Sidak maraton yang dilakukan tim gabungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tim Kepatuhan Internal Bea dan Cukai tak berhenti pada penemuan sejumlah uang dan dokumen bukti suap. Sebanyak 20 pegawai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok diperiksa. Perkembangan terakhir pukul 21.45 WIB tadi malam, empat orang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi.
“Sudah ada empat orang yang terindikasi menerima suap,” ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin kepada koran ini tadi malam (31/5). Keempatnya berinisial M, AGP, NTP, dan P. M dan AGP menjadi koordinator yang bertugas sebagai pengepul uang ceperan dari para pengurus dokumen, lantas membagi-bagikannya. M koordinator jalur merah dan AGP koordinator jalur hijau. “Kita langsung buat berita acara pemeriksaannya,” ujar mantan direktur Litbang KPK tersebut. Adapun peran NTP dan P belum dibeber.
Saat sidak, dari tas AGP ditemukan uang senilai Rp 24 juta. Petugas juga menggeledah badan AGP dan menemukan uang Rp 14 juta yang disembunyikan di kaus kaki. AGP dan M tidak bisa berkutik saat diinterogasi karena bukti sudah sangat kuat.
“Tapi, kita tetap membutuhkan barang bukti yang banyak untuk meningkatkan kasus itu ke penyidikan. Tunggu saja,” ujar Jasin.
Dari pengembangan sidak, tim lantas menggeledah lima mobil oknum pegawai Bea dan Cukai. “Ada juga amplop di dalam mobil dan uang USD 1. 000,” tambahnya. Dia mengungkapkan, total sekitar Rp 50 juta ditemukan dari dalam mobil.
Transaksi suap di Bea dan Cukai Tanjung Priok dilakukan dengan cukup rapi. Penyuap tidak langsung menyerahkan uang kepada pejabat yang dituju, tapi menyuruh pihak ketiga sebagai kurir. Yang biasa dijadikan perantara adalah satpam dan petugas kebersihan. “Bahkan, ada juga yang transaksinya di kamar mandi,” lanjut Jasin.
Sejumlah uang, baik dalam bentuk rupiah maupun mata uang asing, biasanya dimasukkan amplop bertulisan “uang makan” dan nomor dokumen yang diminta untuk “dimuluskan”. Jasin menambahkan, selain cash, ada uang suap yang ditransfer. “Kami menemukan bukti transfer Rp 47 juta dan Rp 57 juta di lokasi,” ujarnya. Total jenderal, dari sidak yang dilakukan sejak Jumat (30/5) itu, tim menemukan uang sekitar Rp 500 juta. Diduga kuat uang tersebut merupakan “penghasilan” dalam sehari.
Menurut Jasin, diperkirakan Rp 12,5 miliar uang haram mengalir ke kantong oknum Bea dan Cukai dalam sebulan. “Itu informasi valid. Bahkan, bisa saja lebih,” ujarnya.
Dia lantas membenarkan bahwa sidak yang dilakukan tim gabungan berangkat dari inisiatif Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi untuk membersihkan aparatnya. “Operasinya sangat rapi. Dari pihak Bea dan Cukai hanya Dirjen dan beberapa orang yang tahu. Tim Kepatuhan Internal Bea dan Cukai yang diturunkan juga orang-orang pilihan,” ujarnya.
Mantan auditor BPKP itu mengungkapkan, sidak terkait dengan evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi di Direktorat Bea dan Cukai. “Dirjennya sudah baik, tapi percuma kalau ada oknum pegawai yang bandel,” jelasnya.
KPK, tambahnya, hanya menangani indikasi tindak pidana. Dugaan pelanggaran lain akan ditangani bagian Kepatuhan Internal Bea dan Cukai. “Sanksinya berupa administrasi sampai pemecatan,” jelasnya.
Bagaimana status empat oknum tersebut di Bea dan Cukai Tanjung Priok? Ketua KPK Antasari Azhar mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut, termasuk apakah ada dugaan konspirasi dalam penerimaan suap itu. “Besok Senin (2/6) ada penjelasan,” ujarnya ditemui di Kampus ASMI kemarin.
Menurut dia, KPK tak akan berhenti hanya di Bea dan Cukai. Instansi lain juga menjadi incaran. Instansi mana yang dibidik? “Kalau diberitahukan instansinya, semua kabur dong,” ujar mantan jaksa itu.
Pengusaha Bersyukur
Upaya membersihkan aparat bobrok di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok oleh KPK mendapat apresiasi positif kalangan pengusaha. Langkah tersebut diharapkan bisa memperbaiki sistem birokrasi yang menjadi salah satu penyebab ekonomi biaya tinggi (high cost economy).
