak takut dengan hantu atau sejenisnya. ’’Yang saya takutkan bukanlah hantu, melainkan ular,’’ tutur keduanya kompak.
Dari cerita keduanya, wanita-wanita kampung di RT tempat tinggalnya yang saat ini blusukan kuburan malam-malam. Ini hanya untuk mencari bunga kamboja. Kalau tidak salah ada sepuluh orang.
Tak cukup hanya di pekuburan desanya. Dengan mengayuh sepeda, perempuan-perempuan itu menembus kegelapan dan dingin malam. Mereka mencari bunga kamboja di desa lain yang sekiranya belum dipunguti orang. Ketika sampai di pekuburan dan ternyata yang dituju sudah ada orang yang mencari bunga kamboja, mereka melanjutkan kembali perjalanan. Dari pekuburan ke pekuburan.
Ditanya berapa hasil yang didapat dalam semalam, Rina mengaku tak tentu. ’’Bervariasi hasil yang di dapat. Tapi demi memenuhi kebutuhan, saya rela melakukan pekerjaan ini,’’ kata Rina, ibu empat anak, yang telah malang-melintang di berbagai sektor pekerjaan ini.
Bunga kamboja hasil kerja semalaman itu tidak bisa langsung dikumpulkan ke pengepul. Pada siang harinya, bunga-bunga itu harus dikeringkan dulu minimal tiga hari dengan cuaca matahari yang terik. Pada hari-hari tertentu, ada pengepul yang datang ke rumahnya.
Sekarang ini, harga bunga kamboja itu per kilo 25 ribu dalam keadaan kering. ’’Kalau basah harganya sangat murah, paling harganya cuma 2-5 ribu perkilo,’’ tambah Ipah, ibu dua anak ini. Ketika belum banyak yang tahu tentang bunga kamboja itu sebenarnya hasil yang didapat cukup lumayan. Namun seka-rang, seiring banyaknya orang yang kemudian mencari bunga kamboja, hasilnya pun menjadi berkurang.
’’Yang saya nggak suka, ada orang yang mencari bunga kamboja dengan memotong dahan yang ada. Tentu saja kalau itu terjadi, harus nunggu lama lagi agar kamboja itu berbunga,’’ lanjut Rina kemudian.
Tampaknya, pekerjaan me-mungut bunga sebenarnya hasilnya tak banyak. Namun demi tuntutan memenuhi kebutuhan, mereka rela.
Selain tidak takut akan hantu atau keseraman, sekilas pekerjaan ini lumayan ringan. Tapi hal itu langsung dibantah oleh Rina. ’’Ringan gimana, orang boyok saya pegel semua. Bagaimana tidak karena setiap kali menunduk untuk memunguti bunga-bunga kamboja itu.’’
Di saat sebagian besar manusia masih terlelap dengan mimpi-mim-pinya, perempuan-perempuan itu dengan caranya sendiri bekerja dengan memunguti bunga kamboja malam-malam.
Mereka seperti me-munguti serpihan-serpihan harapan yang berserakan. Entah sampai kapan. (Muhammad Azka-80).
Sumber: suaramerdeka.com