Oleh : Rafael S/Bachtiar
Markas Besar (Mabes) Polri siap menyerahkan rekap perilaku anarkis yang pernah dilakukan Front Pembela Islam (FPI) kepada Departemen Dalam Negeri (Depdagri) sebagai pertimbangan bagi Depdagri dalam mengambil keputusan terhadap FPI.
Mabes Polri juga akan mengusut tuntas pelaku dan otak di balik kekerasan fisik yang dilakukan anggota FPI terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Jakarta, Minggu (1/6).
”Kita akan serahkan kepada Depdagri kasus-kasus anarkis yang pernah dilakukan FPI. Setelah itu keputusannya tergantung pada Depdagri, karena bukan domain kita membubarkan suatu organisasi,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Abubakar Nataprawira kepada SH, Selasa (3/6).
Habib Rizieq pada Oktober 2002 ditahan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya karena penyidik memiliki cukup bukti Rizieq melanggar Pasal 160 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghasutan dalam peristiwa perusakan tempat hiburan oleh massa FPI.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes I Ketut Untung Yoga Ana yang dihubungi SH, Selasa (3/5) siang, mengatakan pihaknya hingga kini masih memburu pelaku pemukulan aktivis AKKBB di lapangan Monas, Minggu (1/6). Yoga menyatakan sejauh ini polisi baru menetapkan lima tersangka dari FPI.
Sekitar pukul 22.00 WIB, Senin (2/6) malam, sejumlah pejabat Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat mendatangkan markas FPI di Petamburan Jakarta Pusat.
Mereka di antaranya Kasat Kamneg Polda Metro Jaya, AKBP Tornagogo Sihombing, Kasat Resmob Polda Metro Jaya, AKBP Raja Calvian Gumay dan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, Kompol Agustinus untuk berdialog dengan sejumlah petinggi FPI.
Pertemuan berlangsung selama dua jam. Usai pertemuan, pejabat Polda Metro Jaya itu dan Polres Metro Jakarta Selatan tidak bersedia memberikan keterangan ketika dicegat wartawan.
Sementara itu, perwakilan FPI, siang ini mendatangi Polda Metro Jaya untuk menggugat balik atas tuduhan pencemaran nama baik terhadap sejumlah media massa yang memuat foto Panglima Komando Laskar Islam Munarman digambarkan tengah yang mencekik seorang pengunjuk rasa yang disebutkan aktivis AKKBB. Menurut FPI, yang dicekik itu adalah anak buah Munarman bernama Ucok yang akan bertindak anarkis.
Mahendrata, pengacara FPI yang ditemui di markas FPI Jalan Petamburan III Jakarta Pusat, Senin (2/6) malam, mengatakan, insiden di Monas pada Minggu (1/6), tidak lepas adanya rekayasa dan pancingan pihak-pihak tertentu.
Menurutnya, pemukulan yang dilakukan oleh anggota FPI hanya akan dikenakan Pasal 351 dengan hukuman berkisar dua tahun penjara. Untuk kasus yang membawa senjata api yang dituduhkan kepada demonstrasi Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dapat dijerat UU darurat tentang senjata api dan senjata tajam dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Mahendrata menambahkan, Selasa (3/6) siang, FPI akan mendatangi Polda Metro Jaya untuk menyampaikan saksi dan bukti, seperti rekaman video. Kedatangan pejabat Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Pusat ke markas FPI, menurutnya, dilakukan untuk proses penyelidikan dan identifikasi dan bukan untuk menangkap anggota FPI.
Mengecewakan
Sementara itu, mantan Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Asmara Nababan menilai tindakan kekerasan oleh anggota FPI merupakan kejahatan, sehingga harus ditekankan pada pertanggungjawaban organisasi dan bukan individu semata.
Ada pun Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Bambang Hendarso Danuri telah memerintahkan jajarannya untuk menangkap lima anggota FPI yang terbukti memukul massa AKKBB. Namun mengenai upaya penahanan terhadap Habib Rizieq, tergantung pada penyelidikan.
Ketua YLBHI Patra M Zen menilai proses pengusutan yang dilakukan oleh kepolisian sangat mengecewakan, karena seharusnya proses hukum bukan hanya terhadap pelaku yang memukul di lapangan. Padahal dalam banyak kesempatan ditemukan fakta bahwa aksi kekerasan merupakan bagian dari aktivitas FPI.
Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menegaskan agar tindakan anarkis terhadap anggota AK-KBB ditindak berdasarkan aturan hukum secara tegas. Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (2/6) malam memimpin rapat terbatas (ratas) mendadak di Kantor Menko Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), untuk membahas tindak kekerasan yang dilakukan FPI Minggu (1/6).