Sekjen Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro mengatakan, kabar praktik suap di pelabuhan memang kerap terdengar. Meski demikian, kebenarannya masih sulit dibuktikan.
Karena itu, keberhasilan KPK menemukan sejumlah amplop berisi uang bisa menjadi langkah awal untuk mengungkap praktik tersebut. ’’Yang jelas, kami bersyukur,’’ ujarnya ketika dihubungi JPNN tadi malam.
Toto mengatakan, upaya pembersihan aparat Bea dan Cukai di Tanjung Priok bisa menjadi shock teraphy bagi aparat lain untuk terus memperbaharui sistem birokrasi. ’’Kami belum punya gambaran soal efektivitasnya. Tapi, ini memang positif,’’ katanya.
Karena itu, lanjut dia, KPK maupun Ditjen Bea dan Cukai diharapkan bisa menggeledah Kantor Bea dan Cukai di pelabuhan-pelabuhan lain di seluruh Indonesia. ’’Di pelabuhan lain bisa jadi ada juga praktik semacam ini,’’ terangnya.
Toto yang juga sempat menjadi ketua Kepelabuhanan dan Kepabeanan mengatakan, langkah pembersihan harus dilakukan secara sistematis di seluruh Indonesia. Itu karena aktivitas arus barang skala besar juga terjadi di banyak pelabuhan, selain Tanjung Priok. ’’Ini supaya efektif,’’ tegas Toto yang juga ketua umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) itu.
Terkait praktik suap kepada aparat Bea dan Cukai yang tentu juga melibatkan pengusaha, Toto mengatakan, pengusaha seharusnya ikut menghilangkan praktik suap. ’’Jadi, pengusaha juga harus berubah,’’ ujarnya.
Lalu, bagaimana jika aparat memperlambat pelayanan jika tanpa suap? ’’Ya, teriak saja melalui asosiasi. Jangan melakukan transaksi di belakang,’’ tegasnya.
Menurut Toto, hal itulah yang selama ini dilakukan pengusaha yang tergabung di GPEI maupun Depalindo. ’’Di asosiasi lain, saya kira juga begitu,’’ imbuhnya.
Toto mengatakan, komplain secara langsung tersebut cukup efektif. Asosiasi menyampaikan komplain saat pertemuan rutin dengan jajaran Ditjen Bea Cukai maupun Departemen Perdagangan. ’’Biasanya langsung direspons,’’ ujarnya.
Meski demikian, praktik suap bukan satu-satunya penyebab ekonomi biaya tinggi. Menurut Toto, penyebab utama ekonomi biaya tinggi justru kelambatan arus barang sehingga pengusaha menanggung pembengkakan biaya. ’’Karena itu, perbaikan sistem kepelabuhan harus menyeluruh,’’ katanya.
Dirjen: Korupsi Makin Canggih
Efektivitas program reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan harus dikaji Komisi XI DPR, khususnya soal renumerasi gaji. Hal tersebut menyusul temuan praktik suap di KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok.
“Sejak dulu saya skeptis dengan efektivitas reformasi birokrasi Depkeu, dan sekarang rasa skeptis saya terbukti,” ujar anggota Komisi XI DPR Drajad Wibowo. Program itu, ujarnya, hanya jadi bungkus kenaikan renumerasi.
“Tidak diawali dengan perombakan struktur, sistem, dan kontrol terlebih dahulu,” ujar Drajad. “Tak hanya Bea dan Cukai. Saya yakin di Ditjek Pajak dan unit-unit lain di Depkeu, penyelewenangan seperti itu terus terjadi,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK Chandra M. Hamzah mengungkapkan, sidak dilakukan untuk memastikan reformasi birokrasi berjalan sebagaimana yang diharapkan. “Kita melihat biaya yang dikeluarkan Depkeu Rp 4,3 triliun. Di antaranya renumerasi pegawai Bea dan Cukai. Seharusnya diikuti perbaikan sistem dan tingkah laku,” ujar mantan pengacara itu ketika ditemui di gedung KPK Kuningan Jumat (30/5).
Sementara itu, Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengungkapkan, kerja sama dengan KPK mutlak dilakukan untuk membongkar praktik korupsi di instansi yang dipimpinnya. “(karena, Red) Masalah suap modusnya makin canggih dan harus dihadapi bersama,” ujarnya dalam pesan singkat yang diterima koran ini tadi malam.
Anwar berpendapat, sidak tersebut justru menunjukkan bahwa pihaknya serius melaksanakan reformasi birokrasi. Temuan KPK bukan preseden kegagalan reformasi birokrasi di lingkungannya. “Ini justru positif karena belum ada satu institusi pun yang berani kerja sama dengan KPK untuk menumpas korupsi, baik internal maupun eksternal. (ein/owi/nw/JPNN) Radar Tarakan
“Sudah ada empat orang yang terindikasi menerima suap,” ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin kepada koran ini tadi malam (31/5). Keempatnya berinisial M, AGP, NTP, dan P. M dan AGP menjadi koordinator yang bertugas sebagai pengepul uang ceperan dari para pengurus dokumen, lantas membagi-bagikannya. M koordinator jalur merah dan AGP koordinator jalur hijau. “Kita langsung buat berita acara pemeriksaannya,” ujar mantan direktur Litbang KPK tersebut. Adapun peran NTP dan P belum dibeber.
Saat sidak, dari tas AGP ditemukan uang senilai Rp 24 juta. Petugas juga menggeledah badan AGP dan menemukan uang Rp 14 juta yang disembunyikan di kaus kaki. AGP dan M tidak bisa berkutik saat diinterogasi karena bukti sudah sangat kuat.
“Tapi, kita tetap membutuhkan barang bukti yang banyak untuk meningkatkan kasus itu ke penyidikan. Tunggu saja,” ujar Jasin.
Dari pengembangan sidak, tim lantas menggeledah lima mobil oknum pegawai Bea dan Cukai. “Ada juga amplop di dalam mobil dan uang USD 1. 000,” tambahnya. Dia mengungkapkan, total sekitar Rp 50 juta ditemukan dari dalam mobil.
Transaksi suap di Bea dan Cukai Tanjung Priok dilakukan dengan cukup rapi. Penyuap tidak langsung menyerahkan uang kepada pejabat yang dituju, tapi menyuruh pihak ketiga sebagai kurir. Yang biasa dijadikan perantara adalah satpam dan petugas kebersihan. “Bahkan, ada juga yang transaksinya di kamar mandi,” lanjut Jasin.
Sejumlah uang, baik dalam bentuk rupiah maupun mata uang asing, biasanya dimasukkan amplop bertulisan “uang makan” dan nomor dokumen yang diminta untuk “dimuluskan”. Jasin menambahkan, selain cash, ada uang suap yang ditransfer. “Kami menemukan bukti transfer Rp 47 juta dan Rp 57 juta di lokasi,” ujarnya. Total jenderal, dari sidak yang dilakukan sejak Jumat (30/5) itu, tim menemukan uang sekitar Rp 500 juta. Diduga kuat uang tersebut merupakan “penghasilan” dalam sehari.
Menurut Jasin, diperkirakan Rp 12,5 miliar uang haram mengalir ke kantong oknum Bea dan Cukai dalam sebulan. “Itu informasi valid. Bahkan, bisa saja lebih,” ujarnya.
Dia lantas membenarkan bahwa sidak yang dilakukan tim gabungan berangkat dari inisiatif Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi untuk membersihkan aparatnya. “Operasinya sangat rapi. Dari pihak Bea dan Cukai hanya Dirjen dan beberapa orang yang tahu. Tim Kepatuhan Internal Bea dan Cukai yang diturunkan juga orang-orang pilihan,” ujarnya.
Mantan auditor BPKP itu mengungkapkan, sidak terkait dengan evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi di Direktorat Bea dan Cukai. “Dirjennya sudah baik, tapi percuma kalau ada oknum pegawai yang bandel,” jelasnya.
KPK, tambahnya, hanya menangani indikasi tindak pidana. Dugaan pelanggaran lain akan ditangani bagian Kepatuhan Internal Bea dan Cukai. “Sanksinya berupa administrasi sampai pemecatan,” jelasnya.
Bagaimana status empat oknum tersebut di Bea dan Cukai Tanjung Priok? Ketua KPK Antasari Azhar mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut, termasuk apakah ada dugaan konspirasi dalam penerimaan suap itu. “Besok Senin (2/6) ada penjelasan,” ujarnya ditemui di Kampus ASMI kemarin.
Menurut dia, KPK tak akan berhenti hanya di Bea dan Cukai. Instansi lain juga menjadi incaran. Instansi mana yang dibidik? “Kalau diberitahukan instansinya, semua kabur dong,” ujar mantan jaksa itu.
Pengusaha Bersyukur
Upaya membersihkan aparat bobrok di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok oleh KPK mendapat apresiasi positif kalangan pengusaha. Langkah tersebut diharapkan bisa memperbaiki sistem birokrasi yang menjadi salah satu penyebab ekonomi biaya tinggi (high cost economy).
Sekjen Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro mengatakan, kabar praktik suap di pelabuhan memang kerap terdengar. Meski demikian, kebenarannya masih sulit dibuktikan.