Menko Polhukam Widodo AS menyatakan pemerintah menyesalkan kekerasan yang terjadi dan meminta aparat hukum secara tegas dan konsisten melakukan langkah-langkah penegakan hukum secara profesional, proporsional dan transparan.
“Masalah ini juga harus kita lihat bukan hanya dalam konteks tindak kekerasan dan pelanggaran hukum itu sendiri, tapi juga bagaimana kita melihat masalah tersebut menimbulkan pencitraan buruk terhadap peradaban yang ada di Indonesia,” kata Widodo.
Depdagri Tunggu Laporan
Sementara itu, Juru Bicara Departemen Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan Mendagri masih menunggu laporan dari aparat kepolisian dan gubernur. FPI diakuinya terdaftar di Depdagri dengan Nomor Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yaitu SKT 69/D.III.3/VIII/2006.
Pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Pada Pasal 14 disebutkan, jika masih melakukan kegiatan dimaksud maka pemerintah akan membekukan organisasi tersebut.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986, pembinaan tetap dilakukan di bawah pengawasan Menteri Dalam Negeri. Pasal 18 hingga 27 mengatur tentang tata cara pembekuan dan pembubaran.
Dalam Pasal 22 dikatakan bahwa sebelum melakukan pembekuan, terlebih dahulu pemerintah akan melakukan teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak 10 hari kepada pengurus yang bersangkutan. Jika tidak digubris, pengurus tersebut akan dipanggil untuk didengar keterangannya. Sebelum melakukan tindakan pembekuan, akan diminta pertimbangan dari instansi terkait.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan bahwa pemerintah, khususnya kepolisian, seharusnya tidak terkesan melakukan pembiaran supaya tidak menjadi pemicu pecahnya konflik horizontal.
Kutukan atas insiden terhadap AKKBB itu juga dikemukakan oleh Ketua DPR Agung Laksono, yang mengatakan perbuatan itu telah mencederai demokrasi. Menurutnya, selama ini kepolisian seperti membiarkan aksi main hakim sendiri yang dilakukan FPI seperti penutupan paksa kafe atau diskotik.
Terkait : GP Ansor - FPI Harus Di bubarkan !
Daftar Kekerasan FPI ( 2001-2008 )
FPI Pembela atau Pembikin Malu Islam ?
Markas Besar (Mabes) Polri siap menyerahkan rekap perilaku anarkis yang pernah dilakukan Front Pembela Islam (FPI) kepada Departemen Dalam Negeri (Depdagri) sebagai pertimbangan bagi Depdagri dalam mengambil keputusan terhadap FPI.
Mabes Polri juga akan mengusut tuntas pelaku dan otak di balik kekerasan fisik yang dilakukan anggota FPI terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Jakarta, Minggu (1/6).
”Kita akan serahkan kepada Depdagri kasus-kasus anarkis yang pernah dilakukan FPI. Setelah itu keputusannya tergantung pada Depdagri, karena bukan domain kita membubarkan suatu organisasi,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Abubakar Nataprawira kepada SH, Selasa (3/6).
Habib Rizieq pada Oktober 2002 ditahan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya karena penyidik memiliki cukup bukti Rizieq melanggar Pasal 160 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghasutan dalam peristiwa perusakan tempat hiburan oleh massa FPI.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes I Ketut Untung Yoga Ana yang dihubungi SH, Selasa (3/5) siang, mengatakan pihaknya hingga kini masih memburu pelaku pemukulan aktivis AKKBB di lapangan Monas, Minggu (1/6). Yoga menyatakan sejauh ini polisi baru menetapkan lima tersangka dari FPI.
Sekitar pukul 22.00 WIB, Senin (2/6) malam, sejumlah pejabat Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat mendatangkan markas FPI di Petamburan Jakarta Pusat.
Mereka di antaranya Kasat Kamneg Polda Metro Jaya, AKBP Tornagogo Sihombing, Kasat Resmob Polda Metro Jaya, AKBP Raja Calvian Gumay dan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, Kompol Agustinus untuk berdialog dengan sejumlah petinggi FPI.
Pertemuan berlangsung selama dua jam. Usai pertemuan, pejabat Polda Metro Jaya itu dan Polres Metro Jakarta Selatan tidak bersedia memberikan keterangan ketika dicegat wartawan.
Sementara itu, perwakilan FPI, siang ini mendatangi Polda Metro Jaya untuk menggugat balik atas tuduhan pencemaran nama baik terhadap sejumlah media massa yang memuat foto Panglima Komando Laskar Islam Munarman digambarkan tengah yang mencekik seorang pengunjuk rasa yang disebutkan aktivis AKKBB. Menurut FPI, yang dicekik itu adalah anak buah Munarman bernama Ucok yang akan bertindak anarkis.