Karena itu, keberhasilan KPK menemukan sejumlah amplop berisi uang bisa menjadi langkah awal untuk mengungkap praktik tersebut. ’’Yang jelas, kami bersyukur,’’ ujarnya ketika dihubungi JPNN tadi malam.
Toto mengatakan, upaya pembersihan aparat Bea dan Cukai di Tanjung Priok bisa menjadi shock teraphy bagi aparat lain untuk terus memperbaharui sistem birokrasi. ’’Kami belum punya gambaran soal efektivitasnya. Tapi, ini memang positif,’’ katanya.
Karena itu, lanjut dia, KPK maupun Ditjen Bea dan Cukai diharapkan bisa menggeledah Kantor Bea dan Cukai di pelabuhan-pelabuhan lain di seluruh Indonesia. ’’Di pelabuhan lain bisa jadi ada juga praktik semacam ini,’’ terangnya.
Toto yang juga sempat menjadi ketua Kepelabuhanan dan Kepabeanan mengatakan, langkah pembersihan harus dilakukan secara sistematis di seluruh Indonesia. Itu karena aktivitas arus barang skala besar juga terjadi di banyak pelabuhan, selain Tanjung Priok. ’’Ini supaya efektif,’’ tegas Toto yang juga ketua umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) itu.
Terkait praktik suap kepada aparat Bea dan Cukai yang tentu juga melibatkan pengusaha, Toto mengatakan, pengusaha seharusnya ikut menghilangkan praktik suap. ’’Jadi, pengusaha juga harus berubah,’’ ujarnya.
Lalu, bagaimana jika aparat memperlambat pelayanan jika tanpa suap? ’’Ya, teriak saja melalui asosiasi. Jangan melakukan transaksi di belakang,’’ tegasnya.
Menurut Toto, hal itulah yang selama ini dilakukan pengusaha yang tergabung di GPEI maupun Depalindo. ’’Di asosiasi lain, saya kira juga begitu,’’ imbuhnya.
Toto mengatakan, komplain secara langsung tersebut cukup efektif. Asosiasi menyampaikan komplain saat pertemuan rutin dengan jajaran Ditjen Bea Cukai maupun Departemen Perdagangan. ’’Biasanya langsung direspons,’’ ujarnya.
Meski demikian, praktik suap bukan satu-satunya penyebab ekonomi biaya tinggi. Menurut Toto, penyebab utama ekonomi biaya tinggi justru kelambatan arus barang sehingga pengusaha menanggung pembengkakan biaya. ’’Karena itu, perbaikan sistem kepelabuhan harus menyeluruh,’’ katanya.
Dirjen: Korupsi Makin Canggih
Efektivitas program reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan harus dikaji Komisi XI DPR, khususnya soal renumerasi gaji. Hal tersebut menyusul temuan praktik suap di KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok.
“Sejak dulu saya skeptis dengan efektivitas reformasi birokrasi Depkeu, dan sekarang rasa skeptis saya terbukti,” ujar anggota Komisi XI DPR Drajad Wibowo. Program itu, ujarnya, hanya jadi bungkus kenaikan renumerasi.
“Tidak diawali dengan perombakan struktur, sistem, dan kontrol terlebih dahulu,” ujar Drajad. “Tak hanya Bea dan Cukai. Saya yakin di Ditjek Pajak dan unit-unit lain di Depkeu, penyelewenangan seperti itu terus terjadi,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK Chandra M. Hamzah mengungkapkan, sidak dilakukan untuk memastikan reformasi birokrasi berjalan sebagaimana yang diharapkan. “Kita melihat biaya yang dikeluarkan Depkeu Rp 4,3 triliun. Di antaranya renumerasi pegawai Bea dan Cukai. Seharusnya diikuti perbaikan sistem dan tingkah laku,” ujar mantan pengacara itu ketika ditemui di gedung KPK Kuningan Jumat (30/5).
Sementara itu, Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengungkapkan, kerja sama dengan KPK mutlak dilakukan untuk membongkar praktik korupsi di instansi yang dipimpinnya. “(karena, Red) Masalah suap modusnya makin canggih dan harus dihadapi bersama,” ujarnya dalam pesan singkat yang diterima koran ini tadi malam.
Anwar berpendapat, sidak tersebut justru menunjukkan bahwa pihaknya serius melaksanakan reformasi birokrasi. Temuan KPK bukan preseden kegagalan reformasi birokrasi di lingkungannya. “Ini justru positif karena belum ada satu institusi pun yang berani kerja sama dengan KPK untuk menumpas korupsi, baik internal maupun eksternal. (ein/owi/nw/JPNN) Radar Tarakan