Mahendrata, pengacara FPI yang ditemui di markas FPI Jalan Petamburan III Jakarta Pusat, Senin (2/6) malam, mengatakan, insiden di Monas pada Minggu (1/6), tidak lepas adanya rekayasa dan pancingan pihak-pihak tertentu.
Menurutnya, pemukulan yang dilakukan oleh anggota FPI hanya akan dikenakan Pasal 351 dengan hukuman berkisar dua tahun penjara. Untuk kasus yang membawa senjata api yang dituduhkan kepada demonstrasi Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dapat dijerat UU darurat tentang senjata api dan senjata tajam dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Mahendrata menambahkan, Selasa (3/6) siang, FPI akan mendatangi Polda Metro Jaya untuk menyampaikan saksi dan bukti, seperti rekaman video. Kedatangan pejabat Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Pusat ke markas FPI, menurutnya, dilakukan untuk proses penyelidikan dan identifikasi dan bukan untuk menangkap anggota FPI.
Mengecewakan
Sementara itu, mantan Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Asmara Nababan menilai tindakan kekerasan oleh anggota FPI merupakan kejahatan, sehingga harus ditekankan pada pertanggungjawaban organisasi dan bukan individu semata.
Ada pun Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Bambang Hendarso Danuri telah memerintahkan jajarannya untuk menangkap lima anggota FPI yang terbukti memukul massa AKKBB. Namun mengenai upaya penahanan terhadap Habib Rizieq, tergantung pada penyelidikan.
Ketua YLBHI Patra M Zen menilai proses pengusutan yang dilakukan oleh kepolisian sangat mengecewakan, karena seharusnya proses hukum bukan hanya terhadap pelaku yang memukul di lapangan. Padahal dalam banyak kesempatan ditemukan fakta bahwa aksi kekerasan merupakan bagian dari aktivitas FPI.
Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menegaskan agar tindakan anarkis terhadap anggota AK-KBB ditindak berdasarkan aturan hukum secara tegas. Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (2/6) malam memimpin rapat terbatas (ratas) mendadak di Kantor Menko Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), untuk membahas tindak kekerasan yang dilakukan FPI Minggu (1/6).
Menko Polhukam Widodo AS menyatakan pemerintah menyesalkan kekerasan yang terjadi dan meminta aparat hukum secara tegas dan konsisten melakukan langkah-langkah penegakan hukum secara profesional, proporsional dan transparan.
“Masalah ini juga harus kita lihat bukan hanya dalam konteks tindak kekerasan dan pelanggaran hukum itu sendiri, tapi juga bagaimana kita melihat masalah tersebut menimbulkan pencitraan buruk terhadap peradaban yang ada di Indonesia,” kata Widodo.
Depdagri Tunggu Laporan
Sementara itu, Juru Bicara Departemen Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan Mendagri masih menunggu laporan dari aparat kepolisian dan gubernur. FPI diakuinya terdaftar di Depdagri dengan Nomor Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yaitu SKT 69/D.III.3/VIII/2006.
Pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Pada Pasal 14 disebutkan, jika masih melakukan kegiatan dimaksud maka pemerintah akan membekukan organisasi tersebut.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986, pembinaan tetap dilakukan di bawah pengawasan Menteri Dalam Negeri. Pasal 18 hingga 27 mengatur tentang tata cara pembekuan dan pembubaran.
Dalam Pasal 22 dikatakan bahwa sebelum melakukan pembekuan, terlebih dahulu pemerintah akan melakukan teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak 10 hari kepada pengurus yang bersangkutan. Jika tidak digubris, pengurus tersebut akan dipanggil untuk didengar keterangannya. Sebelum melakukan tindakan pembekuan, akan diminta pertimbangan dari instansi terkait.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan bahwa pemerintah, khususnya kepolisian, seharusnya tidak terkesan melakukan pembiaran supaya tidak menjadi pemicu pecahnya konflik horizontal.
Kutukan atas insiden terhadap AKKBB itu juga dikemukakan oleh Ketua DPR Agung Laksono, yang mengatakan perbuatan itu telah mencederai demokrasi. Menurutnya, selama ini kepolisian seperti membiarkan aksi main hakim sendiri yang dilakukan FPI seperti penutupan paksa kafe atau diskotik.
Terkait : GP Ansor - FPI Harus Di bubarkan !
Daftar Kekerasan FPI ( 2001-2008 )
FPI Pembela atau Pembikin Malu Islam ?